BAB I
PENDAHULUAN
I.1
Latar Belakang
Dakwah Islamiyah merupakan salah satu
kegiatan penting yang wajib dilaksanakan oleh setiap umat Islam. Kegiatan ini
mempunyai landasan normatif dalam Al-Qur’an dan Hadith. Dalam Al-Qur’an cukup
banyak ditemukan ayat-ayat yang menyuruh umat Islam berdakwah dan penjelasan
tentang prinsip-prinsip cara melaksanakannya.[1]demikian
juga dalam Hadits Nabi terdapat berbagai diktum tentang ajaran berda’wah dan
cara melaksanakan da’wah.[2]
Al-Qur’an merupakan sebuah kitab dakwah.
Yang memiliki ruh pembangkit. Yang
berfungsi sebagai penguat. Yang menjadi tempat berpijak. Yang berperan sebagai
penjaga, penerang, dan penjelas. Dan yang merupakan tempat kembali satu-satunya
bagi para penyeru dakwah, dan dalam menyususn suatu konsep - konsep global. Dan
yang merupakan tempat kembali satu-satunya bagi para penyeru dakwah yang
mengambil rujukan dalam melakukan kagiatan dakwah, dan dalam menyusun suatu
konsep gerakan dakwah selanjutnya.
Namun ditengah-tengah derunya dakwah itu terdapatlah
suatu persimpangan jalan antara kita dengan Al-Qur’an, yang tidak pernah
terbayang dalam perasaan kita sebelumnya. Karena itu perlu kami jelaskan, bahwa
al-qur’an itu sebenarnya mengajak manusia hidup yang memiliki wujud hakiki. Al-Qur’an
mengutarakan kejadian-kejadian sebenarnya dalam kehidupan umat manusia. Al-Qur’an
mengajukan petunjuk yanng benar dalam kehidupan manusia diatas dunia fana ini Al-Qur’an
menyelesikan pergulatan besar yang terjadadi dalam jiwa manusia di atas bumi.
Dan al-qur’an akan menjawab secara refleksi segala pergulatan yang terjadi
dalam jiwa-jiwa tersebut.
Al-quran
akan tetap menjadi naungan bagi hati kita, selama kita masih sudi membaca dan
merenungkannya, dan menganggap keduanya (membaca dan merenungkan isi Al-Qur’an)
itu sebagai ibadah. Hal tersebut seolah-olah tidak ada kaitannya dengan
kenyataan kehidupan manusia sehari-hari yang dihadapi oleh makhluk yang
dinamakan “manusia” , dan yang dihadapi oleh umat yang disebut “kaum muslimin”.
Padahal, ayat-ayat Al-Qur’an tersebut diturunkan adalah untuk menghadapi
pergulatan jiwa dan kenyataan dalam kehidupan.
I.2 Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
pengertian dakwah?
2.
Bagaimana
ciri-ciri dakwah?
3.
Bagaimana
prinsip-prinsip berdakwah?
1.3 Tujuan Penulisan
1.
Untuk
mengetahui pengertian dakwah
2.
Untuk
mengetahui ciri-ciri dakwah
3.
Untuk
mengetahui prinsip-prinsip berdakwah
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Dakwah
Secara Etimologi
Kata dakwah adalah derivasi dari
bahasa Arab “Da’wah”. Kata kerjanya da’aa yad’uu yang berarti memanggil,
mengundang atau mengajak. Ism fa’ilnya (red. pelaku) adalah da’i yang berarti
pendakwah. Di dalam kamus al-Munjid fi Al-Lughoh wa Al-A’lam disebutkan makna
da’I sebagai orang yang memangggil (mengajak) manusia kepada agamanya atau
mazhabnya . Merujuk pada Ahmad Warson Munawir dalam Ilmu Dakwah karangan Moh.
Ali Aziz (2009:6), kata Da’a mempunyai beberapa makna antara lain memanggil,
mengundang, minta tolong, meminta, memohon, menamakan, menyuruh datang,
mendorong, menyebabkan, mendatangkan, mendoakan, menangisi dan meratapi.
Secara Terminologis
Dakwah dari literatur yang ditulis oleh pakar-pakar dakwah antara lain adalah: Dakwah adalah perintah
mengadakan seruan kepada sesama manusia untuk kembali dan hidup sepanjang
ajaran Allah yang benar dengan penuh kebijaksanaan dan nasihat yang baik. Dakwah
adalah menyampaikan dan mengajarkan agama Islam kepada seluruh manusia dan
mempraktikkannya dalam kehidupan nyata (M. Abul Fath al-Bayanuni). Dakwah adalah suatu
aktifitas yang mendorong manusia memeluk agama Islam melalui cara yang
bijaksana, dengan materi ajaran Islam, agar mereka mendapatkan kesejahteraan
kini (dunia) dan kebahagiaan nanti (akhirat) (A. Masykur Amin)
Dari definisi para ahli di atas maka
bisa kita simpulkan bahwa dakwah adalah kegiatan atau usaha memanggil orang
muslim mau pun non-muslim, dengan cara bijaksana, kepada Islam sebagai jalan
yang benar, melalui penyampaian ajaran Islam untuk dipraktekkan dalam kehidupan
nyata agar bisa hidup damai di dunia dan bahagia di akhirat. Singkatnya,
dakwah, seperti yang ditulis Abdul Karim Zaidan, adalah mengajak kepada agama
Allah, yaitu Islam.
2.2 Ciri-ciri Dakwah
Ciri-ciri dakwah:[3]
1. Dakwah Islamiah yang asli (Syumuliah Fi Da'wah)
Maksud Imam Al-Banna adalah bahwa dakwah Islamiah
seharusnya membawa risalah Islam yang asli. Dakwah tersebut bukanlah
didalam maksud yang sempit atau terbatas, misalnya terbatas pada sudut
kecendekiawanan (keintelekan) saja, atau pada sudut politik semata, dsb.
Seterusnya manusia juga perlu memperoleh penjelasan tentang jalan dakwah
Islamiah agar mereka faham tujuan dakwah yang sebenarnya sehingga masyarakat
umum tidak merasa samar-samar akan cara-cara dakwah Islamiah.
Yaitu berdakwah dengan menyeru manusia kepada Allah.
"Maka janganlah kamu menyeru (menyembah) tuhan yang lain di samping Allah,
yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang di'azab. Dan berilah peringatan
kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat, dan rendahkanlah dirimu terhadap
orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman." (QS
26:213-215)
"Wasilah-wasilah
(jalan-jalan) dakwah hari ini dan kemarin mungkin berbeda; dakwah pada masa
lalu lebih dalam bentuk ceramah-ceramah atau khutbah-khutbah ataupun ditulis
dalam risalah-risalah atau surat-surat. Namun wasilah pada hari ini
adalah melalui majalah-majalah, surat kabar, risalah-risalah dan peralatan
radio... kesemuanya ini adalah merupakan jalan untuk sampai kepada hati
manusia".
2. Dakwah yang bersifat Rabbani (Robbaniah Fi Da'wah)
Maksudnya, dakwah pada hakikatnya adalah untuk
menghubungi hati-hati manusia; seruan-seruan, program-program dsbnya hanyalah
berfungsi sebagai media untuk mencapai hakikat tersebut. Jadi, dakwah
Islamiyah adalah "dakwah yang mana kita ingin mengetuk pintu-pintu hati
manusia" agar terbuka dan menerima hakikat keimanan kepada Allah
SWT. "Oleh karena itu, tugas kita semua sebagai ahli dakwah adalah
untuk memperbaiki jalan-jalan (untuk sampai pada hati manusia)... sehingga
tercapailah apa yang dimaksud".
Ringkasnya, tugas seorang da’I adalah memanggil manusia kepada Allah, dengan berbicara
kepada hati mereka melalui pembentukan kesadaran yang murni terhadap tanggung
jawab mereka kepada Allah. Para da'i tidak akan dapat berfungsi sebagai
pendakwah yang dapat membawa hidayah seandainya hati para da'i tersebut masih
kotor. Karena itulah, Imam Al-Banna mengungkapkan agar para da'i
menjadi : "Rahib di malam hari, pejuang di siang hari (Ruhban fil lail, wa
fursan fin nahar)"
3. Dakwah yang
membawa makna Islah
Maksud dakwah yang membawa makna Islah
adalah bahwa kita harus berusaha memperbaiki keadaan yang meliputi Ummah.
Termasuk di sini adalah berbagai usaha yang mencakup setiap aspek, yaitu mengISLAHkan INSAN, MASYARAKAT, dan NEGARA.
Kita haruslah berupaya sedapat mungkin
melaksanakan ataupun membantu setiap aspek yang membawa Islah. Imam Al-Banna
menyimpulkan maksud ini dalam seruannya: "perbaikilah undang-undang,
perbaikilah suasana lahiriah masyarakat, perangilah amalan-amalan yang
berlebihan (ibahiah) di dalam masyarakat, susunlah sistem pendidikan... ". Demikian juga
di dalam sejarah hidupnya, beliau banyak menulis surat baik kepada para ulama
maupun para pemimpin masyarakat agar mereka mengusahakan perbaikan masyarakat
dan negara.
Dakwah seharusnya bukan datang untuk
menentang segala yang ada di dalam masyarakat, melainkan untuk MEMPERBAIKINYA. Kita bukanlah
bertugas sebagai hakim yang menilai, menghakimi, dan menghukum masyarakat;
melainkan sebagai TABIB yang
mengobati masyarakat. Kita haruslah bersikap seperti pohon, manusia
melempari kita dengan batu namun kita membalasnya dengan buah kebaikan.
Kepribadian yang harus dimiliki oleh
seorang da’i:[4]
Setiap
orang yang menjalankan aktivitas dakwah, hendaknya memilih kepribadian yang
baik sebagai seorang da’i. sebab kata Prof. Dr. Hamka (18: 222): “Jayanya atau
suksesnya suatu dakwah memang sangat bergantung kepada pribadi dari pembawa dakwah
itu sendiri, yang sekarang lebih populer kita sebut da’i”. Kepribadian disini
meliputi kepribadian yang bersifat Jasmani dan rohani, untuk lebih jelasnya
secara terperinci dibahas sebagai berikut:
A. Kepribadian yang bersifat Rohaniah
1.
Sifat-sifat seorang Da’i
a.
Iman
dan taqwa kepada Allah
Syarat kepribadian seorang da’I yang
terpenting adalah iman dan taqwa kepada Allah. Oleh karena ia di dalam membawa
missi dakwahnya diharuskan terlebih dahulu dirinya sendiri dapat memerangi hawa
nafsunya, sehingga diri pribadi ini lebih taat kpada Allah dan Rasulnya
dibandingkan dengan sasaran dakwahnya. Kalau tidak laksana lampu yang menerangi
(memberi penerangan) kepada seluruh manusia, padahal ia sendiri terbakar oleh
api. Sifat ini diterangkan dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 44:
* tbrâßDù's?r& }¨$¨Y9$# ÎhŽÉ9ø9$$Î/ tböq|¡Ys?ur öNä3|¡àÿRr& öNçFRr&ur tbqè=÷Gs? |=»tGÅ3ø9$# 4 Ÿxsùr& tbqè=É)÷ès? ÇÍÍÈ
Artinya: “mengapa kamu suruh orang lain
(mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri,
Padahal kamu membaca Al kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu berpikir?:
Sifat ini sangat penting, sebab
seorang da’I tanpa memiliki sifat iman dan taqwa, janganlah diharapkan untuk
keberhasilannya dalam berdakwah. Dan kesimpulan ayat di atas bahwa seseorang
yang berdakwah kepada orang lain, sedangkan diri sendiri belum iman dan taqwa
kepada Allah, laksana ia menipu Allah dan orang mukmin.
b.
Tulus
ikhlas dan tidak mementingkan kepentingan diri pribadi.
Nilai
yang tulus tanpa pamrih duniyawiyah belaka, salah satu sarat mutlak yang harus
dimiliki oleh seorang da’i. sebab dakwah adalah pekerjaan yang bersifat
ubudiyah atau terkenal dengan istilah hablullah, yakni amal perbuatan yang
berhubungan dengan Allah.
Sifat
ini sangat menentukan keberhasilan dakwah. Memang ikhlas adalah perbuatan hati,
oleh karena itu seorang da’I di dalam membawa missi dakwahnya terhadap
masyarakat.[5]
Satu hal yang paling perlu diperhatikan
dalam keberhasilan dakwah adalah keikhlasan hanya mengharapka ridho Allah dan
mengharap kebahagiaan yang telah Allah janjikan untuk para wali dan
hamba-hambanya yang bertaqwa.
Sesuatu yang amat ditekankan dan
diwajibkan atas seseorang da’i adalah menggantungkan pahala dan ganjaran atas
dakwahnya kepada Allah semata. Dalam berdakwah, Allah tidak menilai bagusnya
atau jeleknya, tidak pula keturunan dan kedudukannya. Dakwah dinilai dengan
hati dan kebaikannya, dengan ketergantungan kepada Allah, pahala yang dia
harapkan, dan perasaan takut kepada siksanya. Allah Swt telah berfirman:
`s9 tA$uZtƒ ©!$# $ygãBqçté: Ÿwur $ydät!$tBÏŠ `Å3»s9ur ã&è!$uZtƒ 3“uqø)G9$# öNä3ZÏB 4 y7Ï9ºx‹x. $ydt¤‚y™ ö/ä3s9 (#rçŽÉi9s3çGÏ9 ©!$# 4’n?tã $tB ö/ä31y‰yd 3 ÎŽÅe³o0ur šúüÏZÅ¡ósßJø9$# ÇÌÐÈ
Artinya:”Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai
(keridhaan) Allah, tetapi ketaqwaan dari kamulah yang dapat
mencapainya.”(Al-Hajj:37).
Dalam ayat diatas, Allah telah
menyebutkan bahwa amal perbuatan seseorang hamba tidak akan bermanfaat kecuali
dibarengi dengan taqwa dan ikhlas.[6]
Dengan ilmu seorang da’i mengetahui arah
tujuan yang benar, sedangkan tanpa ilmu, seorang da’i akan mendatangkan bahaya
besar bagi agama dan umat. Ada beberapa alasan
yang menunjukkan keagungan dan keutamaan ilmu agama, khususnya bagi
seorang da’i, diantaranya:[7]
1) Sesungguhnya
Allah memeritahkan Nabi-Nya diawal perintah-Nya. Allah berfirman:
ù&tø%$# ÉOó™$$Î/ y7În/u‘ “Ï%©!$# t,n=y{ ÇÊÈ
Artinya: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan”(Al-Alaq:1)
Demikian juga Allah telah menyebut
anugerah-Nya atas seluruh makhluk-Nya dengan mengutus kepada mereka seorang
utusan yang mengajar dan membimbing mereka. Allah berfirman:
uqèd “Ï%©!$# y]yèt/ ’Îû z`¿Íh‹ÏiBW{$# Zwqß™u‘ öNåk÷]ÏiB (#qè=÷Ftƒ öNÍköŽn=tã ¾ÏmÏG»tƒ#uä öNÍkŽÏj.t“ãƒur ãNßgßJÏk=yèãƒur |=»tGÅ3ø9$# spyJõ3Ïtø:$#ur bÎ)ur (#qçR%x. `ÏB ã@ö6s% ’Å"s9 9@»n=|Ê &ûüÎ7•B ÇËÈ
Artinya: “Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di
antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka
dan mengajarkan mereka Kitab dan hikmah (As Sunnah). dan Sesungguhnya mereka
sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata”(QS. Al-Jumuah:2)
2) Sesungguhnya
Allah mengumpamakan orang yang bodoh seperti orang yang tidak dapat melihat
apa-apa. Sebagaimana firman Allah:
* `yJsùr& ÞOn=÷ètƒ !$yJ¯Rr& tAÌ“Ré& y7ø‹s9Î) `ÏB y7Îi/¢‘ ‘,ptø:$# ô`yJx. uqèd #‘yJôãr& 4 $oÿ©VÎ) ã©.x‹tGtƒ (#qä9'ré& É=»t6ø9F{$# ÇÊÒÈ
Artinya: “Adakah orang yang mengetahui bahwasanya apa yang diturunkan kepadamu
dari Tuhanmu itu benar sama dengan orang yang buta? hanyalah orang-orang yang
berakal saja yang dapat mengambil pelajaran”(Ar-Rad:19)
3) Sesungguhnya
Allah memerinthakan untuk kembali (bertanya) agar dapat mengetahui dan
mengamalkan kebenaran. Sebagaimana firman Allah:
#sŒÎ)ur öNèduä!%y` ÖøBr& z`ÏiB Ç`øBF{$# Írr& Å$öqy‚ø9$# (#qãã#sŒr& ¾ÏmÎ/ ( öqs9ur çnr–Šu‘ ’n<Î) ÉAqß™§9$# #†n<Î)ur ’Í<'ré& ÌøBF{$# öNåk÷]ÏB çmyJÎ=yès9 tûïÏ%©!$# ¼çmtRqäÜÎ7/ZoKó¡o„ öNåk÷]ÏB 3 Ÿwöqs9ur ã@ôÒsù «!$# öNà6øŠn=tã ¼çmçGuH÷qu‘ur ÞOçF÷èt6¨?]w z`»sÜøŠ¤±9$# žwÎ) WxŠÎ=s% ÇÑÌÈ
Artinya: “Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun
ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. dan kalau mereka menyerahkannya kepada
Rasul dan ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin
mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (rasul dan ulil
Amri)[323]. kalau tidaklah Karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu,
tentulah kamu mengikut syaitan, kecuali sebahagian kecil saja (di antaramu).”
(Q.S. An-Nisa: 83).
4) Sesungguhnya
Allah maha tinggi dan maha luhur telah memberikan kedudukan yang sangat agung
kepada para ulama. Kemuliaan ini disebabkan karena mereka memiliki ilmu dan
memberi petunjuk kepada umat manusia. Allah berfirman tentang orang-ornag yang
berilmu:
$pkš‰r'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä #sŒÎ) Ÿ@ŠÏ% öNä3s9 (#qßs¡¡xÿs? †Îû ħÎ=»yfyJø9$# (#qßs|¡øù$$sù Ëx|¡øÿtƒ ª!$# öNä3s9 ( #sŒÎ)ur Ÿ@ŠÏ% (#râ“à±S$# (#râ“à±S$$sù Æìsùötƒ ª!$# tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä öNä3ZÏB tûïÏ%©!$#ur (#qè?ré& zOù=Ïèø9$# ;M»y_u‘yŠ 4 ª!$#ur $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ׎Î7yz ÇÊÊÈ
Artinya:
“Hai orang-orang beriman apabila kamu
dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka
lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila
dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan
meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi
ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu
kerjakan.”
c.
Ramah
dan penuh pengertian
Dakwah adalah pekerjaan yang
bersifat propaganda kepada orang lain. Propaganda dapat diterima orang lain,
apabila yang mempropagandakan berlaku ramah, sopan dan ringan tangan untuk
melayani sasarannya (objeknya). Tak ubahnya dalam dunia dakwah, jika seseorang
da’I mempunyai kepribadian yang menarik, karena keramahan, kesopanan dan
keringanan-keringanannya insya Allah akan berhasil dakwahnya. Sebaliknya jika
mem[unyai kepribadian yang tidak menarik atau membosankan karena sifat yang
tidak menarik hati tentulah pekerjaan kecil kemungkinannya dapt berhasil.[8] Seperti firman Allah surat
Ali-Imran ayat 159:
$yJÎ6sù 7pyJômu‘ z`ÏiB «!$# |MZÏ9 öNßgs9 ( öqs9ur |MYä. $ˆàsù xá‹Î=xî É=ù=s)ø9$# (#q‘ÒxÿR]w ô`ÏB y7Ï9öqym ( ß#ôã$$sù öNåk÷]tã öÏÿøótGó™$#ur öNçlm; öNèdö‘Ír$x©ur ’Îû ÍöDF{$# ( #sŒÎ*sù |MøBz•tã ö@©.uqtGsù ’n?tã «!$# 4 ¨bÎ) ©!$# =Ïtä† tû,Î#Ïj.uqtGßJø9$# ÇÊÎÒÈ
Artinya: Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu
Berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi
berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu
ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan
mereka dalam urusan itu[246]. kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad,
Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertawakkal kepada-Nya.
Maksudnya:
urusan peperangan dan hal-hal duniawiyah lainnya, seperti urusan politik,
ekonomi, kemasyarakatan dan lain-lainnya.
d.
Tawadlu’
(Rendah Diri)
Rendah
hati bukankah semata-mata merasa dirinya terhina dibandingkan dengan derajat
dan martabat orang lain, akan tetapi tawadlu’ seorang da’I adalah tawadlu’ yang
berarti sopan dalam pergaulan, tidak sombong dan tidak suka menghina dan
mencela orang lain, dengan kata lain tawadlu’ adalah andap asor (dalam bahasa
jawa).
e.
Sederhana
Kesederhanaan
adalah pangkal keberhasilan dakwah. Sederhana bukanlah berarti didalam
kehidupan sehari-hari selalu ekonomis dalam memenuhi kebutuhannya, akan tetapi
sedehana disini adalah tidak bermegah-megahan, angkuh dsb. Sehingga dengan
sifat sederhana ini orang tidak merasa segan, takut kepadanya.
f.
Jujur
Kejujuran
adalah penguatnya. Orang akan percaya terhadap segala ajakannya, apabila yang
mengajak sendiri dapat dipercaya tidak pernah menyelisihi apa yang dikatakan.
Sebagaimana Rasulullah seorang pembawa agama (da’i) memiliki beberapa sifat
utama, diantaranya adalah shidiq (jujur), amanah (dapat dipercaya).
g.
Tidak
memiliki sifat egoisme
Ego
adalah suatu watak yang menonjolkan akunya, angkuh dalam pergaulan merasa
dirinya terhormat, lebih pandai dsb. Sifat inilah yang harus benar-benar
dijauhi oleh sang juru dakwah.
h.
Sifat
anthusiasme (semangat)
Semangat
berjuang harus dimiliki oleh seseorang da’I, sebab dengan sifat anthusias orang
ini akan terhindar dari rasa putus asa, kecewa dsb. Sifat-sifat ini tentu
dimiliki setiap rasul, dimana dalam memperjuangkan agama Allah beliau tanpa
putus asa meskipun terdapat berbagai corak cobaan , gangguan dan godaan yang
menghalanginya. Begitu pula seorang da’I penerus perjuangan Rasulullah, pewaris
para ulama’ sifat anthusias haruslah dimilikinya, meskipun cobaan dan kegagalan
sering melandanya.
i.
Sabar
dan Tawakkal
Dakwah
adalah melaksanakan perintah Allah, yang diwajibkan ke seluruh umat. Dan Allah
sekali-kali tidak mewajibkan kepada umat-Nya untuk selalu berhasil dalam
perjuangan dakwahnya. Oleh karena itu apabila di dalam menunaikan tugas
berdakwah mengalami beberapa hambatan dan cobaan. Hendaklah sabar dan
tawakkalkepada Allah. Sesungguhnya orang yang sabar dan tawakal adalah
perbuatan yang disukai Allah.
Sabar adalah bagian yang teramat
penting yang harus dimiliki da’i yang menginginkan keberhasilan dalam
dakwahnya. Karena, dalam menerima dakwah, manusia itu sendiri itu berbeda
pemahaman. Sabar itu memiliki pengaruh yang besar dalam jiwa manusia. Allah
memberikan kepada orang yang lemah lembut dan sabar apa yang [9]tidak
diberikan kepada orang yang suka berkeluh kesah dan marah. Rasulullah telah
bersabda:
“sesungguhnya
Allah maha lemah lembut dan cinta terhadap kelemah lembutan. Allah memberikan
kepada orang yang lemah lembut apa yang tidak diberikan kepada orang yang kasar
dan tidak pula kepada yang lainnya.”
j.
Memiliki
jiwa tolerans
Banyak
orang yang mengatakan adalah mengikuti jejak lingkungannya, hal ini bukanlah
toleransi adalah seperti bahasa jawa”empan mawa papan”. artinya dimana
tempatnya seorang da’I harus dapat mengadaprtasikan dirinya dalam artian
positif. Firman Allah surat AL-Kafirun ayat 6:
ö/ä3s9 ö/ä3ãYƒÏŠ u’Í<ur ÈûïÏŠ ÇÏÈ
Artinya: untukmu agamamu, dan untukkulah,
agamaku."
k.
Sifat
terbuka (demokratis)
Seorang
da’I adalah manusia, yang mana manusia adalah makhluk yang jauh dari kesempurnaan,
pabrik salah dan gudang lupa. Oleh karena itu seorang da’I agar dakwahnya
berhasil diharuskan memiliki sifat terbuka. Artinya bila ada kritik dan saran
hendaknya diterima dengan hati gembira, mengalami kesulitan sanggup
memushawarahkan dan tidak berpegang teguh pada pendapat yang kurang baik.
l.
Tidak
memiliki penyakit hati
Sombong,
dengki, ujub, iri dan sebagainya haruslah disingkirkan dalam hati sanubari
seseorang yang hendak da’wah. Sebab tanpa dibersihkan dari sifat itu tak
mungkin orang tercapai tujuan dakwahnya. Oleh karena itu Rasululloh, seorang
da’I international, pembawa islam di dunia, terlebih dahulu beliau dibersihkan
oleh Allah dari kotoran-kotoran yang ada pada kolbunya.
Salah
satu contoh dengki orang akan merasa iri bila temannya bahagia di dunia dan
akhirat. Dari gambar ini mana mungkin orang akan mengajak orang lain kepada
kebaikan, bila diri sendirinya iri kepada orang lain sebagai sasaran dakwahnya.
2.
Sikap seorang da’i
Sikap
seorang da’I sangat mendapatkan perhatian serius dari sasaran dakwahnya.
Kebanyakan orang melihat sikap orang terlebih dahulu, daripada melihat
ajakannya, walaupun dikatakan dalam hadits:
Artinya: “lihatlah apa yang dikatakan dan janganlah
kamu melihat siapa yang mengatakan”. (Al-Hadits)
Oleh karena itu, keberhasilan
dakwahnya seorang da’I setidak-tidaknya memiliki sikap sebagai berikut:
a.
Berakhlak
Mulia
Berbudi
pekerti yang baik (akhlaqul karimah) sarat mutlak yang harus dimiliki oleh
siaputama adalah akhlakapun, apalagi seorang da’i. bahkan Prof. Dr. Hamnka
pernah mengatakan dalam bukunya prinsip dan kebijaksanaan Da’wah Islam halaman
153 adalah: “Alat dakwah yang sangat”.
Seorang
da’I dapat berhasil, jika ia memiliki akhlak yang mulia. Sebaliknya jika ia
berakhlak yang jelek, tunggulah kegagalannya.
b.
Hing
ngarsa asung tuladha, hing madya mangan karsa, tutwuri handayani.
Ki
Hajar Dewantoro bapak pendidikan Indonesia secara tegas mengatakan:
“Hing ngarsa asung tuladha”
“Hing Madya mangan karsa”
“Tutwuri handayani”.
Pendapat KH dewantoro harus pula
dimilik seorang da’i. Hing ngrasa asung tuladha: artinya seorang da’I yang
merupakan orang terkemuka di tengah-tengah masyarakat haruslah dapat menjadi
teladan yang baik bagi masyarakat. Bila amar ma’ruf (menyuruh orang untuk
berbuat kebaikan) haruslah mendahului menjalankannya dan bila nahi munkar
(melarang orang untuk tidak berma’siat) ia harus paling dulu untuk menjauhinya.
Sebagaimana firman Allah surat al-Ahzab ayat 21:
ô‰s)©9 tb%x. öNä3s9 ’Îû ÉAqß™u‘ «!$# îouqó™é& ×puZ|¡ym `yJÏj9 tb%x. (#qã_ötƒ ©!$# tPöqu‹ø9$#ur tÅzFy$# tx.sŒur ©!$# #ZŽÏVx. ÇËÊÈ
Artinya:
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu
(yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat
dan Dia banyak menyebut Allah.
Hing madya mangun karsa: artinya
bila ditengah-tengah massa, hendaknya dapat memberi semangat, agar mereka
senantiasa mengerjakan, mengikuti segala ajaknnya.
Tutwuri handayani: artinya bila
bertempat dibelakang, mengikutinya dan memberi bimbingan-bimbingan agar lebih
meningkat amalan keimanannya.
c.
Disiplin
dan bajaksana
Acuh
tak acuh adalah perbuatan yang sangat tidak disenangi oleh orang lain. Oleh
karena itu disiplin dalam artian sangat diperlukan oleh seorang da’I dalam
mengemban tugasnya sebagai muballigh. Begitupun bijaksana dalam menjalankan
tugasnya sangat berperan di dalam mencapai keberhasilan dakwahnya.
d.
Wira’I
dan berwibawa.
Sikap yang wira;I dapat menjauhkan
perbuatan-perbuatan yang kurang berguna dan mengindahkan amal saleh, salah satu
hal yang dapat menimbulkan kewibawaan seorang da’i. sebab kewibawaan merupakan
faktor yang mempengaryhi seseorang akan peraya menerima ajakannya.
e.
Tanggung
jawab
f.
Berpandangan
yang luas
Seorang
da;I dalam menentukan strategi dakwahnya sangat memerlukan pandangan yang sangat
jauh, tidak fanatik terhadap satu golongan saja dan waspada dalam menjalankan
tugasnya. Sebab dengan sikap demikian akan kekurangan cara (metode) untuk
mengajak manusia ke jalan Allah.
3.
Berpengetahuan yang cukup
Beberapa
pengetahuan, kecakapan dan keterampilan tentang dakwah, sangat menentukan corak
strategi dakwah. Seorang da’I di dalam kepribadiannya harus pula di lengkapi
dengan ilmu pengetahuan, agar pekerjaannya dapat mencapai hasil yang efektif
dan efisien. Pengetahuan seorang da’I meliputi pengetahuan yang berhubungan
dengan materi dakwah yang disampaikan dan ilmu-ilmu yang erat hubungannya
dengan tehnik-tehnik dakwah.[10]
B. Kepribadian yang bersifat Jasmaniah
1. Sehat Jasmani
Dakwah
memerlukan akal yang sehat, sedangakn akal yang sehat terletak pada badan yang
sehat atau kata Aristoteles “Men sana in copore sano”. Oleh karena itu seorang
da’I memerlukan kesehatan jasmani.
Sebenarnya
aktivitas dakwah dapt juga dilakukan oleh orang yang tidak sehat jasmaninya,
akan tetapi bilamana seorang da’I yang profesional yang berdakwah dengan
sasaran yang berjumlah banyak maka kesehatan jasmani masih pula diharuskan.
Sebab kondisi badan yang tidak memungkinkan sedikit banyak akan mengurangi
kegairahan dan kebersediaannya untuk melakukan aktivitas dakwah.
2. Berpakaian Necis
Pakaian laksana mahkota indah bagi setiap manusia. Pakaian yang
sopan, praktis dan pantas mendorong pula rasa simpati seseorang kepada orang
lain, bahkan dampak pakaian seperti itu menambah kewibawaannya. Bagi seorang
da;I masalah pakaian ini perlu juga harus mendapatkan perhatian yang serius,
sebab pakaian yang dipergunakan menunjukkan kepribadiannya. Misalnya hobi
pakaian yang kotor menunjukkan menunjukkan kepribadian seseorang yang kotor
(koproh: bahasa jawa), pakaian selalu bersih dan rapi menunjukkan kepribadian
yang bersih (resikan: bahasa jawa), dan sebagainya.
Adapun
yang dimaksud dengan pakaian yang necis dan pantas adalah pakaian yang serasi
antara tempat, suasana, keadaan tubuhnya. Dan bukan berarti pakaian yang serba
baik, serba baru dan serba mahal. Mengenai serasi atau tidaknya, hal ini
memanglah sangat tergantung pada kepribadiannya masing-masing, dengan catatan
masih dalam kalangan manusia pada umumnya.
2.3 Prinsip-prinsip Berdakwah
Prinsip adalah dasar, asal-usul. Secara
terminologis, prinsip adalah sesuatu yang menjadi asal-usul atau dasar
terjadinya hal-hal lain (prinsip kejadian), juga asas atau dasar munculnya
pengetahuan dan pemikiran lebih lanjut (prinsip pemikiran). Hassan Shadili et.al (Eds.), Ensiklopedi Indonesia, jilid 5 (Jakarta: Ichtiar Baru-Van Hoeve,) h.
2772.[11]
Prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Berda’wah
dan bertabligh
Sebenarnya
sejak 1959, gerakan da’wah di negeri kita ini telah menjadi suatu gerakan yang
mulai hidup, mulai jadi perhatian.
Di
zaman yang sudah-sudah belu lagi populer pemakaian kata-kata dakwah itu. Yang
banyak dipergunakan ialah kata-kata tabligh. Kedua kata-kata tabligh itu hampir
sama artinya. Tapi akan jelas kelak bahwa da’wah itu lebih umum, lebih luas
dari semata-mata kata tabligh.
Adapun
tabligh yang kita artikan menyampaikan, seruan. Kalau da’wah ialah menyeru.
Allah SWT sendiri yang memakai kedua perkataan ini memerintahkan kepada nabi.
Tentang perkara tabligh, Allah berfirman : (surat al-Maidah 67).[12]
* $pkš‰r'¯»tƒ ãAqß™§9$# õ÷Ïk=t/ !$tB tAÌ“Ré& šø‹s9Î) `ÏB y7Îi/¢‘ ( bÎ)ur óO©9 ö@yèøÿs? $yJsù |Møó¯=t/ ¼çmtGs9$y™Í‘ 4 ª!$#ur šßJÅÁ÷ètƒ z`ÏB Ĩ$¨Z9$# 3 ¨bÎ) ©!$# Ÿw “ωöku‰ tPöqs)ø9$# tûïÍÏÿ»s3ø9$# ÇÏÐÈ
Artinya: Hai
Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. dan jika
tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak
menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia[430].
Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.
Jadi
ayat ini sebagai dorongan wajib kepada nabi menyampaikan tablighnya.
Berdasarkan pada ayat ini, tabligh itu menjadi tiang seperti tiang agama Islam.
Da’wah dalam kata-kata lain, atau tabligh dalam kata-kata yang terbatas, ini
rata-rata tidak berhenti karena nabi wafat. Nabi telah wafat tepat apa yang
dikatakan Abu Bakar tepat sesudah Nabi wafat. Jenazah beliau dikubur, masih
terhantar di atas tempat tidur. Sahabat sahabat kebingungan.
2. Islam
tidak dimajukan dengan pedang
Banyak
orang mengatakan bahwa agama islam di majukan dengan pedang, di jalankan dengan
paksa.[13]
Untuk sementara waktu pandangan itu bisa laku kepada orang-orang yang
membicarakannya tidak dengan ilmu dan pendidikan. Tapi kalau di selidiki jalan
peperangan peperangan yang terjadi pada masa nabi itu, bukan agama islam
disiarkan dengan pedang segala halangan yang di cobakan orang untuk menghalangi
da’wah. Ini penting dan mesti diingat. Masuk kesuatu negeri, ditawarkan kepada
penduduk negeri itu, agama tidak dipaksakan, boleh diteruskan agama mereka,
tapi bayar jizyah. Kadang-kadang jizyah yang dibayarkan oleh orang-orang yang
tidak mau masuk islam lebih ringan dari zakat yang dibayar oleh orang islam
sendiri.
Sehingga
ketika Umar bin Abdul azis menjadi khalifah, amir atau gubernur mesir mengirim
surat kepada beliau, Amir otu mengeluh, karena banyaknya orang yang masuk
islam, sehingga pajak pemasukan enjadi kurang pada kas negara. Khalifah
menjawab surat amir itu dengan kata-kata : “saya diutus untuk mrnjadi khalifah
dan bukan untuk memungut pajak, tapi untuk menginsyafkan orang kepada agama”.
Itu
sebabnya dalam salah satu surat nabi kepada raja Heraclius dari Romawi : “masuk
islamlah kamu, supaya engkau selamat. Bila engkau tidak mau, maka engkau
bertanggung jawab atas dosa yang dipakai oleh semua petani-petani yang berada
dalam kekuasaanmu”.
Jadi
tidak ada paksaan masuk islam, Tapi jangan menghalangi orang-orang yang mencari
kebenaran.
3. Pergaulan
dengan tetangga
Dalam
memulai pergaulan yag baik dengan tetangga itu bertemulah sebuah hadist yang
berbunyi : “selalu jibril itu memberi pesan kepadaku agar berbaik dengan
tetangga, sampai timbul sangkaku bahwa tetagga itu akan mewarisinya”.
(diriwayatkan oleh : bukhari, muslim ahmad bin hambal, abu daud dan at-tarmidzi).[14]
Maka
jika bertetangga baik ini, benar-benar dijadikan amalan oleh orang islam, kalau
ini terjadi dalam satu kampung, dipelopori oleh orang islam sendiri karena
kesadaran beragama, mau tak mau ini masih menjadi suatu da’wah yang sangat
penting. Karena tidak ada sesuatu yang melebihi budi, yang dapat menaklukan
orang dikiri-kanan.
4. Keadilan
Selain
dari berbaik dengan tetangga itu, termasuklah berlaku adil, yang benar
dibenarkan, yang salah disalahkan. Dua pokok ajaran diberikan dalam islam tentang
keadilan ini :(Al-Maidah: 8)[15]
$pkš‰r'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãYtB#uä (#qçRqä. šúüÏBº§qs% ¬! uä!#y‰pkà ÅÝó¡É)ø9$$Î/ ( Ÿwur öNà6¨ZtBÌôftƒ ãb$t«oYx© BQöqs% #’n?tã žwr& (#qä9ω÷ès? 4 (#qä9ωôã$# uqèd Ü>tø%r& 3“uqø)G=Ï9 ( (#qà)¨?$#ur ©!$# 4 žcÎ) ©!$# 7ŽÎ6yz $yJÎ/ šcqè=yJ÷ès? ÇÑÈ
Artinya: Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu
Jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi
dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum,
mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih
dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Sabda Nabi SAW:
Artinya: “barang siapa yang meyakiti orang dzimmi, maka akulah yang jadi
lawannya, akan aku tantang dia di hari kiamat. (dirawikan oleh Al-Khatib dari
abdullah bin mas’ud”.
5. Da’ah
kewajiban tiap muslim
Kemajuan
islam bukanlah bergantung pada zending atau misi tertentu, bagaimana
sebagaimana terdapat pada agama kristen, melainkan setiap orang islam asal
sudah tau agama sudah mempunyai kewajiban menyampaikan seruan agama kepada
orang yang menerimanya. Hadist mengenai hal ini telah kita kenal yaitu yang
artinya: “ sampaikanlah diriku, walauun satu ayat.[16]
6. Amar
Ma’ruf Nahi Mungkar
Bagaimanapun
kesulitan, kesusahan dan halangan yanng dihadapi namun da’wah mesti jalan
terus, bahkan lebih berat dan lebih wajib da’wah dilakukan, karena hendak
mengatasi kesulitan, kesusahan dan halangan itu.
Pokok
utama yang menyebabkan suatu da’wah akan berhasil ialah kepercayaan da’I bahwa
dalam kalangan suatu kaum muslimin itu masih banyak oranga yang baik, masih
banyak orang yang sadar, kalau diajak kepada iman.
Kelainan
memberikan da’wah, itulah yang nambah rusaknya masyarakat islam. Kadang-kadang
orang menjadi tidak peduli, menjadi masa bodoh melihat bahwa keadaan telah
berubah, yang ma’ruf di pandang mungkar. [17]Yang
mungkar mulai di pandanga ma’ruf. Ada yang melihat kenyataan itu, tetapi tidak
berani buka mulut. Ada yang hanya menolak dalam hati, sambil mengeluh, tetapi
hanya sekedar itu saja. Agama sendiri, menurut hadist yang soheh menyebutkan
yang tidak berani membuka mulut menegur yang mungkar adalah yang selemah-lemah
iman.
Nabi
bersabda :
Artinya: “barang siapa diantara kamu melihat yang mungkar, maka hendaklah diubah
dengan tangannya. Barang siapa yang tidak kkuasa mengubah dengan tangannya,
maka ubahlah dengan lidah dan jika tidak pula kuasa dengan lidah, hendahlah ubah dengan hati. Dan yang demikian
itu (dengan hati), adalah yang selemah-lemahnya iman”.
7. Da’wah
untuk membawa orang pada kebenaran
Kita
akui memang masih banyak kekurangan terdapat dalam kalangan islam sendiri.
Agamanya telah campur dengan adat akhlak yang telah jauh dari ukuran ajaran
ynag asli, sehingga kadang-kadang kebiasaan tambahan itu sudah menjadi hal yang
mesti, bahkan ditambah-tambahi, “ hilang yang asal karena yang palsu”. Tetapi
meskipun demikian kita masih melihat titik-titik terang Qur’an masih tetap
tersebar dan perhatian kepadanya tidak berkurang.[18]
8. Agama
Islam Rahmat Bagi Seluruh Alam
Agama
islam adalah agama yang diturunkan untuk seluruh manusia. Dia adalah rahmat
bagi seluruh alam.. nabi muhammad saw diutus kepada manusia untuk kemanfatan
seluruhnya.[19]
9. Tujuan
Da’wah
Bekas
utama dari da’wah itu ialah mengubah pandangan atas hidup: (al-anfal ayat 24). Dalam
ayat ini tegaslah yang jadi maksud dari da’wah, menyadarkan mnausia akan arti
yang sebenarnya dari hidup ini. Bukanlah hidup hanya semata-mata untuk makan
dan buat minum. Yang hanya makan dan minum hanyalah binatang. Seekor ular
phiton yang ringan badannya kesana kemari mencari makan , lalu ia bertemu
seorang manusia terpencil, di makannya manusia itu, di telan masuk perutnya,
sampai seluruh badan manusia tadi ditelannya bulat-bulat, sampai penuh dirinya
dengan bangkai manusia tadi . setelah keluaga manusia yang ditelannya itu
merasa kehilangan sebab kawannya tidak ada lagi, lalu meeka cari kesana kemari
tapi tidak juga ketemu.[20]
10. Cara
Da’wah Rasulullah
Setelah
seluruh tanah arab ditaklukan dan kekuasaan telah terpegang seluruhnya di
tangan rasulullah saw, ada negeri-negeri menerima islam secara langsung,
sehingga tidak ada lagi batas hak dan kewajiban diantara mereka dengan bangsa
yang menang, dan ada pula yang takluk yang mengakui membayar jizyah, sedang
mereka memeluk agama mereka yang asal, yaitu agama nasrani, namun dalam
menghadapi kedua macam golongan ini tidaklah berhenti rasulallah mengadakan
dakwah. Kepada yang telah memeluk agama isam secara langsung diadakanlah dakwah
bagaimana mengajarkan islam yang sebenarnya, bagaimana mendirikan sholat dan
meramaikan jama’ah. Sedang kepada yang masih tetap memeluk
agamanya yang mulia dan sopan santun yang tinggi, sehingga banyak pula
diantara mereka yang dengan sukarelanya memeluk agama islam karena sikap dakwah
dengan budi pekerti yang mulia itu.
Dasar
dari dakwah kepada negri yang telah takluk itu, meskipun mereka telah memeluk
islam ialah kewajiban menyampaikan tabligh sebagaimana tersebut didalam ayat 67
di surat Al-maidah .
* $pkš‰r'¯»tƒ ãAqß™§9$# õ÷Ïk=t/ !$tB tAÌ“Ré& šø‹s9Î) `ÏB y7Îi/¢‘ ( bÎ)ur óO©9 ö@yèøÿs? $yJsù |Møó¯=t/ ¼çmtGs9$y™Í‘ 4 ª!$#ur šßJÅÁ÷ètƒ z`ÏB Ĩ$¨Z9$# 3 ¨bÎ) ©!$# Ÿw “ωöku‰ tPöqs)ø9$# tûïÍÏÿ»s3ø9$# ÇÏÐÈ
Artinya: Hai
Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. dan jika
tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak
menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia[430].
Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.
Dalam
ayat ini dijelaskan sekali bahwa rasul belum menyempurnakan tugasnya yang utama
kalau tabligh belum beliau kerjakan. Dia tidak boleh ragu dan terhenti
mengerjakan pekerjaan yang berat ini. Nabi tidak boleh bimbang, sebab tuhan
menjamin keselamatan beliau didalam melakukan dakwah.[21]
11. Hikmat
Pertama
hendaklah memakai hikmat. Yang artinya bijaksana. Kebijaksanaan timbul dari
pada budi pekerti yang halus dan bersopan santun. Orang yang menyampaikan suatu
dakwah dengan budi pekerti yang kasar tidaklah akan berhasil. Seorang da’I
hendaklah berusaha dengan segala kebijaksanaan yang ada padanya membuka
perhatian orang yang didakwahinya, sehingga pikiran yang tertutp itu menjadi
terbuka namun Muhammad saw mengajarkan diantara memakai hikmat itu ialah dengan
sabda beliau.[22]
12. Berita
Gembira dan Ancaman
Di
dalam surat yang ke 22, yaitu surat fatirhir, ayat 24 Allah memberikan
ketegasan : Di ayat ini dijelaskan bahwasannya kepada setiap ummat, kepada
setiap bangsa, Allah Ta’ala telah mengirimkan utusan_Nya. Pada ayat pertama di
jelaskan bahwa yang terlebih dahulu disebutkan ialah basyir, dan sesudah itu
barulah disebut Nadzir.[23]
13. Tenaga
khusus untuk berdakwah
Sudah
dapat difahamkan bahwa semua pihak islam itu wajib berda’wah. Semuanya sekedar
ilmunya, kesanggupannya, arahannya dan sistematikanya sehingga betapapun,
hebatnya perjuangan dari segi yang lain, sampai mengenai peperangan sekalipun,
namun da’wah mesti jalan terus.[24]
14. Hijrah
suatu keharusan
15. Bahan
dakwah dan pembentukan jama’ah
Dijelaskan
dalam al-qur’an, demikian juga dalam hadist-hadist rasulullah saw tenteng apa
yang didakwahkan dan sikap melakukan da’wah. Yang utama sekali dida’wahkan itu
lain tidak, hanyalah kebaikan.
Hal ini dijelaskan dalam ql-qur’an,
surat Ali Imran ayat 104 dan 105.
Dalam
ayat ini dijelaskan tujuan da’wah. Yang terutama sekali lain tidak adalah
mengajak orang agar semuanya menuju yang
baik.[25]
16. Mengambil
contoh teladan pada Nabi SAW
Sekarang
datanglah kesimpulan terakhi dari pada uraian bagian ini: dari dalil-dalil yang
kita kumpulkan itu dapatlah diketahui bahwasannya perintah yang diberikan allah
kepada nabi tentang melakukan da’wah adalah perintah juga kepada kita ummatnya.
Barulah boleh dikatakan bahwa perintah itu hanya khususiat (hanya kepada
beliau) saja kalau kita bertemu dalilnya yang dapat dipertanggung jawabkan.
Nabi disuruh melakukan da’wah, dengan memakai hikmat, pelajaran yang baik dan
pertukaran fikiran yang baik. Perintah kepada nabi ini dengan sendirinya
perintah juga kepada ummatnya, supaya kita sebagai ummatnya menyambung usaha
da’wah yang dilakukan nabi itu. Apalagi karena telah ada dalil pula dari sabda
Allah sendiri dalam Surat Al-ahzaab ayat 21.[26]
ô‰s)©9 tb%x. öNä3s9 ’Îû ÉAqß™u‘ «!$# îouqó™é& ×puZ|¡ym `yJÏj9 tb%x. (#qã_ötƒ ©!$# tPöqu‹ø9$#ur tÅzFy$# tx.sŒur ©!$# #ZŽÏVx. ÇËÊÈ
Artinya: Sesungguhnya telah ada pada (diri)
Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap
(rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari
penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa dakwah adalah
kegiatan atau usaha memanggil orang muslim mau pun non-muslim, dengan cara
bijaksana, kepada Islam sebagai jalan yang benar, melalui penyampaian ajaran
Islam untuk dipraktekkan dalam kehidupan nyata agar bisa hidup damai di dunia
dan bahagia di akhirat. Singkatnya, dakwah, seperti yang ditulis Abdul Karim
Zaidan, adalah mengajak kepada agama Allah, yaitu Islam.
Ciri-ciri
dakwah:[27]
1. Dakwah Islamiah yang asli (Syumuliah Fi Da'wah)
2. Dakwah yang bersifat Rabbani (Robbaniah Fi Da'wah)
3. Dakwah yang
membawa makna Islah
Kepribadian yang harus dimiliki oleh
seorang da’i:[28]
·
Kepribadian
yang bersifat Rohaniah
ü Sifat-sifat
seorang Da’i
a.
Iman
dan taqwa kepada Allah
b.
Tulus
ikhlas dan tidak mementingkan kepentingan diri pribadi
c.
Ramah
dan penuh pengertian
d.
Rendah
hati
e.
Sederhana
dan jujur
f.
Tidak
memiliki sifat egoisme
g.
Semangat
h.
Sabar
dan tawakkal
i.
Memiliki
jiwa tolerans
j.
Sifat
terbuka
k.
Tidak
memiliki penyakit hati
ü Sikap
seorang da’i
a.
Berakhlak
mulia
b.
Hing
ngarsa asung tuladha, hing madya mangun karsa, tutwuri handayani.
c.
Disiplin
dan bijaksana
d.
Wira;I
dan berwibawa
e.
Tanggung
jawab
f.
Berpandangan
yang luas
g.
Berpengetahuan
yang cukup
·
KEPRIBADIAN YANG BERSIFAT JASMANIAH
ü Sehat jasmani
ü Berpakaian necis
Daftar Pustaka
As-Suhaimi bin Rabah
bin Hulail bin Fawaz. 2007. Pokok-pokok
Dakwah Manhaj Salaf. Jakarta: Griya timur.
Basith, Abdul. 2005. Wacana Dakwah Kontemporer. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Hafiduddhin, didin.
1998. Dakwah Aktual. Jakarta: Gema
Insani.
Hamka. 1982. Prinsip dan Kebijaksanaan Da’wah Islam. Jakarta:
Umminda.
Munir. M. S.Ag, MA.,
2009. Metode Dakwah. Jakarta: Kencana.
Suparta, Munzier &
Hefni, Harjani. 2006. Metode Dakwah. Jakarta: Kencana.
Syukir Asmuni, 1983. Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam. Surabaya:
Al Ikhlas
[1][1]
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang
lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang
lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al-Nahl/16:125)
[2] “Dari
Abu Asim…..dari ‘Amru, bahwa Nabi Saw bersabda “Sampaikanlah apa-apa dariku
walaupun satu ayat…”(Sahih Bukhari Hadith 3202)”
[4] Asmuni
Syukir. Dasar-dasar Strategi Dakwah
Islam. (Surabaya: Al-Ikhlas, 1983). Hlm, 34.
[5] Asmuni
Syukir. Dasar-dasar Strategi Dakwah
Islam. (Surabaya: Al-Ikhlas, 1983). Hlm, 38.
[6] Fawaz
bin Hulail bin Rabbah As-Suhaimi. Pokok-pokok
Dakwah Manhaj Salaf. (Jakarta:Griya Ilmu.2007) hlm 67
[7] Fawaz
bin Hulail bin Rabbah As-Suhaimi. Pokok-pokok
Dakwah Manhaj Salaf. (Jakarta:Griya Ilmu.2007) hlm 67
[9] Fawaz
bin Hulail bin Rabbah As-Suhaimi. Pokok-pokok
Dakwah Manhaj Salaf. (Jakarta:Griya Ilmu.2007).
[10] Asmuni
Syukir. Dasar-dasar Strategi Dakwah
Islam. (Surabaya: Al-Ikhlas, 1983). Hlm, 47.
[11] M.
Ridho Syabibi. Metodologi Ilmu Da’wah. (Yogyakarta:
Pustaka Belajar. 2008)
[12] Hamka.
Prinsip dan kebijaksanaan da’wah islam.(jakarta:Umminda.1982). hal 1
[13] Ibid . hal 5
[14] Ibid. hal 10
[15] Ibid. hal 11
[16] Ibid. hal 23
[17] Ibid. hal 30
[18] Ibid. hal 35
[19] Ibid. hal 41
[20] Ibid. hal 49
[21] Ibid. hal 53
[22] Ibid. hal 56
[23] Ibid. hal 63
[24] Ibid. hal 70
[25] Ibid. hal. 80
[28] Asmuni
Syukir. Dasar-dasar Strategi Dakwah
Islam. (Surabaya: Al-Ikhlas, 1983). Hlm, 34.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar