BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masalah
Seiring dengan kemajuan teknologi, kedokteran modern dapat
melangkah dengan cepat dalam bidang terapi dan terhadap kemandulan, hal mana
wanita dapat melahirkan anak tanpa melalui persetubuhan.[1]
Eksperimen ini mulai diterapkan pada manusia pada tahun 1976 dan
tidak berhasil. Kemudian kelahiran bayi tabung pertama berhasil dilakukan setelah didahului oleh 100 eksperimen yang
gagal yaitu pada tahun 1977 M.[2]
Sejak tahun tersebut , dimulailah era baru dalam menciptakan
cara-cara baru untuk mendapatkan anak. Pusat-pusat bayi tabung pun bertebaran
di berbagai penjuru dunia, diantaranya di Arab Saudi, Kuwait, Kairo, Amman, dan
sebagian besar ibu kota di kota-kota di dunia.[3]
Karena semakin merebaknya teknologi yang seperti itu, yang awalnya
bertujuan untuk membantu bagi pasangan suami istri yang tidak bisa melahirkan
anak, namun kenyataannya saat ini banyak disalah gunakan oleh orang-orang yang
tidak menggunakan landasan syari’at Islam dalam mengembangkan teknologi bayi
tabung atau inseminasi buatan. Mereka hanya bertendensikan pada uang ataupun
yang lain.
Hal ini dikhawatirkan akan merusak peradaban umat manusia, merusak
nilai-nilai agama, moral dan budaya bangsa dan akibat negative-negatif lainnya
yang tidak terbayangkan oleh kita di masa sekarang ini. Sebab apa yang
dihasilkan dengan teknologi belum tentu bisa diterima dengan baik menurut
agama. Etika, dan hukum di masyarakat.[4]
Hal ini terbukti dengan misalnya timbulnya kasus bayi tabung di
Amerika Serikat, di mana ibu titipannya bernama Mary Beth Whitehead
dimejahijaukan karena tidak mau menyerahkan bayinya kepada keluarga Williem
Stern sesuai dengan kontraknya. Dan setelah melalui proses peradilan yang cukup
lama akhirnya Mahkamah Agung memutuskan keluarga Marry harus menyerahkan kepada
keluarga Williem Stern sesuai dengan kontrak yang dianggap sah menurut hukum di
sana.[5]
Oleh karena itu, maka dalam makalah ini akan dibahas mengenai apa
itu inseminasi buatan, bagaimana prosesnya, bagaimana hukumnya dalam pandangan
Islam, beserta dampak positif dan negative dari inseminasi buatan (bayi tabung)
tersebut.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian
inseminasi buatan (bayi tabung)?
2.
Bagaimana
proses inseminasi buatan (bayi tabung)?
3.
Apa saja dampak
positif dan negative dari inseminasi buatan (bayi tabung)?
4.
Bagaimana
pandangan Islam mengenai hukum inseminasi buatan (bayi tabung)?
C.
Tujuan
Penulisan
1.
Untuk
mengetahui pengertian inseminasi buatan (bayi tabung)
2.
Untuk
mengetahui proses inseminasi buatan (bayi tabung)
3.
Untuk
mengetahui apa saja dampak positif dan negative dari inseminasi buatan (bayi
tabung)
4.
Untuk
mengetahui pandangan Islam mengenai hukum inseminasi buatan (bayi tabung)
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Inseminasi Buatan (Bayi Tabung)
Pengertian inseminasi buatan
terjemahan dari artificial insemination. Artificial artinya
buatan atau tiruan, sedangkan insemination berasal dari kata latin inseminatus
artinya pemasukan atau penyampaian, dalam kamus artificial insemination
adalah penghamilan/pembuahan buatan. Dalam bahasa arab disebut Talqiihushsina’i
seperti terdapat dalam kitab al-fatawa karangan Mahmud Syaltut.[6]
Meskipun kita sering menyamakan
antara istilah inseminasi buatan dengan bayi tabung, namun secara teknis, kedua
istilah ini memiliki perbedan yang cukup signifikan, meskipun memiliki tujuan
yang hampir sama yakni untuk menangani masalah infertilitas atau kemandulan.
Bayi tabung merupakan teknik pembuahan (fertilisasi) antara sperma suami dan
sel telur isteri yang masing-masing diambil kemudian disatukan di luar
kandungan (in vitro) – sebagai lawan “di dalam kandungan” (in vivo)
- . Biasanya medium yang digunakan adalah tabung khusus. Setelah beberapa hari,
hasil pembuahan yang berupa embrio atau zygote itu dipindahkan ke dalam rahim.
Sedangkan teknik Inseminasi Buatan relatif lebih sederhana. Yaitu sperma yang
telah diambil dengan alat tertentu dari seorang suami kemudian disuntikkan ke
dalam rahim isteri sehingga terjadi pembuahan dan kehamilan.[7]
Jadi yang dimaksud inseminasi
buatan adalah penghamilan buatan yang dilakukan terhadap seorang wanita
tanpa melalui cara alami, melainkan dengan cara memasukkan sperma laki-laki ke
dalam rahim wanita tersebut dengan pertolongan dokter. Istilah lain yang
semakna adalah kawin suntik, penghamilan buatan dan permainan buatan.[8]
Istilah Bayi Tabung ( tube
baby) dalam bahasa kedokteran dikenal dengan sebutan “In Vitro
Fertilization and Embryo Transfer” (IVF-ET) atau dalam khazanah hukum Islam
dikenal dengan “Thifl al-Anâbîb” atau “Athfâl al-Anbûbah”. adalah bayi yang didapatkan melalui proses pembuatan yang
dilakukan diluar rahim sehingga terjadi embrio tidak secara alamiah, melainkan
dengan bantuan ilmu kedokteran.[9]
B.
Proses
Inseminasi Buatan (Bayi Tabung)
Sebagaimana diketahui, bahwa mulai terbentuknya janin
dalam rahim adalah ketika sel mani pria (spermatozoa) bertemu dengan sel telur
wanita di dalam saluran (tuba fallopi) menuju rahim hingga proses pembuahan sel
telur dengan sel sperma menjadi sempurna. Kemudian perpaduan sel itu terus
berenang di dalam rahim sehingga melekatkan dirinya pada dinding rahim, dan
tetap di situ sampai sel itu berubah menjadi embtio dan seterusnya.[10]
Proses pertemuan sel telur wanita dengan sel telur
pria yang seperti itu merupakan peristiwa natural. Akan tetapi, terkadang kita
menemui kasus dimana saluran sel (fallopi) tersumbat, sehingga sel
sperma tidak bisa terus berenang dan bertemu dengan sel telur wanita. Di lain
waktu kadang kita menemukan penyakit tidak hanya berada pada fallopi saja
tetapi juga menjalar ke rahim sehingga rahim (uterus) tidak bisa
mengandung janin. Di sini lah lalu berkembanh teknologi bayi tabung melalui
beberapa proses.[11]
Ada beberapa tehnik
inseminasi buatan yang telah dikembangkan dalam dunia kedokteran, antar lain
1. Fertilazation in Vitro (FIV)
dengan cara mengambil sperma suami dan ovum istri kemudian diproses di vitro (tabung) dan setelah dicampur
terjadi pembuahan, lalu ditransfer ke rahim istri.
2. Gamet Intra Felopian Tuba (GIFT)
dengan cara mengambil sperma suami dan ovum istri dan setelah dicampur terjadi
pembuahan, maka segera ditanam di saluran telur (Tuba palupi). Tekhnik
kedua ini terlihat lebih alamiah, sebab sperma hanya bisa membuahai ovum dituba
palupi setelah terjadi ejakulasi melalui hubungan seksual.[12]
Setelah sperma
dan sel telur dicampur didalam tabung di luar rahim (in vitro),
kemudian hasil campuran yang berupa zygote atau embrio yang dinyatakan baik dan
sehat itu ditransplantasikan ke rahim isteri atau rahim orang lain. Secara
medis, zigot itu dapat dipindahkan ke rahim orang lain. Hal ini disebabkan
karena rahim isteri mengalami gangguan antara lain : (1) kelainan bawaan rahim
(syndrome
rokytansky), (2) infeksi alat kandungan, (3) tumor rahim, dan (4)
Sebab operasi atau pengangkatan rahim yang pernah dijalani. Adapun teknik
Inseminasi Buatan lebih disebabkan karena faktor sulitnya terjadi pembuahan
alamiah karena sperma suami yang lemah atau tidak terjadinya pertemuan secara alamiah
antara sperma dan sel telur.[13]
C. Dampak Positif dan Negatif Bayi Tabung
Ketika pasangan suami istri yang tidak bisa
mempunyai anak dengan cara pembuahan di rahim, maka ada sebuah solusi yakni
dengan bayi tabung, kaena hal ini benar-benar suatu hajat. Sebagaimana dalam
kaidah ushul Fiqh
اَلْحَاجَةُ تَنْزِلُ مَنْزِلَةَ الضَّرُوْرَةِ وَالضَّرُوْرَةُ
تُبِيْحُ الْمَحْظُوْرَاتِ
“Hajat
(kebutuhan yang sangat penting itu) diperlukan seperti dalam keadaan terpaksa
(emergency). Padahal keadaan terpaksa itu membolehkan melakukan hal-hal tyang
terlarang.”
Teknologi bayi
tabung dan inseminasi buatan merupakan hasil terapan sains modern yang pada
prinsipnya bersifat netral sebagai bentuk kemajuan ilmu kedokteran dan biologi.
Sehingga meskipun memiliki daya guna tinggi, namun juga sangat rentan terhadap
penyalahgunaan dan kesalahan etika bila dilakukan oleh orang yang tidak
beragama, beriman dan beretika sehingga sangat potensial berdampak negatif dan
fatal. Oleh karena itu kaedah dan ketentuan syariah merupakan pemandu etika
dalam penggunaan teknologi ini sebab penggunaan dan penerapan teknologi belum
tentu sesuai menurut agama, etika dan hukum yangberlakudimasyarakat.[14]
Seorang pakar
kesehatan New Age dan pemimpin redaksi jurnal Integratif Medicine, DR. Andrew
Weil sangat meresahkan dan mengkhawatirkan penggunaan inovasi teknologi
kedokteran tidak pada tempatnya yang biasanya terlambat untuk memahami konsekuensi
etis dan sosial yang ditimbulkannya. Oleh karena itu, Dr. Arthur Leonard
Caplan, Direktur Center for Bioethics dan Guru Besar Bioethics di University of
Pennsylvania menganjurkan pentingnya komitmen etika biologi dalam praktek
teknologi kedokteran apa yang disebut sebagai bioetika. Menurut John Naisbitt
dalam High Tech - High Touch (1999) bioetika bermula sebagai bidang
spesialisasi paada 1960 –an sebagai tanggapan atas tantangan yang belum pernah
ada, yang diciptakan oleh kemajuan di bidang teknologi pendukung kehidupan dan
teknologi reproduksi.[15]
1) Dampak Positif Bayi Tabung
Salah satu
tujuan pernikahan adalah untuk melanjutkan keturunan agar manusia tidak punah.
Namun, ketika pernikahan sudah berlangsung, ada kalanya pasangan suami istri
itu tidak bisa dikaruniai seorang anak karena ada beberapa permasalahan di
dalam rahim seorang istri, baik dikeranakan penyakit atau hal lain.
Teknik Bayi
Tabung diperuntukkan bagi pasangan suami isteri yang mengalami masalah
infertilitas. Pasien Bayi Tabung umumnya wanita yang menderita kelainan sebagai
berikut : (1) kerusakan pada saluran telurnya, (2) lendir rahim isteri yang
tidak normal, (3) adanya gangguan kekebalan dimana terdapat zat anti terhadap
sperma di tubuh isteri, (4) tidak hamil juga setelah dilakukan bedah saluran
telur atau seteleh dilakukan pengobatan endometriosis, (5) sindroma LUV (Luteinized
Unruptured Follicle) atau tidak pecahnya gelembung cairan yang
berisi sel telur, dan (6) sebab-sebab lainnya yang belum diketahui. Sedangkan
pada suami, teknik ini diperuntukkan bagi mereka yang pada umumnya memiliki
kelainan mutu sperma yang kurang baik, seperti oligospermia atau jumlah sperma
yang sangat sedikit sehingga secara alamiah sulit diharapkan terjadinya
pembuahan.[16]
Untuk mengatasi
hal ini, maka dunia kedokteran menemukan teknologi bayi tabung dengan harapan bisa membantu
pasangan suami istri yang bermasalah tersebut. Sehinnga tujuan pernikahan untuk
melanjutkan keturunan tersebut bisa dicapai.
2) Dampak Negatif Bayi Tabung
Islam tidak
pernah memerangi dan menentang kemajuan ilmu pengetahuan. Akan tetapi
pengetahuan itu harus diukur dengan syari’at agama agar diketahui mana yang
halal dan mana yang haram. Praktik bayi tabung sekalipun bermanfaat seperti
pada kondisi pertama di atas, namun dibalik semua itu, juga mengandung bahaya
dan unsur kejahatan. Fenomena bayi tabung seringkali membuka ruang bagi manusia
untuk mencampur aduk garis keturunan. Diantaranya:
(a) Penyalahgunaan dengan meletakkan sel telur pria lain dalam rahim
istri
(b) Status bayi dikaburkan yang sering terjadi pada penderita penyakit
yang sudah tidak memiliki harapan sembuh pada janinnya lalu menyuruh dokter
untuk menggugurkan kandungan dan meminta bayi lain dengan mengubah status janin
dan sebagainya.[17]
Selain itu, ada beberapa mafsadat
lain dari praktik bayi tabung, diantaranya:
(a)
Percampuran
nasab, padahal islam sangat menjaga kesucian/kehormatan kelamin dan kemurnian
nasab, karena nasab ada kaitannya dengan kemahraman dan warisan.
(b)
Inseminasi pada
dasarnya sama dengan prostitusi, karena terjadi percampuran sperma pria dan
ovum wanita tanpa ada ikatan perkawinan yang sah.
(c)
Bayi tabung
lahir tanpa melalui proses tidak alami,
terutama bagi bayi tabung lewat ibu titipan yang menyerahkan bayinya kepada
pasangan suami istri yang punya benihnya sesuai dengan kontrak, tidak terjalin
hubungan keibuan secara alami (Luqman: 14 dan al-Ahqaf: 15).[18]
D.
Hukum
Inseminasi Buatan (Bayi Tabung) dan Anak Hasil Inseminasi Buatan dalam
Pandangan Islam
1. Hukum Inseminasi Buatan (Bayi Tabung) dalam Pandangan Islam
Inseminasi buatan dlihat dari asal sperma yang dipakai dapat dibagi
menjadi dua yaitu:
a)
Inseminasi
buatan dengan sperma sendiri atau AIH (Artificial Insemination Husband).
Untuk inseminasi buatan
pada manusia dengan sperma suami sendiri, baik dengan cara mengambil sperma
suami kemudian disuntikkan kedalam vagina atau uterus istri, maupun dengan
pembuahan diluar rahim (bayi tabung), maka hal ini dibolehkan asal keadaan suami
dan istri tersebut benar-benar membutuhkan untuk memperoleh keturunan. Hal ini
telah disepakati oleh para ulama’.[19]
Diantaranya, menurut
Muhammad Syaltut bahwa penghamilan itu menggunakan air mani si suami untuk
isterinya maka yang demikian itu masih
dibenarkan oleh hukum dan syari’at yang di ikuti masyarakat yang beradab.
Alasan lain
diperbolehkannya inseminasi buatan dengan sperma suami sendiri, karena
berhubung ada kelainan perangkat dalam diri si istri maupun suami atau suami
telah kehabisan spermanya yang telah disumbangkan kepada bank sperma ketika ia
masih subur. Terlepas dari itu semua, asal inseminasi itu dilakukan dengan
sperma suami yang sah, hal itu di bolehkan, sehingga anak yang lahir adalah
anak yang sah dan jelas ibu bapaknya.[20]
b.) Inseminasi buatan bukan dengan
sperma suami atau lazim disebut donor, disingkat AID (Artificial
Insemination Donor).
Sebaliknya, kalau inseminasi itu dilakukan dengan bantuan donor
sperma dan ovum, maka di haramkan dan hukumnya sama dengan zina, sebagai akibat
hukumnya, anak hasil inseminasi itu tidak sah dan nasabnya hanya berhubungan
dengan ibu yang melahirkannya.[21]
Dalil yang dijadikan landasan menetapkan hukum haram inseminasi
buatan dengan donor adalah sebagai berikut:
1)
Firman Allah
swt, dalam surat al-isra’ ayat 70
ô‰s)s9ur $oYøB§x. ûÓÍ_t/ tPyŠ#uä öNßg»oYù=uHxqur ’Îû ÎhŽy9ø9$# Ìóst7ø9$#ur Nßg»oYø%y—u‘ur šÆÏiB ÏM»t7ÍhŠ©Ü9$#
óOßg»uZù=žÒsùur 4’n?tã 9ŽÏVŸ2 ô`£JÏiB $oYø)n=yz WxŠÅÒøÿs? ÇÐÉÈ
“Dan
Sesungguhnya Telah kami muliakan anak-anak Adam, kami angkut mereka di daratan
dan di lautan[862], kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan kami
lebihkan mereka dengan kelebihan yang Sempurna atas kebanyakan makhluk yang
Telah kami ciptakan.”
2)
Surat At-Tin
ayat 4
ô‰s)s9 $uZø)n=y{ z`»|¡SM}$# þ’Îû Ç`|¡ômr& 5OƒÈqø)s? ÇÍÈ
“Sesungguhnya
kami Telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya” .
Kedua ayat tersebut menunjukkan
bahwa manusia diciptakan oleh Tuhan sebagai makhluk yang mempunyai kelebihan
atau keistimewaan sehingga melebihi makhluk than yang lainnya. Dalam hal ini
inseminasi buatan dengan donor pada hakikatnya dapat merendahkan harkat manusia
sejajar dengan tumbuh-tumbuhan dan hewan yang di inseminasi.[22]
3)
Hadist Nabi
Muhammad SAW
لاَيَحِلُّ لِإمْرِئٍ يُؤْمِنُ بِااللهِ وَالْيَوْمِ الْأَخِرِأَنْ
يَسْتَقِيَ مَاءَهُ زَرْعَ غَيْرِهِ
“ Tidak halal bagi seseorang yang beriman
kepada Allah dan hari akhir menyiramkan airnya (sperma) pada tanaman orang lain
(istri orang lain)” (HR Abu Dawud, Tirmidzi, dan dipandang sohih oelh Ibnu
Hibban)
Berdasarkan hadis tersebut para
ulama’ sepakat mengharamkan inseminasi buatan pada manusia dengan donor sperma
atau ovum, karena kata maa’ dalam bahasa arab bisa berarti air hujan
atau air secara umum, seperti dalam Taahaa: 53. Juga bisa berarti benda cair
atau sperma sperti dalam an-nuur: 45 dan ath-Thaariq: 6.[23]
4)
Kaidah Hukum
Fiqih
دَرْءُالْمَفَاسِدِمُقَدَّمٌ عَلَى جَلْبِ الْمَصَالِحِ
“Menghindari mafsadat
harus didahulukan atas menarik kebaikan”
2.
Hukum Anak
Hasil Inseminasi buatan
a)
Hukum anak
hasil inseminasi buatan dengan sperma dan sel telur pasangan suami istri
Untuk hukum anak hasil inseminasi
buatan (bayi tabung) yang sperma dan sel telurnya adalah milik pasangan suami
istri adalah sah, yakni nasab anak dihubungkan kepada suami dan juga kepada
ibunya yang notabene sebagai pemilik sel telur dan wanita yang telah
mengandungnya.[24]
b)
Hukum anak
hasil inseminasi buatan dengan cara donor sperma dari bukan pasangan suami
istri
Adapun mengenai status anak
inseminasi buatan dengan donor sperma atau ovum menurut hukum islam adalah
tidak sah dan statusnya sama dengan anak hasil prostitusi atau hubungan
perzinahan. Kalau kita bandingkan dengan bunyi pasal 42 UU Perkawinan No.1
tahun 1974, “anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai
akibat perkawinan yang sah” maka tampak memberi pengertian bahwa anak hasil
inseminasi buatan dengan donor itu dapat dipandang sebagai anak yang sah.
Namun, kalau kita perhatikan pasal dan ayat lain dalam UU Perkawinan ini,
terlihat sebagaimana peranan agam yang cukup dominan dalam pengesahan sesuatu yang berkaitan dengan perkawinan.
Misalnya pasal 2 ayat 1 (sahnya perkawinan), pasal 8 (f) tentang larangan
perkawinan antara dua orang karena agama melarangnya, dan lain-lain. Dan negara
kita tidak mengizinkan inseminasi buatan dengan donor sperma atau ovum, karena
tidak sesuai dengan konstitusi dan hukum yang berlaku yakni Pancasila, UUD 1945
dan bangsa Indonesia yang religious.[25]
3.
Hukum
Menggunakan Rahim Wanita Lain untuk Meletakkan Janin Hasil Inseminasi Buatan.
Hukumnya haram bila sel telur isteri yang telah
terbuahi diletakkan dalam rahim perempuan lain yang bukan isteri, atau apa
yang disebut sebagai “ibu pengganti” (surrogate mother). Begitu pula
haram hukumnya bila proses dalam pembuahan buatan tersebut terjadi antara sel
sperma suami dengan sel telur bukan isteri, meskipun sel telur yang telah dibuahi
nantinya diletakkan dalam rahim isteri. Demikian pula haram hukumnya bila
proses pembuahan tersebut terjadi antara sel sperma bukan suami dengan sel
telur isteri, meskipun sel telur yang telah dibuahi nantinya diletakkan dalam
rahim isteri bentuk
proses di atas tidak dibenarkan oleh hukum Islam, sebab akan menimbulkan
pencampuradukan dan penghilangan nasab, yang telah diharamkan oleh ajaran
Islam.[26]
Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA bahwa dia
telah mendengar Rasulullah SAW bersabda ketika turun ayat li’an :
“Siapa saja perempuan yang
memasukkan kepada suatu kaum nasab (seseorang) yang bukan dari kalangan kaum
itu, maka dia tidak akan mendapat apa pun dari Allah dan Allah tidak akan
pernah memasukkannya ke dalam surga. Dan siapa saja laki-laki yang mengingkari anaknya
sendiri padahal dia melihat (kemiripan)nya, maka Allah akan tertutup darinya
dan Allah akan membeberkan perbuatannya itu di hadapan orang-orang yang
terdahulu dan kemudian (pada Hari Kiamat nanti).” (HR. Ad
Darimi)
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas RA, dia mengatakan
bahwa Rasulullah SAW telah bersabda :
“Siapa
saja yang menghubungkan nasab kepada orang yang bukan ayahnya, atau (seorang
budak) bertuan (loyal/taat) kepada selain tuannya, maka dia akan mendapat
laknat dari Allah, para malaikat, dan seluruh manusia.” (HR.
Ibnu Majah)
Ketiga bentuk proses di atas mirip
dengan kehamilan dan kelahiran melalui perzinaan, hanya saja di dalam prosesnya
tidak terjadi penetrasi penis ke dalam vagina. Oleh karena itu laki-laki dan
perempuan yang menjalani proses tersebut tidak dijatuhi sanksi bagi pezina (hadduz zina),
akan tetapi dijatuhi sanksi berupa ta’zir*, yang besarnya diserahkan
kepada kebijaksaan hakim (qadli).[27]
Konferensi Fiqih Islam Gelombang
ketiga melarang semua bentuk penyewaan rahim. Konferensi menganggap penyewaan
rahim sesuatu yang dilarang secara tegas dalam syari’at Islam karena dirinya
sendiri, atau karena apa yang diakibatkannya, berupa percampuran nasab,
hilangnya keibuan, dan bahaya syar’I lainnya. Penyewaan rahim diharamkan karena
tidak berfungsinya rahim suami istri yang merupaka penopang bangunan syar’I
yang menghasilkan sifat keayahan dan keibuan.[28]
4.
Hukum
Menggunakan Rahim Istri Kedua untuk Menaruh Janin Hasil Fertilisasi Sel Telur
Istri Pertama dengan Sperma Suami
Apabila seorang pria menikah lebih
dari satu wanita (poligami) dan salah satu istrinya mandul, tetapi indung
telurnya masih sehat. Lalu sel telur milik istri yang mandul itu diambil dan
dibuahi dengan sel sperma suaminya yang pelaksanaanya berada di luar rahim
(dalam tabung) kemudian sel telur yang telah dibuahi itu dimasukkan ke dalam
rahim isterinya yang lain yang kondisinya sehat . selanjutnya bayi itu tetap
berada di kandungannya hingga lahir.
Mengenai hal
ini ada 2 pendapat, yakni ada ulama’ yang membolehkan dan ada juga yang
mengharamkan.
a.
Pendapat yang
memperbolehkan
Dalam Hal ini Syeikh Badrul Mutawali
Abdul Basith mengungkapkan pendapatnya, dalam hal ini perlu dibahas secara
hukumnya dari sisi halal dan haram maupun dari sisi pengaruh yang ditimbulkan.[29]
1)
Secara hukum
taklify. Hal ini halal
2)
Nasab anak
tersebut jelas bisa dihubungkan kepada pihak suami dari isteri yang memiliki
sel telur dan ke pihak isteri yang mengandung sel telur yang telah dibuahi itu.
Keduanya masih dalam ikatan suami istri. Masalahnya tentang nasab dari jalur
ibu, apakah dihubungkan kepada ibu yang memiliki sel telur ataukah kepada ibu
yang telah mengandungnya?
Allah telah menjelaskan , bahwa nasab anak itu
(laki-laki/perempuan) tetap dihubungkan kepada ibu yang mengandungnya, bukan
ibu yang memiliki sel telur, sesuai firman Allah.
÷bÎ) óOßgçG»yg¨Bé& žwÎ) ‘Ï«¯»©9$# óOßgtRô‰s9ur 4
“ ibu-ibu
mereka tidak lain hanyalah wanita yang melahirkan mereka.
Teks ayat ini jelas, apalagi
diungkapkan dalam bentuk kalimat hashar (tidak lain hanya). Jadi posisi
wanita pemilik sel telur itu hanya bagaikan ayam betina yang bertelur, tapi
anak ayam tidak dinisbatkan kepadanya, tapi kepada ayam yang mengeraminya.[30]
Selain dalil di atas, secara maknawi
, dapat dipahami bahwa sel telur yang dibuahi , ia tumbuh dan memperoleh
makanan gizi dari darah wanita yang mengandungnya, wanita yang mengalami rasa
sakit dan kelelahan. Lalu apakah rasional, bila nasab anak dihubungkan kepada
orang lain.[31]
Atas dasar ini, maka anak hasil bayi
tabung adalah anak dari ibu yang mengandung dan melahirkannya. Jadi semua hukum
yang berkaitan dengan anak dinisbatkan kepada ibunya itu, dan juga sebaliknya.
Seperti hukum warisan, kewajiban member nafkah, mengasuh, hukum mahram dan
sebagainya.[32]
Pembahasan tentang hubungan mahram
antara pemilik sel telur yang disamakan dengan status ibu yang menyusuinya,
maka ulama Hanafiyah menyebutkan status mahram wanita pemilik sel telur bagi
bayi tabung seperti itu seperti ibu sesuuan mengingat bayi itu adalah bagian
dari dirinya.[33]
b.
Pendapat yang
tidak memperbolehkan
Adapun meletakkan hasil pembuahan ke
dalam rahim istri kedua, Konferensi Fikih Islam (1404 H) telah mengharamkannya dan menyamakannya
dengan bentuk penyewaan rahim lainnya, setelah sebelumnya membolehkan lalu
menunda penetapan hukum tentangnya karena sebab-sebab berikut: “istri kedua,
yang di dalam rahimnya ditanam hasil pembuahan sel telur istri pertama, bisa
hamil lagi sebelum rahimnya tertutup untuk mengandung hasil pembuahan tersebut,
karena suaminya menyetubuhinya dalam waktu yang berdekatan dengan penanaman
hasil pembuahan. Lalu dia melahirkan anak kembar. Dan tidak diketahui mana anak
hasil pembuahan dan mana anak hasil persetubuhan. Akibatnya tercampur nasab
dari sisi ibu yang sebenarnya dari masing-masing kandungan, dan rancunya
hukum-hukum yang mengikutinya. Semua itu mendorong Konferensi untuk menunda
penetapan hukum tentang kondisi tersebut.[34]
Sebab-sebab inilah yang menyebabkan
diharamkannya bentuk peletakan janin di rahim istri kedua ini.
5.
Siapakah Ibu
dalam Penyewaan Rahim?
Mengenai permasalahan siapakah ibu
yang sesungguhnya (nasabnya) dalam hal penyewaan rahim ini, para ulama tebagi
dalam 3 pendapat:
a.
Pendapat
pertama, ibu yang sebenarnya adalah pemilik sel telur. Sedangkan pemilik rahim
yang mengandung dan melahirkannya seperti ibu penyusuan. Sebab anak mengambil
dari tubuhnya sesuatu yang lebih banyak dari yang diambil oleh anak yang
disusui dari ibu yang menyusuinya dalam penyusuan yang mengharamkan apa yang
diharamkan oleh nasab. Diantara yang mengutarakan pendapat ini adalah Dr. Mustafa
Az Zarqa’, Dr. Muhammad Nu’aim Yasin, dan Dr. Yusuf Al Qardhawi.[35]
b.
Pendapat kedua,
ibu yang sebenarnya adalah wanita yang mengandung bayi, menyusui dan
sebagainya. Sedang pemilik sel telur adalah seperti ibu penyusuan. Pendapat ini
diutarakan oleh sebagian besar Fuqaha yang berbicara tentang ini dalam
Konferensi Fiqih Islam.[36]
Pendapat yang sahih adalah pendapat
kelompok kedua, sebab ibu syar’I yang bisa mewarisi dan diwarisi adalah wanita
yang mengandung bayi. Pendapat ini diperkuat dengan dalil sebagai berikut.
Firman Allah surat Al-mujadalah ayat 2: “……..ibu-ibu mereka tidak lain
hanyalah wanita yang melahirkan mereka……….” Dalam ayat ini Allah
menjelaskan bahwa ibu yang melahirkan janin, tak ada orang lain lagi. Dalam
firman Allah juga dijelaskan dalam QS al-ahqaf ayat 15“………..ibunya
mengandung dengan susah payah (pula)……..” dan firmannya QS Luqman ayat 14
“…….ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah…..”
dengan ini, jelas bahwa ibu adalah orang yang mengandung dan melahirkan. Dialah
wanita yang mengalami kehamilan, merasakan sakit melahirkan, dan seterusnya.[37]
c.
Pendapat
ketiga, salah satu dari keduanya bukanlah ibu bagi anak. Sebab keduanya telah
terputus dari dua hubungan secara bersamaa. Salah satu hubungannya, yaitu sel
telur telah terputus dengan jelas dari wanita yang melahirkan. Dan hubungan
kedua bagi ibu, yaitu mengandung dan melahirkan, telah terputus dari pemilik
sel telur. Keayahan dan keibuan syar’I adalah sekumpulan kondisi yang
menghasilkan anak, yang pembuahannya dan pembentukannya terjadi dengan air dari
kedua orang tua di aats tempat tidur suami istri, lalu dikandung oleh sang ibu
dalam perutnya dan menetap di dalam rahimnya yang merupakan tempat yang kokoh.
Inilah dia anak yang memperoleh keayahan dan keibuan syar’i. dan ini adalah
pendapat Dr. Bakar Abu Zaid.[38]
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan beberapa hal:
1.
Inseminasi buatan (bayi tabung) adalah bayi yang
didapatkan melalui proses pembuatan yang dilakukan diluar rahim sehingga
terjadi embrio tidak secara alamiah, melainkan dengan bantuan ilmu kedokteran.
2.
Proses
pembuatan bayi tabung yaitu ada 2 teknik
a.
Fertilazation
in Vitro (FIV) dengan cara
mengambil sperma suami dan ovum istri kemudian diproses di vitro (tabung) dan setelah dicampur
terjadi pembuahan, lalu ditransfer ke rahim istri.
b.
Gamet Intra
Felopian Tuba (GIFT) dengan
cara mengambil sperma suami dan ovum istri dan setelah dicampur terjadi
pembuahan, maka segera ditanam di saluran telur (Tuba palupi).
3. Dampak positif dan negative dari pembuatan bayi tabung adalah lebih
banyak dampak negativnya. Dampak positifnya yaitu bisa membantu pasangan suami
istri yang ingin mempunyai anak tetapi rahim istri mengalami masalah karena
beebrapa penyakit sehingga tidak bisa mengandung. Adapun damoak negatifnya
yaitu bisa terjadi percampuran nasab, bertentangan dengan sunatullah, sering
disalah gunakan yakni menggunakan sperma atau sel telur yang bukan pasanga
suami istri, dan kehadiran anak hasil inseminasi sering menghasilkan konflik,
serta bayi yang lahir dari inseminasi buatan akan kekurangan kasih sayang.
4. Hukum bayi tabung dalam perspektif Islam yaitu ada beberapa hal:
a. Bayi tabung dengan sel sperma dan ovum dari pasangan suami istri
sendiri dan tidak ditransfer embrionya ke dalam rahim orang lain (ibu titipan) diperbolehkan
Islam, jika keadaan kondisi suami istri benar-benar memerlukannya (ada
hajat, jadi bukan untuk main-main), dan anak hasil inseminasi ini hukumnya sah,
termasuk hubungan nasabnya.
b. Bayi tabung dengan cara sperma atau sel telur donor diharamkan
dalam Islam. Hukumnya sama dengan zina dan anak yang lahir dari hasil
inseminasi macam ini atau bayi tabung
ini statusnya sama dengan anak yang lahir di luar perkawianan yang sah.
c. Menyewa rahim wanita lain untuk menanam janin hasil pembuahan bayi
tabung hukumnya haram menurut Islam, meskipun itu dalam bentuk apapun termasuk
rahim istri kedua (madu dari istri yang punya sel telur). Sebab mudharatnya
lebih banyak.
d. Apabila seorang suami punya dua istri sudah terlanjur melakukan
bayi tabung, kemudian sel sperma suami dibuahkan kepada sel telur istri pertama
dan karena istri pertama rahimnya berpenyakit (tidak bisa mengandung) kemudian
janin ditaruh di rahim istri kedua, maka yang berhak menjadi ibu dari anak
secara syar’I menjadi nasab dan mahram adalah ibu yang mengandungnya (yakni
istri kedua). Ini menurut kesepakatan sebagian besar ulama’ Fikih yang
melakukan Konferensi Fikih Islam tahun 1404 H.
B. Saran
Sebagai
penulis, mempunyai saran kepada pemerintah hendaknya melarang berdirinya Bank Nutfah/sperma
dan bank ovum untuk pembuatan bayi tabung, karena selain bertentangan dengan
UUD 1945, juga bertentangan dengan norma agama dan moral, serta merendahkan
harkat martabat manusia sejajar dengan hewan yang di inseminasi tanpa perlu
adanya perkawinan.
Pemerintah hendaknya hanya mengizinkan dan melayani permintaan bayi
tabung degan sel sperma dan ovum suami istri yang bersangkutan tanpa ditransfer
kedalam rahim wanita lain (ibu tititpan), dan pemerintah hendaknya juga
melarang keras dengan sanksi-sanksi hukumannya kepada dokter dan siapa saja
yang melakukan inseminasi buatan pada manusia dengan sperma dan atau ovum
donor.
[1]
Yahya Abdurrahman AL Khatib. Fikih Wanita Hamil. Qisthi Press. Jakarta.
2008. Halm. 173
[2]
Ibid.
[3]
Ibid.
[4]
Masjfuk Zuhdi. Masail Fiqhiyah. Midas Surya Grafindo. Jakarta. 1997.
Halm. 19
[5]
Ibid.
[6]
M. Ali Hasan, 1997. Masail fiqhiyah Al-Haditsah, hal 70
[8]
Ibid
[9]
Ibid.
[10]
Adil Yusuf AL Izazy. Fiqih Kehamilan. Hilal Pustaka. Pasuruan. Halm. 120
[11]
Ibid
[12]
Masjful Zuhdi. Op cit. Halm. 20
[14]
http://lusicaem.blogspot.com/2008/12/bayi-tabung-menurut-ajaran-agama-islam.html.
diakses 20 Oktober 2010
[15]
Ibid
[17]
Dr. Adil Yusuf Al Izazy. Op Cit. Halm, 121
[18]
Masjfuk Zuhdi. Op Cit. Halm. 25
[19]
Ibid hal 75
[20]
Ibid hal 76
[21]
Ibid hal 189
[22]
Ibid. Halm. 22
[23]
Ibid halm. 25
[24]
Dr. Adil Yusuf AL Izazy. Op Cit. Halm.131
[25]
Prof. dr Masjfuk Zuhdi. Op Cit.
hal 26
[26] http://lusicaem.blogspot.com/2008/12/bayi-tabung-menurut-ajaran-agama-islam.html,
Diakses 20 Oktober 2010
[27]
Ibid.
[28]
Yahya Abdurrahman Al Khatib. Op cit. Halm. 176
[29]
Dr. Adil Yusuf al Izazy. Op Cit. halm.133
[30]
Ibid
[31]
Ibid
[32]
Ibid.
[33]
Ibid
[34]
Yahya Abdurrahman. Op Cit. Halm. 180
[35]
Ibid. Halm. 185
[36]
Ibid.
[37]
Setiawan Budi utomo,. Fiqih Aktual, 2003. hal 188
[38]
Yahya Abdurrahman. Op Cit. Halm. 186
Seharusnya di hubungkan antara surah Luqman:34 dengan bayi tabung.
BalasHapusdi dalam Surah di katakan HANYA Allah saja yang tahu apa yang ada di dalam Rahim seorang Ibu, pada tafsir di jelaskan mengenai Surah ini adalah masalah Jenis Kelamin Janin HANYA Allah saja yang tahu.
Nah, sekarang siapa saja bisa menentukan jenis kelamin Janin/Embryo dan bukan HANYA monopoli Allah saja seperti yang tertulis dalam Surah Luqman:34 , ada pentingnya anda tahu tentang Kromosom XX dan Kromosom XY, juga pengetahuan tetang Bayi Tabung.
Sebelum Embryo di taruh di dalam rahim calon ibu sudah bisa di tentukan jenis kelaminnya, karena sperma bisa di teliti kromosomnya sebelum menbuahi sel telur dari calon Ibu. Contohnya Jika Sperma yang mengandung Kromosom Y membuahi Sel telur si calon ibu yang berkromosom X maka akan menjadi Laki-Laki, dst-nya (ini yg disebut EMBRYO). Jadi sebelum EMBRYO di taruh di dalam Rahim Calon Ibu maka Kelamin sudah dapat di tebak/ditentukan oleh si dokter kandungan, nggak perlu USG 4 dimensi segala. Silahkan bagi yang belum punya keturunan untuk ikut Program Bayi tabung, soal jenis kelamin bisa di ORDER dimuka.
Maklumlah di Zaman Quran di turunkan, Teknologi bayi tabung belum di temukan.
Inilah satu bukti bahwa Allah Ta’ala tidaklah Maha Tahu kalau setelah 1400 tahun setelah Quran di Turunkan siapa saja bisa tahu jenis kelamin Embryo/Janin dengan atau tanpa USG 4 Dimensi.
Lagian semua buku tafsir tentang ayat tersebut lebih mengupas ttg jenis kelamin Janin. Silahkan cari sendiri buku tafsir
Jadi jika satu saja ayat Quran tidak Valid sampai akhir zaman nanti, apakah anda berani murtad ????
Syukron