PESAN SINGKAT

Sabtu, 17 Desember 2011

bayi tabung


BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang Masalah
Seiring dengan kemajuan teknologi, kedokteran modern dapat melangkah dengan cepat dalam bidang terapi dan terhadap kemandulan, hal mana wanita dapat melahirkan anak tanpa melalui persetubuhan.[1]


Eksperimen ini mulai diterapkan pada manusia pada tahun 1976 dan tidak berhasil. Kemudian kelahiran bayi tabung pertama berhasil dilakukan  setelah didahului oleh 100 eksperimen yang gagal yaitu pada tahun 1977 M.[2]
Sejak tahun tersebut , dimulailah era baru dalam menciptakan cara-cara baru untuk mendapatkan anak. Pusat-pusat bayi tabung pun bertebaran di berbagai penjuru dunia, diantaranya di Arab Saudi, Kuwait, Kairo, Amman, dan sebagian besar ibu kota di kota-kota di dunia.[3]
Karena semakin merebaknya teknologi yang seperti itu, yang awalnya bertujuan untuk membantu bagi pasangan suami istri yang tidak bisa melahirkan anak, namun kenyataannya saat ini banyak disalah gunakan oleh orang-orang yang tidak menggunakan landasan syari’at Islam dalam mengembangkan teknologi bayi tabung atau inseminasi buatan. Mereka hanya bertendensikan pada uang ataupun yang lain.
Hal ini dikhawatirkan akan merusak peradaban umat manusia, merusak nilai-nilai agama, moral dan budaya bangsa dan akibat negative-negatif lainnya yang tidak terbayangkan oleh kita di masa sekarang ini. Sebab apa yang dihasilkan dengan teknologi belum tentu bisa diterima dengan baik menurut agama. Etika, dan hukum di masyarakat.[4]
Hal ini terbukti dengan misalnya timbulnya kasus bayi tabung di Amerika Serikat, di mana ibu titipannya bernama Mary Beth Whitehead dimejahijaukan karena tidak mau menyerahkan bayinya kepada keluarga Williem Stern sesuai dengan kontraknya. Dan setelah melalui proses peradilan yang cukup lama akhirnya Mahkamah Agung memutuskan keluarga Marry harus menyerahkan kepada keluarga Williem Stern sesuai dengan kontrak yang dianggap sah menurut hukum di sana.[5]
Oleh karena itu, maka dalam makalah ini akan dibahas mengenai apa itu inseminasi buatan, bagaimana prosesnya, bagaimana hukumnya dalam pandangan Islam, beserta dampak positif dan negative dari inseminasi buatan (bayi tabung) tersebut.

B.  Rumusan Masalah
1.    Apa pengertian inseminasi buatan (bayi tabung)?
2.    Bagaimana proses inseminasi buatan (bayi tabung)?
3.    Apa saja dampak positif dan negative dari inseminasi buatan (bayi tabung)?
4.    Bagaimana pandangan Islam mengenai hukum inseminasi buatan (bayi tabung)?

C.  Tujuan Penulisan
1.    Untuk mengetahui pengertian inseminasi buatan (bayi tabung)
2.    Untuk mengetahui proses inseminasi buatan (bayi tabung)
3.    Untuk mengetahui apa saja dampak positif dan negative dari inseminasi buatan (bayi tabung)
4.    Untuk mengetahui pandangan Islam mengenai hukum inseminasi buatan (bayi tabung)








BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pengertian Inseminasi Buatan (Bayi Tabung)
Pengertian inseminasi  buatan terjemahan dari artificial insemination. Artificial artinya buatan atau tiruan, sedangkan insemination berasal dari kata latin inseminatus artinya pemasukan atau penyampaian, dalam kamus artificial insemination adalah penghamilan/pembuahan buatan. Dalam bahasa arab disebut Talqiihushsina’i seperti terdapat dalam kitab al-fatawa karangan Mahmud Syaltut.[6]
Meskipun kita sering menyamakan antara istilah inseminasi buatan dengan bayi tabung, namun secara teknis, kedua istilah ini memiliki perbedan yang cukup signifikan, meskipun memiliki tujuan yang hampir sama yakni untuk menangani masalah infertilitas atau kemandulan. Bayi tabung merupakan teknik pembuahan (fertilisasi) antara sperma suami dan sel telur isteri yang masing-masing diambil kemudian disatukan di luar kandungan (in vitro) – sebagai lawan “di dalam kandungan” (in vivo) - . Biasanya medium yang digunakan adalah tabung khusus. Setelah beberapa hari, hasil pembuahan yang berupa embrio atau zygote itu dipindahkan ke dalam rahim. Sedangkan teknik Inseminasi Buatan relatif lebih sederhana. Yaitu sperma yang telah diambil dengan alat tertentu dari seorang suami kemudian disuntikkan ke dalam rahim isteri sehingga terjadi pembuahan dan kehamilan.[7]
Jadi yang dimaksud inseminasi  buatan adalah penghamilan buatan yang dilakukan terhadap seorang wanita tanpa melalui cara alami, melainkan dengan cara memasukkan sperma laki-laki ke dalam rahim wanita tersebut dengan pertolongan dokter. Istilah lain yang semakna adalah kawin suntik, penghamilan buatan dan permainan buatan.[8]
Istilah Bayi Tabung ( tube baby) dalam bahasa kedokteran dikenal dengan sebutan “In Vitro Fertilization and Embryo Transfer” (IVF-ET) atau dalam khazanah hukum Islam dikenal dengan “Thifl al-Anâbîb” atau “Athfâl al-Anbûbah”. adalah bayi yang didapatkan melalui proses pembuatan yang dilakukan diluar rahim sehingga terjadi embrio tidak secara alamiah, melainkan dengan bantuan ilmu kedokteran.[9]

B.  Proses Inseminasi Buatan (Bayi Tabung)
Sebagaimana diketahui, bahwa mulai terbentuknya janin dalam rahim adalah ketika sel mani pria (spermatozoa) bertemu dengan sel telur wanita di dalam saluran (tuba fallopi) menuju rahim hingga proses pembuahan sel telur dengan sel sperma menjadi sempurna. Kemudian perpaduan sel itu terus berenang di dalam rahim sehingga melekatkan dirinya pada dinding rahim, dan tetap di situ sampai sel itu berubah menjadi embtio dan seterusnya.[10]
Proses pertemuan sel telur wanita dengan sel telur pria yang seperti itu merupakan peristiwa natural. Akan tetapi, terkadang kita menemui kasus dimana saluran sel (fallopi) tersumbat, sehingga sel sperma tidak bisa terus berenang dan bertemu dengan sel telur wanita. Di lain waktu kadang kita menemukan penyakit tidak hanya berada pada fallopi saja tetapi juga menjalar ke rahim sehingga rahim (uterus) tidak bisa mengandung janin. Di sini lah lalu berkembanh teknologi bayi tabung melalui beberapa proses.[11]
Ada beberapa tehnik inseminasi buatan yang telah dikembangkan dalam dunia kedokteran, antar lain
1.    Fertilazation in Vitro (FIV) dengan cara mengambil sperma suami dan ovum istri kemudian diproses  di vitro (tabung) dan setelah dicampur terjadi pembuahan, lalu ditransfer ke rahim istri.
2.    Gamet Intra Felopian Tuba (GIFT) dengan cara mengambil sperma suami dan ovum istri dan setelah dicampur terjadi pembuahan, maka segera ditanam di saluran telur (Tuba palupi). Tekhnik kedua ini terlihat lebih alamiah, sebab sperma hanya bisa membuahai ovum dituba palupi setelah terjadi ejakulasi melalui hubungan seksual.[12]
Setelah sperma dan sel telur dicampur didalam tabung di luar rahim (in vitro), kemudian hasil campuran yang berupa zygote atau embrio yang dinyatakan baik dan sehat itu ditransplantasikan ke rahim isteri atau rahim orang lain. Secara medis, zigot itu dapat dipindahkan ke rahim orang lain. Hal ini disebabkan karena rahim isteri mengalami gangguan antara lain : (1) kelainan bawaan rahim (syndrome rokytansky), (2) infeksi alat kandungan, (3) tumor rahim, dan (4) Sebab operasi atau pengangkatan rahim yang pernah dijalani. Adapun teknik Inseminasi Buatan lebih disebabkan karena faktor sulitnya terjadi pembuahan alamiah karena sperma suami yang lemah atau tidak terjadinya pertemuan secara alamiah antara sperma dan sel telur.[13]

C.  Dampak Positif dan Negatif Bayi Tabung
Ketika  pasangan suami istri yang tidak bisa mempunyai anak dengan cara pembuahan di rahim, maka ada sebuah solusi yakni dengan bayi tabung, kaena hal ini benar-benar suatu hajat. Sebagaimana dalam kaidah ushul Fiqh
اَلْحَاجَةُ تَنْزِلُ مَنْزِلَةَ الضَّرُوْرَةِ وَالضَّرُوْرَةُ تُبِيْحُ الْمَحْظُوْرَاتِ
“Hajat (kebutuhan yang sangat penting itu) diperlukan seperti dalam keadaan terpaksa (emergency). Padahal keadaan terpaksa itu membolehkan melakukan hal-hal tyang terlarang.”
Teknologi bayi tabung dan inseminasi buatan merupakan hasil terapan sains modern yang pada prinsipnya bersifat netral sebagai bentuk kemajuan ilmu kedokteran dan biologi. Sehingga meskipun memiliki daya guna tinggi, namun juga sangat rentan terhadap penyalahgunaan dan kesalahan etika bila dilakukan oleh orang yang tidak beragama, beriman dan beretika sehingga sangat potensial berdampak negatif dan fatal. Oleh karena itu kaedah dan ketentuan syariah merupakan pemandu etika dalam penggunaan teknologi ini sebab penggunaan dan penerapan teknologi belum tentu sesuai menurut agama, etika dan hukum yangberlakudimasyarakat.[14]
Seorang pakar kesehatan New Age dan pemimpin redaksi jurnal Integratif Medicine, DR. Andrew Weil sangat meresahkan dan mengkhawatirkan penggunaan inovasi teknologi kedokteran tidak pada tempatnya yang biasanya terlambat untuk memahami konsekuensi etis dan sosial yang ditimbulkannya. Oleh karena itu, Dr. Arthur Leonard Caplan, Direktur Center for Bioethics dan Guru Besar Bioethics di University of Pennsylvania menganjurkan pentingnya komitmen etika biologi dalam praktek teknologi kedokteran apa yang disebut sebagai bioetika. Menurut John Naisbitt dalam High Tech - High Touch (1999) bioetika bermula sebagai bidang spesialisasi paada 1960 –an sebagai tanggapan atas tantangan yang belum pernah ada, yang diciptakan oleh kemajuan di bidang teknologi pendukung kehidupan dan teknologi reproduksi.[15]
1)   Dampak Positif Bayi Tabung
Salah satu tujuan pernikahan adalah untuk melanjutkan keturunan agar manusia tidak punah. Namun, ketika pernikahan sudah berlangsung, ada kalanya pasangan suami istri itu tidak bisa dikaruniai seorang anak karena ada beberapa permasalahan di dalam rahim seorang istri, baik dikeranakan penyakit atau hal lain.
Teknik Bayi Tabung diperuntukkan bagi pasangan suami isteri yang mengalami masalah infertilitas. Pasien Bayi Tabung umumnya wanita yang menderita kelainan sebagai berikut : (1) kerusakan pada saluran telurnya, (2) lendir rahim isteri yang tidak normal, (3) adanya gangguan kekebalan dimana terdapat zat anti terhadap sperma di tubuh isteri, (4) tidak hamil juga setelah dilakukan bedah saluran telur atau seteleh dilakukan pengobatan endometriosis, (5) sindroma LUV (Luteinized Unruptured Follicle) atau tidak pecahnya gelembung cairan yang berisi sel telur, dan (6) sebab-sebab lainnya yang belum diketahui. Sedangkan pada suami, teknik ini diperuntukkan bagi mereka yang pada umumnya memiliki kelainan mutu sperma yang kurang baik, seperti oligospermia atau jumlah sperma yang sangat sedikit sehingga secara alamiah sulit diharapkan terjadinya pembuahan.[16]
Untuk mengatasi hal ini, maka dunia kedokteran menemukan teknologi  bayi tabung dengan harapan bisa membantu pasangan suami istri yang bermasalah tersebut. Sehinnga tujuan pernikahan untuk melanjutkan keturunan tersebut bisa dicapai.
2)   Dampak Negatif Bayi Tabung
Islam tidak pernah memerangi dan menentang kemajuan ilmu pengetahuan. Akan tetapi pengetahuan itu harus diukur dengan syari’at agama agar diketahui mana yang halal dan mana yang haram. Praktik bayi tabung sekalipun bermanfaat seperti pada kondisi pertama di atas, namun dibalik semua itu, juga mengandung bahaya dan unsur kejahatan. Fenomena bayi tabung seringkali membuka ruang bagi manusia untuk mencampur aduk garis keturunan. Diantaranya:
(a) Penyalahgunaan dengan meletakkan sel telur pria lain dalam rahim istri
(b) Status bayi dikaburkan yang sering terjadi pada penderita penyakit yang sudah tidak memiliki harapan sembuh pada janinnya lalu menyuruh dokter untuk menggugurkan kandungan dan meminta bayi lain dengan mengubah status janin dan sebagainya.[17]
Selain itu, ada beberapa mafsadat lain dari praktik bayi tabung, diantaranya:
(a) Percampuran nasab, padahal islam sangat menjaga kesucian/kehormatan kelamin dan kemurnian nasab, karena nasab ada kaitannya dengan kemahraman dan warisan.
(b) Inseminasi pada dasarnya sama dengan prostitusi, karena terjadi percampuran sperma pria dan ovum wanita tanpa ada ikatan perkawinan yang sah.
(c) Bayi tabung lahir tanpa melalui  proses tidak alami, terutama bagi bayi tabung lewat ibu titipan yang menyerahkan bayinya kepada pasangan suami istri yang punya benihnya sesuai dengan kontrak, tidak terjalin hubungan keibuan secara alami (Luqman: 14 dan al-Ahqaf: 15).[18]
D.    Hukum Inseminasi Buatan (Bayi Tabung) dan Anak Hasil Inseminasi Buatan dalam Pandangan Islam
1.    Hukum Inseminasi Buatan (Bayi Tabung) dalam Pandangan Islam
Inseminasi buatan dlihat dari asal sperma yang dipakai dapat dibagi menjadi dua yaitu:
a)    Inseminasi buatan dengan sperma sendiri atau AIH (Artificial Insemination Husband).
   Untuk inseminasi buatan pada manusia dengan sperma suami sendiri, baik dengan cara mengambil sperma suami kemudian disuntikkan kedalam vagina atau uterus istri, maupun dengan pembuahan diluar rahim (bayi tabung), maka hal ini dibolehkan asal keadaan suami dan istri tersebut benar-benar membutuhkan untuk memperoleh keturunan. Hal ini telah disepakati oleh para ulama’.[19]
   Diantaranya, menurut Muhammad Syaltut bahwa penghamilan itu menggunakan air mani si suami untuk isterinya maka yang demikian itu  masih dibenarkan oleh hukum dan syari’at yang di ikuti masyarakat yang beradab.
   Alasan lain diperbolehkannya inseminasi buatan dengan sperma suami sendiri, karena berhubung ada kelainan perangkat dalam diri si istri maupun suami atau suami telah kehabisan spermanya yang telah disumbangkan kepada bank sperma ketika ia masih subur. Terlepas dari itu semua, asal inseminasi itu dilakukan dengan sperma suami yang sah, hal itu di bolehkan, sehingga anak yang lahir adalah anak yang sah dan jelas ibu bapaknya.[20]

 
b.) Inseminasi buatan bukan dengan sperma suami atau lazim disebut donor, disingkat AID (Artificial Insemination Donor).
Sebaliknya, kalau inseminasi itu dilakukan dengan bantuan donor sperma dan ovum, maka di haramkan dan hukumnya sama dengan zina, sebagai akibat hukumnya, anak hasil inseminasi itu tidak sah dan nasabnya hanya berhubungan dengan ibu yang melahirkannya.[21]
Dalil yang dijadikan landasan menetapkan hukum haram inseminasi buatan dengan donor adalah sebagai berikut:
1)      Firman Allah swt, dalam surat al-isra’ ayat 70
 ôs)s9ur $oYøB§x. ûÓÍ_t/ tPyŠ#uä öNßg»oYù=uHxqur Îû ÎhŽy9ø9$# ̍óst7ø9$#ur Nßg»oYø%yuur šÆÏiB ÏM»t7ÍhŠ©Ü9$#
 óOßg»uZù=žÒsùur 4n?tã 9ŽÏVŸ2 ô`£JÏiB $oYø)n=yz WxŠÅÒøÿs? ÇÐÉÈ
“Dan Sesungguhnya Telah kami muliakan anak-anak Adam, kami angkut mereka di daratan dan di lautan[862], kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang Sempurna atas kebanyakan makhluk yang Telah kami ciptakan.”
2)      Surat At-Tin ayat 4
ôs)s9 $uZø)n=y{ z`»|¡SM}$# þÎû Ç`|¡ômr& 5OƒÈqø)s? ÇÍÈ
“Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya” .
Kedua ayat tersebut menunjukkan bahwa manusia diciptakan oleh Tuhan sebagai makhluk yang mempunyai kelebihan atau keistimewaan sehingga melebihi makhluk than yang lainnya. Dalam hal ini inseminasi buatan dengan donor pada hakikatnya dapat merendahkan harkat manusia sejajar dengan tumbuh-tumbuhan dan hewan yang di inseminasi.[22]

3)      Hadist Nabi Muhammad SAW
لاَيَحِلُّ لِإمْرِئٍ يُؤْمِنُ بِااللهِ وَالْيَوْمِ الْأَخِرِأَنْ يَسْتَقِيَ مَاءَهُ زَرْعَ غَيْرِهِ
 “ Tidak halal bagi seseorang yang beriman kepada Allah dan hari akhir menyiramkan airnya (sperma) pada tanaman orang lain (istri orang lain)” (HR Abu Dawud, Tirmidzi, dan dipandang sohih oelh Ibnu Hibban)
Berdasarkan hadis tersebut para ulama’ sepakat mengharamkan inseminasi buatan pada manusia dengan donor sperma atau ovum, karena kata maa’ dalam bahasa arab bisa berarti air hujan atau air secara umum, seperti dalam Taahaa: 53. Juga bisa berarti benda cair atau sperma sperti dalam an-nuur: 45 dan ath-Thaariq: 6.[23]
4)      Kaidah Hukum Fiqih
دَرْءُالْمَفَاسِدِمُقَدَّمٌ عَلَى جَلْبِ الْمَصَالِحِ
“Menghindari mafsadat harus didahulukan atas menarik kebaikan”

2.   Hukum Anak Hasil Inseminasi buatan
a)    Hukum anak hasil inseminasi buatan dengan sperma dan sel telur pasangan suami istri
Untuk hukum anak hasil inseminasi buatan (bayi tabung) yang sperma dan sel telurnya adalah milik pasangan suami istri adalah sah, yakni nasab anak dihubungkan kepada suami dan juga kepada ibunya yang notabene sebagai pemilik sel telur dan wanita yang telah mengandungnya.[24]
b)   Hukum anak hasil inseminasi buatan dengan cara donor sperma dari bukan pasangan suami istri
Adapun mengenai status anak inseminasi buatan dengan donor sperma atau ovum menurut hukum islam adalah tidak sah dan statusnya sama dengan anak hasil prostitusi atau hubungan perzinahan. Kalau kita bandingkan dengan bunyi pasal 42 UU Perkawinan No.1 tahun 1974, “anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah” maka tampak memberi pengertian bahwa anak hasil inseminasi buatan dengan donor itu dapat dipandang sebagai anak yang sah. Namun, kalau kita perhatikan pasal dan ayat lain dalam UU Perkawinan ini, terlihat sebagaimana peranan agam yang cukup dominan dalam pengesahan  sesuatu yang berkaitan dengan perkawinan. Misalnya pasal 2 ayat 1 (sahnya perkawinan), pasal 8 (f) tentang larangan perkawinan antara dua orang karena agama melarangnya, dan lain-lain. Dan negara kita tidak mengizinkan inseminasi buatan dengan donor sperma atau ovum, karena tidak sesuai dengan konstitusi dan hukum yang berlaku yakni Pancasila, UUD 1945 dan bangsa Indonesia yang religious.[25]

3.      Hukum Menggunakan Rahim Wanita Lain untuk Meletakkan Janin Hasil Inseminasi Buatan.
Hukumnya haram bila sel telur isteri yang telah ter­buahi diletakkan dalam rahim perempuan lain yang bukan isteri, atau apa yang disebut sebagai “ibu pengganti” (surrogate mother). Begitu pula haram hukumnya bila proses dalam pembuahan buatan tersebut terjadi antara sel sperma suami dengan sel telur bukan isteri, meskipun sel telur yang telah dibuahi nantinya diletakkan dalam rahim isteri. Demi­kian pula haram hukumnya bila proses pembuahan tersebut terjadi antara sel sperma bukan suami dengan sel telur isteri, meskipun sel telur yang telah dibuahi nantinya diletakkan dalam rahim isteri bentuk proses di atas tidak dibenarkan oleh hukum Islam, sebab akan menimbulkan pencampuradukan dan penghilangan nasab, yang telah diharamkan oleh ajaran Islam.[26]

Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA bahwa dia telah mendengar Rasulullah SAW bersabda ketika turun ayat li’an :
“Siapa saja perempuan yang memasukkan kepada suatu kaum nasab (seseorang) yang bukan dari kalangan kaum itu, maka dia tidak akan mendapat apa pun dari Allah dan Allah tidak akan pernah memasukkannya ke dalam surga. Dan siapa saja laki-laki yang mengingkari anaknya sendiri padahal dia melihat (kemiripan)nya, maka Allah akan tertutup darinya dan Allah akan membeberkan perbuatannya itu di hadapan orang-orang yang terdahulu dan kemudian (pada Hari Kiamat nanti).” (HR. Ad Darimi)
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas RA, dia mengatakan bahwa Rasulullah SAW telah bersabda :
“Siapa saja yang menghubungkan nasab kepada orang yang bukan ayahnya, atau (seorang budak) bertuan (loyal/taat) kepada selain tuannya, maka dia akan mendapat laknat dari Allah, para malaikat, dan seluruh manusia.” (HR. Ibnu Majah)
Ketiga bentuk proses di atas mirip dengan kehamilan dan kelahiran melalui perzinaan, hanya saja di dalam prosesnya tidak terjadi penetrasi penis ke dalam vagina. Oleh karena itu laki-laki dan perempuan yang menjalani proses tersebut tidak dijatuhi sanksi bagi pezina (hadduz zina), akan tetapi dijatuhi sanksi berupa ta’zir*, yang besarnya diserahkan kepada kebijaksaan hakim (qadli).[27]
Konferensi Fiqih Islam Gelombang ketiga melarang semua bentuk penyewaan rahim. Konferensi menganggap penyewaan rahim sesuatu yang dilarang secara tegas dalam syari’at Islam karena dirinya sendiri, atau karena apa yang diakibatkannya, berupa percampuran nasab, hilangnya keibuan, dan bahaya syar’I lainnya. Penyewaan rahim diharamkan karena tidak berfungsinya rahim suami istri yang merupaka penopang bangunan syar’I yang menghasilkan sifat keayahan dan keibuan.[28]

4.      Hukum Menggunakan Rahim Istri Kedua untuk Menaruh Janin Hasil Fertilisasi Sel Telur Istri Pertama dengan Sperma Suami
Apabila seorang pria menikah lebih dari satu wanita (poligami) dan salah satu istrinya mandul, tetapi indung telurnya masih sehat. Lalu sel telur milik istri yang mandul itu diambil dan dibuahi dengan sel sperma suaminya yang pelaksanaanya berada di luar rahim (dalam tabung) kemudian sel telur yang telah dibuahi itu dimasukkan ke dalam rahim isterinya yang lain yang kondisinya sehat . selanjutnya bayi itu tetap berada di kandungannya hingga lahir.
Mengenai hal ini ada 2 pendapat, yakni ada ulama’ yang membolehkan dan ada juga yang mengharamkan.
a.     Pendapat yang memperbolehkan
Dalam Hal ini Syeikh Badrul Mutawali Abdul Basith mengungkapkan pendapatnya, dalam hal ini perlu dibahas secara hukumnya dari sisi halal dan haram maupun dari sisi pengaruh yang ditimbulkan.[29]
1)      Secara hukum taklify. Hal ini halal
2)      Nasab anak tersebut jelas bisa dihubungkan kepada pihak suami dari isteri yang memiliki sel telur dan ke pihak isteri yang mengandung sel telur yang telah dibuahi itu. Keduanya masih dalam ikatan suami istri. Masalahnya tentang nasab dari jalur ibu, apakah dihubungkan kepada ibu yang memiliki sel telur ataukah kepada ibu yang telah mengandungnya?
Allah telah menjelaskan , bahwa nasab anak itu (laki-laki/perempuan) tetap dihubungkan kepada ibu yang mengandungnya, bukan ibu yang memiliki sel telur, sesuai firman Allah.
÷bÎ) óOßgçG»yg¨Bé& žwÎ) Ï«¯»©9$# óOßgtRôs9ur 4
“ ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah wanita yang melahirkan mereka.
Teks ayat ini jelas, apalagi diungkapkan dalam bentuk kalimat hashar (tidak lain hanya). Jadi posisi wanita pemilik sel telur itu hanya bagaikan ayam betina yang bertelur, tapi anak ayam tidak dinisbatkan kepadanya, tapi kepada ayam yang mengeraminya.[30]
Selain dalil di atas, secara maknawi , dapat dipahami bahwa sel telur yang dibuahi , ia tumbuh dan memperoleh makanan gizi dari darah wanita yang mengandungnya, wanita yang mengalami rasa sakit dan kelelahan. Lalu apakah rasional, bila nasab anak dihubungkan kepada orang lain.[31]
Atas dasar ini, maka anak hasil bayi tabung adalah anak dari ibu yang mengandung dan melahirkannya. Jadi semua hukum yang berkaitan dengan anak dinisbatkan kepada ibunya itu, dan juga sebaliknya. Seperti hukum warisan, kewajiban member nafkah, mengasuh, hukum mahram dan sebagainya.[32]
Pembahasan tentang hubungan mahram antara pemilik sel telur yang disamakan dengan status ibu yang menyusuinya, maka ulama Hanafiyah menyebutkan status mahram wanita pemilik sel telur bagi bayi tabung seperti itu seperti ibu sesuuan mengingat bayi itu adalah bagian dari dirinya.[33]


b.    Pendapat yang tidak memperbolehkan
Adapun meletakkan hasil pembuahan ke dalam rahim istri kedua, Konferensi Fikih Islam (1404 H)  telah mengharamkannya dan menyamakannya dengan bentuk penyewaan rahim lainnya, setelah sebelumnya membolehkan lalu menunda penetapan hukum tentangnya karena sebab-sebab berikut: “istri kedua, yang di dalam rahimnya ditanam hasil pembuahan sel telur istri pertama, bisa hamil lagi sebelum rahimnya tertutup untuk mengandung hasil pembuahan tersebut, karena suaminya menyetubuhinya dalam waktu yang berdekatan dengan penanaman hasil pembuahan. Lalu dia melahirkan anak kembar. Dan tidak diketahui mana anak hasil pembuahan dan mana anak hasil persetubuhan. Akibatnya tercampur nasab dari sisi ibu yang sebenarnya dari masing-masing kandungan, dan rancunya hukum-hukum yang mengikutinya. Semua itu mendorong Konferensi untuk menunda penetapan hukum tentang kondisi tersebut.[34]
Sebab-sebab inilah yang menyebabkan diharamkannya bentuk peletakan janin di rahim istri kedua ini.
5.      Siapakah Ibu dalam Penyewaan Rahim?
Mengenai permasalahan siapakah ibu yang sesungguhnya (nasabnya) dalam hal penyewaan rahim ini, para ulama tebagi dalam 3 pendapat:
a.       Pendapat pertama, ibu yang sebenarnya adalah pemilik sel telur. Sedangkan pemilik rahim yang mengandung dan melahirkannya seperti ibu penyusuan. Sebab anak mengambil dari tubuhnya sesuatu yang lebih banyak dari yang diambil oleh anak yang disusui dari ibu yang menyusuinya dalam penyusuan yang mengharamkan apa yang diharamkan oleh nasab. Diantara yang mengutarakan pendapat ini adalah Dr. Mustafa Az Zarqa’, Dr. Muhammad Nu’aim Yasin, dan Dr. Yusuf Al Qardhawi.[35]
b.      Pendapat kedua, ibu yang sebenarnya adalah wanita yang mengandung bayi, menyusui dan sebagainya. Sedang pemilik sel telur adalah seperti ibu penyusuan. Pendapat ini diutarakan oleh sebagian besar Fuqaha yang berbicara tentang ini dalam Konferensi Fiqih Islam.[36]
Pendapat yang sahih adalah pendapat kelompok kedua, sebab ibu syar’I yang bisa mewarisi dan diwarisi adalah wanita yang mengandung bayi. Pendapat ini diperkuat dengan dalil sebagai berikut. Firman Allah surat Al-mujadalah ayat 2: “……..ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah wanita yang melahirkan mereka……….” Dalam ayat ini Allah menjelaskan bahwa ibu yang melahirkan janin, tak ada orang lain lagi. Dalam firman Allah juga dijelaskan dalam QS al-ahqaf ayat 15“………..ibunya mengandung dengan susah payah (pula)……..” dan firmannya QS Luqman ayat 14 “…….ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah…..” dengan ini, jelas bahwa ibu adalah orang yang mengandung dan melahirkan. Dialah wanita yang mengalami kehamilan, merasakan sakit melahirkan, dan seterusnya.[37]
c.       Pendapat ketiga, salah satu dari keduanya bukanlah ibu bagi anak. Sebab keduanya telah terputus dari dua hubungan secara bersamaa. Salah satu hubungannya, yaitu sel telur telah terputus dengan jelas dari wanita yang melahirkan. Dan hubungan kedua bagi ibu, yaitu mengandung dan melahirkan, telah terputus dari pemilik sel telur. Keayahan dan keibuan syar’I adalah sekumpulan kondisi yang menghasilkan anak, yang pembuahannya dan pembentukannya terjadi dengan air dari kedua orang tua di aats tempat tidur suami istri, lalu dikandung oleh sang ibu dalam perutnya dan menetap di dalam rahimnya yang merupakan tempat yang kokoh. Inilah dia anak yang memperoleh keayahan dan keibuan syar’i. dan ini adalah pendapat Dr. Bakar Abu Zaid.[38]

























BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan beberapa hal:
1.    Inseminasi  buatan (bayi tabung) adalah bayi yang didapatkan melalui proses pembuatan yang dilakukan diluar rahim sehingga terjadi embrio tidak secara alamiah, melainkan dengan bantuan ilmu kedokteran.
2.    Proses pembuatan bayi tabung yaitu ada 2 teknik
a.    Fertilazation in Vitro (FIV) dengan cara mengambil sperma suami dan ovum istri kemudian diproses  di vitro (tabung) dan setelah dicampur terjadi pembuahan, lalu ditransfer ke rahim istri.
b.    Gamet Intra Felopian Tuba (GIFT) dengan cara mengambil sperma suami dan ovum istri dan setelah dicampur terjadi pembuahan, maka segera ditanam di saluran telur (Tuba palupi).
3.    Dampak positif dan negative dari pembuatan bayi tabung adalah lebih banyak dampak negativnya. Dampak positifnya yaitu bisa membantu pasangan suami istri yang ingin mempunyai anak tetapi rahim istri mengalami masalah karena beebrapa penyakit sehingga tidak bisa mengandung. Adapun damoak negatifnya yaitu bisa terjadi percampuran nasab, bertentangan dengan sunatullah, sering disalah gunakan yakni menggunakan sperma atau sel telur yang bukan pasanga suami istri, dan kehadiran anak hasil inseminasi sering menghasilkan konflik, serta bayi yang lahir dari inseminasi buatan akan kekurangan kasih sayang.
4.    Hukum bayi tabung dalam perspektif Islam yaitu ada beberapa hal:
a.    Bayi tabung dengan sel sperma dan ovum dari pasangan suami istri sendiri dan tidak ditransfer embrionya ke dalam rahim orang lain (ibu titipan) diperbolehkan Islam, jika keadaan kondisi suami istri benar-benar memerlukannya (ada hajat, jadi bukan untuk main-main), dan anak hasil inseminasi ini hukumnya sah, termasuk hubungan nasabnya.
b.    Bayi tabung dengan cara sperma atau sel telur donor diharamkan dalam Islam. Hukumnya sama dengan zina dan anak yang lahir dari hasil inseminasi  macam ini atau bayi tabung ini statusnya sama dengan anak yang lahir di luar perkawianan yang sah.
c.    Menyewa rahim wanita lain untuk menanam janin hasil pembuahan bayi tabung hukumnya haram menurut Islam, meskipun itu dalam bentuk apapun termasuk rahim istri kedua (madu dari istri yang punya sel telur). Sebab mudharatnya lebih banyak.
d.   Apabila seorang suami punya dua istri sudah terlanjur melakukan bayi tabung, kemudian sel sperma suami dibuahkan kepada sel telur istri pertama dan karena istri pertama rahimnya berpenyakit (tidak bisa mengandung) kemudian janin ditaruh di rahim istri kedua, maka yang berhak menjadi ibu dari anak secara syar’I menjadi nasab dan mahram adalah ibu yang mengandungnya (yakni istri kedua). Ini menurut kesepakatan sebagian besar ulama’ Fikih yang melakukan Konferensi Fikih Islam tahun 1404 H.
B.  Saran
Sebagai penulis, mempunyai saran kepada pemerintah hendaknya melarang berdirinya Bank Nutfah/sperma dan bank ovum untuk pembuatan bayi tabung, karena selain bertentangan dengan UUD 1945, juga bertentangan dengan norma agama dan moral, serta merendahkan harkat martabat manusia sejajar dengan hewan yang di inseminasi tanpa perlu adanya perkawinan.
Pemerintah hendaknya hanya mengizinkan dan melayani permintaan bayi tabung degan sel sperma dan ovum suami istri yang bersangkutan tanpa ditransfer kedalam rahim wanita lain (ibu tititpan), dan pemerintah hendaknya juga melarang keras dengan sanksi-sanksi hukumannya kepada dokter dan siapa saja yang melakukan inseminasi buatan pada manusia dengan sperma dan atau ovum donor.





[1] Yahya Abdurrahman AL Khatib. Fikih Wanita Hamil. Qisthi Press. Jakarta. 2008. Halm. 173
[2] Ibid.
[3] Ibid.
[4] Masjfuk Zuhdi. Masail Fiqhiyah. Midas Surya Grafindo. Jakarta. 1997. Halm. 19
[5] Ibid.
[6] M. Ali Hasan, 1997. Masail fiqhiyah Al-Haditsah, hal 70
[7] .http://www.fathurin-zen.com/?p=85, diakses 20  Oktober 2010
[8] Ibid
[9] Ibid.
[10] Adil Yusuf AL Izazy. Fiqih Kehamilan. Hilal Pustaka. Pasuruan. Halm. 120
[11] Ibid
[12] Masjful Zuhdi. Op cit. Halm. 20
[13] http://www.fathurin-zen.com/?p=85) diakses 20 Oktober 2010
[15] Ibid
[16] http://www.fathurin-zen.com/?p=85) diakses 20 Oktober 2010
[17] Dr. Adil Yusuf Al Izazy. Op Cit. Halm, 121
[18] Masjfuk Zuhdi. Op Cit. Halm. 25
[19] Ibid hal 75
[20] Ibid hal 76
[21] Ibid hal 189
[22] Ibid. Halm. 22
[23] Ibid halm. 25
[24] Dr. Adil Yusuf AL Izazy. Op Cit. Halm.131
[25] Prof. dr Masjfuk Zuhdi. Op Cit.  hal 26
[27] Ibid.
[28] Yahya Abdurrahman Al Khatib. Op cit. Halm. 176
[29] Dr. Adil Yusuf al Izazy. Op Cit. halm.133
[30] Ibid
[31] Ibid
[32] Ibid.
[33] Ibid
[34] Yahya Abdurrahman. Op Cit. Halm. 180
[35] Ibid. Halm. 185
[36] Ibid.
[37] Setiawan Budi utomo,. Fiqih Aktual, 2003. hal 188
[38] Yahya Abdurrahman. Op Cit. Halm. 186

1 komentar:

  1. Seharusnya di hubungkan antara surah Luqman:34 dengan bayi tabung.

    di dalam Surah di katakan HANYA Allah saja yang tahu apa yang ada di dalam Rahim seorang Ibu, pada tafsir di jelaskan mengenai Surah ini adalah masalah Jenis Kelamin Janin HANYA Allah saja yang tahu.

    Nah, sekarang siapa saja bisa menentukan jenis kelamin Janin/Embryo dan bukan HANYA monopoli Allah saja seperti yang tertulis dalam Surah Luqman:34 , ada pentingnya anda tahu tentang Kromosom XX dan Kromosom XY, juga pengetahuan tetang Bayi Tabung.

    Sebelum Embryo di taruh di dalam rahim calon ibu sudah bisa di tentukan jenis kelaminnya, karena sperma bisa di teliti kromosomnya sebelum menbuahi sel telur dari calon Ibu. Contohnya Jika Sperma yang mengandung Kromosom Y membuahi Sel telur si calon ibu yang berkromosom X maka akan menjadi Laki-Laki, dst-nya (ini yg disebut EMBRYO). Jadi sebelum EMBRYO di taruh di dalam Rahim Calon Ibu maka Kelamin sudah dapat di tebak/ditentukan oleh si dokter kandungan, nggak perlu USG 4 dimensi segala. Silahkan bagi yang belum punya keturunan untuk ikut Program Bayi tabung, soal jenis kelamin bisa di ORDER dimuka.

    Maklumlah di Zaman Quran di turunkan, Teknologi bayi tabung belum di temukan.

    Inilah satu bukti bahwa Allah Ta’ala tidaklah Maha Tahu kalau setelah 1400 tahun setelah Quran di Turunkan siapa saja bisa tahu jenis kelamin Embryo/Janin dengan atau tanpa USG 4 Dimensi.

    Lagian semua buku tafsir tentang ayat tersebut lebih mengupas ttg jenis kelamin Janin. Silahkan cari sendiri buku tafsir

    Jadi jika satu saja ayat Quran tidak Valid sampai akhir zaman nanti, apakah anda berani murtad ????

    Syukron

    BalasHapus

GALERI

Photobucket