BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Perjuangan tidak pernah
mengenal kata akhir, namun cara berjuang tiap umat seringkali mengalami
perubahan searah dengan perubahan sarana-sarana perang. Pada tahun-tahun
terakhir, sering terdengar upaya beberapa kelompok muslim yang melakukan bom
bunuh diri atau juga dikenal sebagai suicide bombing dan human
bombing atau bom manusia. Istilah yang lebih tepat untuk ini adalah bom
jihad untuk membedakannya dari “bunuh diri yang memakai bom” tapi ada baiknya
jika memakai istilah bom bunuh diri karena lebih banyak digunakan, dengan
catatan bahwa istilah “bom bunuh diri” dalam makalah ini adalah dimaksud untuk
merujuk pada “bom jihad.” Secara umum ada dua reaksi para ulama dalam
menyikapinya, sebagian melarang dan sebagian lagi memuji. Kedua kelompok
tersebut sama-sama menyertakan argumen-argumennya, baik naqly maupun aqly.
Pro kontra inilah yang
mendorong untuk memilih tema hukum bom bunuh diri dalam fiqih Islam. Kejelasan
hukum syara’ sangat dibutuhkan dalam masalah yang amat krusial. Ini dikarenakan
perbedaan yang ada cukup tajam dan mengandung berbagai implikasinya baik di
dunia maupun di akhirat. Bagi mereka yang menganggap aksi bom manusia sebagai
aksi bunuh diri (‘amaliyat intihariyah), maka implikasinya kepada para
pelakunya ialah tidak diberlakukan hukum-hukum mati syahid, namun dipandang
sebagai orang hina karena berputus asa menghadapi kesulitan hidup. Di akhirat,
pelakunya dianggap akan masuk neraka, karena telah bunuh diri. Sedang bagi
mereka yang menganggap aksi bom bunuh diri sebagai aksi mati syahid (‘amaliyat
istisyhadiyah), maka implikasinya kepada para pelakunya adalah diberlakukan
hukum-hukum mati syahid. Dia dianggap sebagai pahlawan dan teladan keberanian
yang patut dicontoh dan di akhirat insya Allah akan masuk surga.
Makalah ini dengan
segala keterbatasannya mencoba menjelaskan pendapat para ulama, baik yang
melarang maupun yang membolehkan aksi bom bunuh diri. Akan dijelaskan juga
dalil-dalil dari masing-masing pendapat tersebut dan disertai analisis tarjih
untuk menjelaskan posisi penulis dalam masalah ini.
B.
Rumusan
Masalah
1. Bagaimna
pngertian bom bunuh diri?
2. Bagaimna
alasan sebagian pelaku bom bunuh diri?
3. Bagaimana
hukum pelaku bom bunuh diri?
4. Bagaimana
pendapat ulama yang membolehkan dan mengharamkan?
5. Bagaimana
tarjih dari beberapa pendapat ulama?
C.
Tujuan
Pembahasan
- Untuk mengetahui Bagaimna pngertian bom bunuh diri
- Untuk mengetahui alasan sebagian pelaku bom bunuh diri
- Untuk mengetahui hukum pelaku bom bunuh diri
- Untuk mengetahui pendapat ulama yang membolehkan dan mengharamkan
- Untuk mengetahui tarjih dari beberapa pendapat ulama
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi
Bom
Bunuh Diri
Bom bunuh diri atau
juga dikenal sebagai bom manusia (human bombing) menurut Nawaf Hail
Takruri adalah aktivitas seorang (mujahid) mengisi tas atau mobilnya dengan
bahan peledak, atau melilitkan bahan peledak pada tubuhnya, kemudian menyerang
musuh di tempat mereka berkumpul, hingga orang tersebut kemungkinan besar ikut
terbunuh.[1]
Adapun menurut Muhammad Tha’mah Al-Qadah adalah aktivitas seorang mujahid yang
melemparkan dirinya pada kematian untuk melaksanakan tugas berat, dengan
kemungkinan besar tidak selamat, akan tetapi dapat memberi manfaat besar bagi
kaum muslimin.[2]
Bom bunuh diri dalam
makalah ini tidaklah sama dengan sekedar bunuh diri biasa yang dilatarbelakangi
keputusasaan, tetapi kegiatan bunuh diri yang dilatarbelakangi keyakinan oleh
pelaku bahwa perbuatan tersebut merupakan salah satu bentuk perjuangan untuk
memperjuangkan kebenaran. Secara garis besar terdapat dua pendapat ulama dalam
masalah aksi bom manusia tersebut, yaitu sebagian membolehkan dan sebagian
lainnya mengharamkan.
B.
Alasan sebagian
Pelaku Bom Bunuh diri
Sebagian pelaku bom bunuh diri beralasan bahwa perilaku mereka adalah jihad
fiisabilillah. Jihad di dalam Islam merupakan salah satu amalan mulia, bahkan
memiliki kedudukan paling tinggi. Sebab, dengan amalan ini seorang muslim harus
rela mengorbankan segala yang dimiliki berupa harta, jiwa, tenaga, waktu, dan
segala kesenangan dunia untuk menggapai keridhaan Allah Azza wa Jalla.
Sebagaimana yang telah difirmankan Allah Ta’ala:
¨bÎ) ©!$# 3“uŽtIô©$# šÆÏB šúüÏZÏB÷sßJø9$# óOßg|¡àÿRr& Nçlm;ºuqøBr&ur cr'Î/ ÞOßgs9 sp¨Yyfø9$# 4 šcqè=ÏG»s)ム’Îû È@‹Î6y™ «!$# tbqè=çGø)uŠsù šcqè=tFø)ãƒur ( #´‰ôãur Ïmø‹n=tã $y)ym †Îû Ïp1u‘öqG9$# È@‹ÅgUM}$#ur Éb#uäöà)ø9$#ur 4 ô`tBur 4†nû÷rr& ¾ÍnωôgyèÎ/ šÆÏB «!$# 4 (#rçŽÅ³ö6tFó™$$sù ãNä3Ïèø‹u;Î/ “Ï%©!$# Läê÷ètƒ$t/ ¾ÏmÎ/ 4 šÏ9ºsŒur uqèd ã—öqxÿø9$# ÞOŠÏàyèø9$# ÇÊÊÊÈ
“Sesungguhnya Allah telah membelidari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan
Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh.
(Itu
telah menjadi)
janji yang benardari Allah di dalamTaurat, Injildan Al Quran. Dan siapakah
yang lebihmenepatijanjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual
beli yang telah kamu lakukan itu, dan Itulah kemenangan yang besar.”
(Al-Taubah: 111)
Karena amalan jihad
merupakan salah satu jenis ibadah yang disyariatkan oleh Allah Azza wa Jalla,
maka di dalam mengamalkannya pun harus pula memenuhi kriteria diterimanya suatu
amalan. Yaitu ikhlas dalam beramal dan sesuai dengan tuntunan Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam. Jika salah satu dari kedua syarat tersebut tidak
terpenuhi, maka amalan tersebut tertolak. Hal ini telah disebutkan oleh
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sebagaimana dalam hadits Abu Musa
Al-Asy’ari radhyialllahu ‘anhu:
“Ada seorang Badui datang
kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam lalu bertanya: Ada seseorang yang
berperang karena mengharapkan ghanimah (harta rampasan perang, red), ada
seseorang yang berperang agar namanya disebut-sebut, dan ada seseorang yang
berperang agar mendapatkan sanjungan, manakah yang disebut fisabilillah? Maka
jawab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
من قاتل لتكون كلمة الله هي العليا فهو في
سبيل الله
“Barangsiapa yang berperang agar kalimat
Allah itulah yang tinggi, maka itulah fisabilillah.” (Muttafaqun alaihi)
Telah diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dalam
Shahih-nya dari Abu Dzabyan, ia berkata: Aku telah mendengar Usamah bin Zaid
radhiyallahu ‘anhu bercerita:
“Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah mengutus kami
(memerangi kaum musyrikin) ke daerah Huraqah. Lalu kami pun memerangi mereka di
pagi hari secara tiba-tiba. Akhirnya, kami dapat mengalahkan mereka. Kemudian
aku bersama seseorang dari kalangan Anshar mengejar salah seorang dari mereka.
Ketika kami mendapatkan dan hendak membunuhnya, dia berkata: Laa ilaaha
illallah. Maka Anshari tersebut menahan pedangnya, namun aku (tetap) membunuhnya
dengan tombakku hingga mati. Maka ketika kami kembali, sampailah (berita ini)
kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu beliau berkata: “Wahai
Usamah, apakah engkau membunuhnya setelah dia mengucapkan Laa ilaaha illallah?”
Aku menjawab: “Dia hanya menjadikannya sebagai perlindungan (bukan dari
hatinya).” Maka beliau terus menerus mengulangi ucapannya sehingga aku
berkeinginan bahwa aku tidak masuk Islam kecuali hari itu (karena beliau merasa
besar kesalahan yang dilakukannya sehingga dengan masuk Islam bisa menghapuskan
kesalahan yang terdahulu)”.
Riwayat ini menunjukkan bahwa di dalam
mengamalkan agama Allah Subhanahu wa ta’ala, tidak cukup hanya dengan semangat
belaka, namun juga harus dibarengi dengan ilmu agar di dalam mengamalkan suatu
amalan dilakukan di atas bashirah (ilmu).
a.
Bom JW Marriot 2003
Pengeboman Jakarta 2003 (disebu tjugaPengeboman JW Marriott 2003) adalahperistiwaledakanbom di hotel JW Mariott
di kawasanMega Kuningan, Jakarta,
Indonesiapadapukul
12.45 dan 12.55 WIBtanggalSelasa, 5 Agustus2003.
Ledakan itu berasal dari bom mobil bunuh diri dengan menggunakan mobil Toyota Kijang dengan nomor polisi B 7462 ZN yang dikendarai oleh Asmar Latin
Sani. Ledakan tersebut menewaskan 12 orang dan mencederai 150 orang. Akibat peristiwa itu, Hotel JW
Marriott ditutup selama tiga minggu dan setelah melakukan operasi perlengkapan mulai reopened menyelesaikan renovasi kembal itanggal Jumat, 22 Agustus 2003. Pada 17 Juli 2009 hotel JW Marriot bersama dengan hotel Ritz-Carlton kembali diguncang bom. Bom yang terjadi dicurigai sebagai bom bunuh diri.
b.
Bom Jakarta 2009
Bom Jakarta 2009 (disebut juga Bom Mega Kuningan 2009) adalah peristiwa ledakan bom di hotel JW Mariott danRitz-Carlton di kawasan Mega Kuningan, Jakarta,
Indonesia pada pukul
07.47 dan 07.57 hari Jumat, 17 Juli 2009. Peristiwa bom bunuh diri tersebut menewaskan 9 orang korban dan melukai lebih dari 50 orang
lainnya, baik warga Indonesia maupun warga asing.
Selain dua bom rakitan berdaya ledak rendah yang meledak tersebut, sebuah bom serupa yang tidak meledak ditemukan di kamar 1808 Hotel JW Marriott yang ditempati sejak dua hari sebelumnya oleh tamu
hotel yang diduga sebagai pelaku pengeboman.
Peristiwa ini terjadi Sembilan hari sesudah Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Indonesia serta dua hari sebelum rencana kedatangan tim sepak
bola Manchester United di Hotel Ritz-Carlton yang
akan melakukan pertandingan dengan tim Indonesian
All Star pada 20 Juli 2009. Sementara itu,
tim Indonesian All Star yang
sedang menginap di Hotel JW Marriot
selamat dari bom. Hotel JW Mariott pernah menjadi target bom bunuh diri pada 5 Agustus 2003 yang memakan korban tewas 12 orang dan 150 orang luka-luka.
Setelah ditutup selama satu minggu dan setelah melakukan operasi perlengkapan mulai reopened menyelesaikan renovasi kembali tanggal Jumat, 31 Juli 2009. Polri mengumumkan identitas kedua pelaku bom bunuh diri, yaitu Dani Dwi Permana asal Bogor dan Nana Ikhwan Maulana asal Pandeglang.
Polisi mengaku mendeteksi ada 11 orang
yang diduga terlibat dalam pengeboman tersebut, termasuk Noordin M Top sebagai otak pelaku utama dan Ibrohim sebagai
orang dalam di Hotel Ritz-Carlton yang menyelun dupkan bom kedalam hotel. Polisi berhasil menangkap atau menembak mati sejumlah tersangka pelaku pengebomanlainnya,
walaupun masih ada beberap aaktor yang buron.
c.
Bom Cirebon 2011
Bom Cirebon 2011 adalah peristiwa ledakan bom bunuh diri
di masjid
yang berada di Markas Kepolisian Resor Kota (Mapolresta) Cirebon yang
terjadi pada pukul 12.15 WIB, Jumat 15 April 2011. Peristiwa ini mengakibatkan 25 orang terluka termasuk Kapolresta Cirebon. Bom
yang meledak di Mapolresta Cirebon ini merupakan bom bunuh diri yang menyebabkan sang pelaku tewas.
Bom meledak ketika salat Jumat akan dimulai sekitar pukul 12.15 WIB
yang terdengarhingga radius 2 kilometer. Bom yang meledak di dalam Masjid
menyebabkan 25 orang jama'ahsalatJumatterluka.Korbanluka-luka dibawa kerumah sakit Pelabuhan
Cirebon dan RS Tentara Cermai
Cirebon.
d.
Bom Solo 2011
Bom Solo 2011 adalah peristiwa ledakan bom bunuh diri di GBIS Kepunton,
Solo,
Jawa Tengah
yang terjadi pada pukul 10.55 WIB, Minggu, 25 September 2011. Peristiwa ini mengakibatkan 28 orang terluka dan seorang tewas yang diidentifikasi sebagai pelaku bom bunuh diri.
Pelaku pemboman tersebut diidentifikasi sebagai Ahmad Yosefa Hayat alias Ahmad
Abu Daud.
Bom meledak ketika kebaktian
di Gereja Bethel
Injil Sepenuh Kepunton selesai dan jemaat keluar dari gereja. Bom ini dibawa pelaku dalam jaket
yang dikenakan dan diledakan dengan menggunakan saklar yang diketemukan di tempat kejadian. Ledakan ini dapat didengar dalam radius 500 meter dari tempat kejadian.
e.
Bom
gagal Gading
Serpong
2011
Bom gagal Gading Serpong
2011 adalah rencana ledakan bom bunuh diri yang gagal dilakukan
di jalur pipa gas sekitar Gereja Christ
Cathedral Serpong, Tangerang
Selatan, Banten
yang direncanakan terjadipada 22 April
2011 pukul 09.00 WIB (02.00 UTC), namun berhasil digagalkan pihak kepolisian.
Menurut keterangan kepolisian, perencana pengeboman bermaksud akan menyiarkan film pasca ledakan bom tersebut. Tersangka perencana pengeboman ini berjumlah 19 orang berhasil ditangkap di tempa tterpisah oleh pihak kepolisian.
Paket bom tersebut ditemukan di dekat gereja
Christ Catherdral, tepatnya dekat jalur pipa
gas. Jumlahnya Sembilan buah dengan berat masing-masing antara 10-15 kilogram. Seorang juru kamera Global TV ditangkap polisi Jumat 22 April
2011 pagi di kawasan Jakarta
Selatan. Ia tertangkap karena diduga meliput secara langsung aksiteroris di Gereja Christ Catedral,
Serpong, Tangerang Selatan.
D.
Hukum
Pelaku Bom Bunuh Diri
Secara
garis besar terdapat dua pendapat ulama dalam masalah aksi bom manusia
tersebut, yaitu sebagian membolehkan dan sebagian lainnya mengharamkan.
1. Pendapat yang memperbolehkan
Adapun hujjah bagi kelompok yang
memperbolehkan ini antara lain:
a. Firman Allah SWT :
¨bÎ) ©!$# 3“uŽtIô©$# šÆÏB šúüÏZÏB÷sßJø9$# óOßg|¡àÿRr& Nçlm;ºuqøBr&ur cr'Î/ ÞOßgs9 sp¨Yyfø9$# 4 šcqè=ÏG»s)ム’Îû È@‹Î6y™ «!$# tbqè=çGø)uŠsù šcqè=tFø)ãƒur ( #´‰ôãur Ïmø‹n=tã $y)ym †Îû Ïp1u‘öqG9$# È@‹ÅgUM}$#ur Éb#uäöà)ø9$#ur 4 ô`tBur 4†nû÷rr& ¾ÍnωôgyèÎ/ šÆÏB «!$# 4 (#rçŽÅ³ö6tFó™$$sù ãNä3Ïèø‹u;Î/ “Ï%©!$# Läê÷ètƒ$t/ ¾ÏmÎ/ 4 šÏ9ºsŒur uqèd ã—öqxÿø9$# ÞOŠÏàyèø9$# ÇÊÊÊÈ
“Sesungguhnya Allah telah membelidari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surge untuk mereka. Mereka berperang pada jalan
Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh.
(Itu
telah menjadi)
janji yang benardari Allah di dalamTaurat, Injildan Al Quran. Dan siapakah
yang lebihmenepatijanjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual
beli yang telah kamu lakukan itu, dan Itulah kemenangan yang besar.”
(Al-Taubah: 111)
Point dari dalil ayat ini adalah,
bahwa perang di jalan Allah mempunyai resiko besar berupa kematian. Padahal
kematian ini merupakan sesuatu yang kemungkinan besar atau pasti akan terjadi
pada aksi bom manusia. Akan tetapi meski demikian, Allah SWT tetap
memerintahkannya dan memberikan pahala surga bagi yang melaksanakannya.
Perintah Allah SWT ini menunjukkan izin dari Allah untuk melaksanakannya.[4]
b.
Firman Allah SWT :
فَلْيُقَاتِلْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ
الَّذِينَ يَشْرُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا بِالْآَخِرَةِ وَمَنْ يُقَاتِلْ فِي
سَبِيلِ اللَّهِ فَيُقْتَلْ أَوْ يَغْلِبْ فَسَوْفَ نُؤْتِيهِ أَجْرًا عَظِيمًا
“Barang
siapa yang berperang di jalan Allah, lalu gugur (terbunuh) atau memperoleh
kemenangan maka kelak akan Kami berikan kepadanya pahala yang besar.”(QS. An Nisa’: 74)
Dalam ayat ini disebutkan bahwa Allah SWT menyamakan pahala
orang yang gugur dengan pahala orang yang mampu mengalahkan musuh karena
membela agama Allah. Dan orang yang melakukan aksi bom manusia, dalam hal ini
termasuk dalam kategori orang yang gugur di jalan Allah tadi, bukan termasuk
orang yang bunuh diri. Sebab andaikata termasuk orang yang bunuh diri, Allah
tidak akan memberikan pahala besar baginya, tetapi malah akan memasukkannya ke
dalam neraka, seperti keterangan dalam hadits-hadits Nabi SAW.[5]
c.
Firman Allah SWT :
وَأَنْفِقُوا
فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ
وَأَحْسِنُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
“Dan
belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan
dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.”.( QS Al Baqarah: 195)
Ayat ini tidak melarang aktivitas perang di jalan Allah yang
dapat membuat diri sendiri terbunuh. Atau dengan kata lain, membolehkan
aktivitas perang semacam itu. Dan aksi bom manusia termasuk aktivitas perang
yang dapat membuat pelakunya terbunuh. Pemahaman ini didasarkan pada penjelasan
shahabat bernama Abu Ayyub Al-Anshari yang mengoreksi pemahaman yang salah
terhadap ayat tersebut, yang dipahami sebagai larangan mengorbankan diri dalam
peperangan.[6]
Ibn Kathir dalam tafsirnya mengomentari ayat tersebut di
atas dengan menukil sebuah hadith berikut:
قال رجل للبراء بن عازب إن حملت على
العدو وحدي فقتلوني أكنت ألقيت
بيدي إلى التهلكة قال لا قال الله لرسوله ( فقاتل في سبيل الله لا تكلف إلا نفسك )
وإنما هذه في النفقة. (رواه الحاكم)[7]
“Seorang
laki-laki berkata pada Barra’bin ‘Azib: jika aku menyerang sendirian pada
musuhku kemudian mereka membunuhku, apakah aku telah “menyebabkan diriku
celaka”, Dia berkata: “tidak, Allah berfirman pada rasulNya: (maka berperanglah
di jalan Allah, tidaklah kau dibebani melainkan dengan kewajiban kamu sendiri)
sesungguhnya ayat ini turun dalam hal nafkah”
Imam Al-Qurthubi dalam kitab tafsirnya menceritakan bahwa
Abu Ayyub Al-Anshari berkata bahwa “menyebabkan diri celaka” yang dimaksud
dalam ayat adalah meninggalkan jihad di jalan Allah. Dan yang dimaksud dengan
menjatuhkan diri ke dalam kebinasaan adalah kesibukan kami mengurus harta dan
meninggalkan jihad.[8]
Al-Qadah menyimpulkan, bahwa dengan demikian, ayat ini
menunjukkan bolehnya mempertaruhkan nyawa dalam peperangan, meskipun yakin akan
terbunuh. Aksi bom manusia termasuk jenis aktivitas seperti ini.[9]
d.
Firman Allah SWT :
وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ
مِنْ قُوَّةٍ وَمِنْ رِبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِ عَدُوَّ اللَّهِ وَعَدُوَّكُمْ وَآَخَرِينَ مِنْ دُونِهِمْ لَا
تَعْلَمُونَهُمُ اللَّهُ يَعْلَمُهُمْ
“Dan
siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan
dari kuda-kuda yang ditambatkan untuk berperang (yang dengan persiapan itu)
kamu menggentarkan musuh Allah, musuhmu, dan orang-orang selain mereka yang
kamu tidak mengetahuinya namun Allah mengetahuinya.”(QS al-Anfal: 60)
Yusuf Al-Qaradhawi mengatakan bahwa aksi-aksi bom manusia
termasuk dalam bentuk jihad yang paling besar. Aksi ini termasuk dalam
aksi-aksi teror (irhab) sebagaimana yang tertera dalam ayat di atas.
e.
Hadits Nabi SAW sebagaimana riwayat Imam Muslim berikut :
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍسَبْعَةٍ
مِنْ الْأَنْصَارِ وَرَجُلَيْنِ مِنْ قُرَيْشٍ فَلَمَّارَهِقُوهُ قَالَ مَنْ
يَرُدُّهُمْ عَنَّا
وَلَهُ
الْجَنَّةُ أَوْ هُوَ رَفِيقِي فِي الْجَنَّةِ فَتَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُفْرِدَ يَوْمَ أُحُدٍ فِي قَدَّمَ رَجُلٌ مِنْ الْأَنْصَارِ فَقَاتَلَ حَتَّى قُتِلَ
ثُمَّ رَهِقُوهُ أَيْضًا فَقَالَ مَنْ يَرُدُّهُمْ عَنَّا وَلَهُ الْجَنَّةُ أَوْ هُوَ رَفِيقِي فِي الْجَنَّةِ
فَتَقَدَّمَ رَجُلٌ مِنْ الْأَنْصَارِ فَقَاتَلَ حَتَّى قُتِلَ فَلَمْ يَزَلْ كَذَلِكَ
حَتَّى قُتِلَ السَّبْعَةُ
“Diriwayatkan dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah pernah
pada Perang Uhud hanya bersama tujuh orang Anshar dan dua orang dari kaum
Quraisy. Ketika musuh mendekati Nabi SAW, beliau bersabda, “Barangsiapa bisa
menyingkirkan mereka dari kita, ia akan masuk surga, atau ia bersamaku di
surga.” Kemudian satu orang dari Anshar maju dan bertempur sampai gugur. Musuh
mendekat lagi dan Rasulullah bersabda lagi, “Barangsiapa bisa menyingkirkan
mereka dari kita, ia akan masuk surga, atau ia bersamaku di surga.” Kemudian
satu orang dari Anshar maju dan bertempur sampai gugur. Dan hal ini terus
berlangsung sampai ketujuh orang Anshar tersebut terbunuh.”
Ketika Nabi SAW mengatakan, “Barangsiapa bisa menyingkirkan
mereka dari kita, ia akan masuk surga” adalah sebuah isyarat bahwa mereka akan
terbunuh di jalan Allah, dan dalam hal ini kematian hampir dapat dipastikan.
Peristiwa ini menunjukkan bolehnya mengorbankan diri sendiri dalam perang seperti
halnya aksi bom bunuh diri dengan keyakinan akan mati di jalan Allah.
Dasar-dasar tersebut di atas menjadi landasan bagi ulama
yang memperbolehkan bom bunuh diri. Secara ringkas, mereka menganggap aksi bom
bunuh diri tidaklah sama dengan bunuh diri yang biasa; bom bunuh diri dalam
pandangan mereka merupakan wujud pengorbanan seorang muslim bagi agamanya,
seperti halnya yang terjadi dalam perang-perang melawan orang kafir yang
jelas-jelas nyawa seorang muslim dipertaruhkan, bahkan dalam banyak perang yang
jumlah muslimnya jauh lebih sedikit dari jumlah musuh, menurut perhitungan
rasional dapat dikatakan bahwa kaum muslim mencoba bunuh diri dengan melawan
pasukan yang berjumlah jauh lebih besar.
2. Pendapat yang Mengharamakan
Alasan-alasan
kelompok yang mengharamkan antara lain:
a.
Sabda Rasulullah saw tentang bunuh diri dalam beragam hadits
yang redaksinya beragam dan telah tersebar luas. Di antaranya adalah:
ومن
قتل نفسه بشيء عذب به يوم القيامة
“Barangsiapa
membunuh dirinya sendiri di dunia dengan cara apapun, maka Allah akan menghukum
dia dengan hal yang sama (yang dia lakukan yang menyebabkan dia terbunuh) di
hari kiamat”
b. Kegiatan ini mengandung sifat
membunuh orang-orang yang hidup, yang syari’ah Islam melindunginya.
c.
Kegiatan ini mengakibatkan kerusakan di bumi, mengandung
unsur perusakan harta benda dan apa-apa yang dimiliki, sementara hal itu
dilindungi.
d.
Bom bunuh diri hukumnya haram karena merupakan salah satu
bentuk tindakan keputus-asaan (al-ya’su) dan mencelakakan diri sendiri (ihlak
an-nafs), baik dilakukan di daerah damai (dar al-shulh/dar al-salam/dar
al-da’wah) maupun di daerah perang (dar al-harb).[10]
e.
Bom bunuh diri menodai citra islam.
E. Tarjih terhadap kedua pendapat
Dalam menentukan kuat tidaknya suatu fatwa, terlebih dulu
kita harus memahami secara betul objek fatwa dengan baik. Thaha Jabir Al-Alwani
ketika menyebutkan pengertian fiqih, menyatakan bahwa fiqih adalah adalah
pengetahuan seorang faqih (ahli fiqih) terhadap hukum suatu fakta (al-waqi’ah)
yang diambil dari dalil-dalil yang rinci dan parsial yang telah ditetapkan Asy
Syari’ (Allah) untuk menunjukkan hukum-hukumnya.[11]Definisi
ini mengisyaratkan satu hal penting yang harus dimiliki seorang faqih, yaitu
pengetahuan tentang fakta permasalahan (al-waqi’ah). Maka dari itu, sebagaimana
ditegaskan oleh Yusuf Al-Qaradhawi, di antara sebab-sebab kesalahan fatwa
adalah ketidakpahaman tentang masalah yang ditanyakan, sehingga keliru
menerapkan nash-nash syara’ yang dimaksud dengan kejadian yang sebenarnya.[12]
Dalam kasus bom bunuh diri ini penulis melihat adanya
kesalahan analisis yang dilakukan oleh pihak yang mengharamkan, yaitu penyamaan
antara bom bunuh diri dengan tindakan bunuh diri. Ada beberapa perbedaan antara
bunuh diri dan bom bunuh diri yang menurut hemat penulis dapat menyebabkan
berbedanya hukum antara keduanya. Berikut ini adalah perbedaan-perbedaan
tersebut
Pertama, Motivasi. Motivasi orang yang melakukan aksi bom manusia
adalah keinginan untuk menegakkan kalimat Allah SWT. Sedangkan orang yang bunuh
diri, jelas tidak punya keinginan untuk menegakkan kalimat Allah, melainkan
ingin mengakhiri hidup karena berbagai kesulitan duniawi yang tidak sanggup
lagi dipikul, seperti penyakit berat, kegagalan cinta, kebangkrutan usaha,
kehancuran rumah tangga, dililit utang, dan sebagainya.
Kedua, Akibat di akhirat. Orang yang mati syahid mengorbankan
dirinya dengan cara aksi bom manusia, buahnya adalah surga, sebagaimana janji
Allah dalam banyak ayat Al Quran. Sedangkan akibat di akhirat bagi orang yang
bunuh diri, jelas bukan surga, karena yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya
adalah adzab di neraka, yaitu akan disiksa di neraka dengan cara yang sama yang
digunakan untuk bunuh diri di dunia.
Ketiga, Dampak duniawi. Orang yang melakukan aksi bom manusia
dalam rangka jihad, dampaknya adalah dapat mengguncang musuh, menanamkan
ketakutan pada hati musuh, atau melemahkan mental mereka dalam peperangan. Ini
sebagaimana terjadi di Lebanon, Sudan, Palestina, dan sebagainya. Sedang orang
yang bunuh diri dampaknya hanyalah menimbulkan kesedihan dan kepedihan
keluarga, dan sama sekali tidak ada dampak terhadap perlawanan kepada musuh.
Dari perbedaan-perbedaan tersebut, penulis sependapat dengan
ulama-ulama yang menghalalkan aksi bom bunuh diri. Selain itu, dalam sebuah
hadith panjang riwayat Muslim tentang kisah ashab al-ukhdud penulis
dapati kisah yang cocok dengan bahasan kita kali ini, berikut ini sebagian
kutipan dari kisah panjang tersebut:
فقال للملك إنك لست بقاتلي حتى تفعل
ما آمرك به قال وما هو قال تجمع الناس في صعيد واحد وتصلبني على جذع ثم خذ سهما من كنانتي ثم
ضع السهم في كبد القوس ثم قل باسم الله رب الغلام ثم ارمني فإنك إذا فعلت ذلك
قتلتني فجمع الناس في صعيد واحد وصلبه على جذع ثم أخذ سهما من كنانته ثم وضع السهم
في كبد القوس ثم قال باسم الله رب الغلام ثم رماه فوقع السهم في صدغه فوضع يده في
صدغه في موضع السهم فمات فقال الناس آمنا برب الغلام آمنا برب الغلام آمنا برب
الغلام فأتى الملك فقيل له أرأيت ما كنت تحذر قد والله نزل بك حذرك قد آمن الناس
“Kemudian
pemuda itu berkata kepada raja “Engkau takkan dapat membunuhku kecuali jika
engkau menurut perintahku maka dengan itu engkau akan dapat membunuhku” Raja
bertanya: “Apakah perintahmu?” Jawab pemuda: “Kau kumpulkan semua orang di
suatu lapangan, lalu engkau gantung aku di atas tiang, lalu kau ambil anak
panah milikku ini dan kau letakkan di busur panah dan membaca: Bismillahi
Rabbil ghulaam (Dengan nama Allah Tuhan pemuda ini), kemudian anda lepaskan
anak panah itu, maka dengan itu anda dapat membunuhku”. Maka semua usul pemuda
itu dilaksanakan oleh raja, dan ketika anak panah telah mengenai pelipis pemuda
itu ia mengusap dengan tangannya dan langsung mati, maka semua orang yang hadir
berkata: “Aamannaa birrabil ghulaam (Kami beriman kepada Tuhannya pemuda itu)”.
Sesudah itu ada orang mendatangi raja dan berkata: “tidakkah anda melihat apa
yang anda takutkan? Demi Allah, ketakutan anda telah datang; orang-orang sudah
beriman”.
Dalam kisah di atas, pemuda tersebut menunjukkan cara
kematiannya dan memerintahkan raja untuk membunuhnya. Hal ini adalah peristiwa
bunuh diri, namun bukan bunuh diri yang timbul karena keputusasaan atau hal-hal
rendah lainnya, tetapi bunuh diri yang dimotivasi oleh keinginan menyadarkan
seorang raja angkuh dan seluruh rakyatnya akan kebenaran islam. Kematian satu
pemuda muslim tadi ternyata mampu menggugah masyarakat banyak sehingga mereka
masuk islam. Dalam hadith tersebut, Nabi Muhammad memberikan pujian bagi
pengorbanan pemuda syahid tersebut meskipun dia bisa dibilang bunuh diri.
Hukum boleh yang penulis pilih ini adalah hukum asal yang
diperuntukkan bagi keadaan-keadaan perang yang korbannya dan untung ruginya
telah diperhitungkan akan menguntungkan pihak islam. Dalam beberapa kasus bom
bunuh diri secara khusus, bom bunuh diri dapat saja haram hukumnya, semisal
bila dilakukan di tempat-tempat yang justeru akan menimbulkan lebih banyak
korban muslim, atau dilakukan dengan melampaui batas sehingga mencoreng citra
islam yang konsekuensinya akan fatal terhadap perjuangan dakwah secara umum
serta berpotensi terjadinya balasan yang lebih besar di tempat-tempat minoritas
muslim yang tidak dapat kita bantu.
Pada beberapa kasus bom bunuh diri, juga seringkali yang
menjadi sasaran adalah warga sipil yang tidak mengancam umat muslim seperti
pada kasus-kasus di Indonesia. Tak heran bila kemudian MUI sebagai pemegang
otoritas fatwa kemudian mengharamkan bom bunuh diri. Pada kasus seperti ini,
bom bunuh diri haram dilakukan karena meskipun negara Indonesia bukan merupakan
negara muslim, namun bukan berarti warga non-muslim disamakan dengan kafir
harby (kafir yang melakukan peperangan dengan orang islam) yang halal
darahnya. . Menurut hemat penulis status mereka disamakan dengan status kafir
mu’ahid (kafir yang mengadakan perjanjian damai dengan kaum muslim) yang
harus dilindungi. Rasulullah bersabda:
من
قتل معاهدا لم يرح رائحة الجنة وإن ريحها توجد من مسيرة أربعين عاما
“Barang siapa yang membunuh seorang kafir mu’ahid, maka dia
tidak akan mencium harum surga meskipun harumya dapat dirasakan dari jarak
perjalanan 40 tahun.”
Keharaman yang penulis maksud di atas adalah keharaman yang
bersifat kasuistik yang dipengaruhi faktor luar. Adapun hukum bom bunuh diri
sebagai salah satu model jihad menurut hukum asalnya adalah diperbolehkan,
bahkan terpuji.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Bom
bunuh diri (human bombing) menurut Nawaf Hail Takruri adalah aktivitas
seorang (mujahid) mengisi tas atau mobilnya dengan bahan peledak, atau
melilitkan bahan peledak pada tubuhnya, kemudian menyerang musuh di tempat
mereka berkumpul, hingga orang tersebut kemungkinan besar ikut terbunuh.
2. Sebagian pelaku bom bunuh diri beralasan bahwa perilaku mereka adalah jihad
fiisabilillah
3. Pendapat
yang membolehkan menurut surat Attaubah : 111, An Nisa’: 74), al-baqoroh 195, al- anfal 60
dan pendapat yang mengharamkan terdapat alasan tersendiri seperti, Bom bunuh
diri hukumnya haram karena merupakan salah satu bentuk tindakan keputus-asaan (al-ya’su)
dan mencelakakan diri sendiri (ihlak an-nafs), baik dilakukan di daerah
damai (dar al-shulh/dar al-salam/dar al-da’wah) maupun di daerah perang
(dar al-harb), Bom bunuh diri menodai citra islam.
4. Keharaman yang di maksud di atas
adalah keharaman yang bersifat kasuistik yang dipengaruhi faktor luar. Adapun
hukum bom bunuh diri sebagai salah satu model jihad menurut hukum asalnya
adalah diperbolehkan, bahkan terpuji.
DAFTAR PUSTAKA
Nawaf Hail Takruri, 2002,
Aksi Bunuh Diri atau Mati Syahid (Al-’Amaliyat Al-Istisyhidiyah fi Al-Mizan
Al-Fiqhi), Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,
Muhammad Tha’mah Al
Qadah, 2002, Aksi Bom Syahid dalam Pandangan Hukum Islam (Al-Mughamarat bi
An-Nafsi fi Al-Qital wa Hukmuha fi Al-Islam), Bandung : Pustaka Umat
http://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_serangan_teroris_di_Indonesia,
diakses
pada 26 Novemver 2011.
Isma’il Bin Umar bin Kathir, Tafsir Ibn Kathir, (Beirut:
Dar al-Fikr, 1401 H)
Muhammad bin Ahmad, Tafsir al-Qurtuby, (Kairo:
Dar-Sha’ab, 1372 H)
Thaha Jabir Fayyadh Al-Alwani, 1987, Adab Al-Ikhtilaf fi
Al-Islam, (Washington : Al-Ma’had Al-’Alami li Al-Fikr Al-Islami
Yusuf Al-Qaradhawi, 1994, Ikut Ulama Yang Mana? Etika
Berfatwa dan Mufti-Mufti Masa Kini (Al-Fatwa Baina Al-Indhibath wa
At-Tasayyub), Surabaya: Pustaka Progressif
[1]Nawaf Hail Takruri, Aksi
Bunuh Diri atau Mati Syahid (Al-’Amaliyat Al-Istisyhidiyah fi Al-Mizan Al-Fiqhi),(Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2002),
hlm. 2.
[2]Muhammad Tha’mah Al
Qadah, Aksi Bom Syahid dalam Pandangan Hukum Islam (Al-Mughamarat bi
An-Nafsi fi Al-Qital wa Hukmuha fi Al-Islam), (Banding : Pustaka Umat,
2002), hlm. 17.
[3]http://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_serangan_teroris_di_Indonesia,
diaksespada 26 Novemver 2011.
[10]http://www.mui.or.id/mui_in/fatwa.php?id=148
[11]Thaha Jabir Fayyadh Al-Alwani, Adab Al-Ikhtilaf fi
Al-Islam, (Washington : Al-Ma’had Al-’Alami li Al-Fikr Al-Islami, 1987),
104.
[12]Yusuf Al-Qaradhawi, Ikut Ulama Yang Mana ? Etika Berfatwa
dan Mufti-Mufti Masa Kini (Al-Fatwa Baina Al-Indhibath wa At-Tasayyub),
(Surabaya: Pustaka Progressif,1994), 72.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar