BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Secara harfiah
da’wah merupakan masdar dari fi’il da’a dengan arti ajakan, seruan, panggilan,
undangan. [1]
Dalam Al- Qur’an surat An- Nahl ayat 125 disebutkan bahwa dakwah adalah
mengajak umat manusia ke jalan Allah dengan cara bijaksana, nasehat yang baik
serta berdebat dengan cara yang baik pula.[2]
äí÷$# 4n<Î) È@Î6y y7În/u ÏpyJõ3Ïtø:$$Î/ ÏpsàÏãöqyJø9$#ur ÏpuZ|¡ptø:$# ( Oßgø9Ï»y_ur ÓÉL©9$$Î/ }Ïd ß`|¡ômr& 4 ¨bÎ) y7/u uqèd ÞOn=ôãr& `yJÎ/ ¨@|Ê `tã ¾Ï&Î#Î6y ( uqèdur ÞOn=ôãr& tûïÏtGôgßJø9$$Î/ ÇÊËÎÈ
“Serulah (manusia) kepada jalan
Tuhan-mu dengan hikmah[845] dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan
cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa
yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang
mendapat petunjuk.”
Sedangkan
hakikat dakwah Islam yang dicontohkan oleh Rasulullah saw dan para sahabatnya
adalah dalam rangka mewujudkan kesejahteraan umat baik di dunia dan di akhirat,
dengan bermanhajkan Islam, berpedoman pada Al-Qur’an dan sunnah. Dan tentunya,
selain mewujudkan itu, bahwa hakikat dakwah juga ingin memberikan kontribusi
perbaikan.[3]
Seorang da’i
atau mubaligh dalam menentukan strategi dakwahnya sangat memerlukan pengetahuan
dan kecakapan di bidang metodologi. Selain itu bila pola berfikir kita
berangkat dari pendekatan sistem (system apprach), di mana dakwah merupakan
suatu sistem dan metodologi merupakan salah satu komponen dan unsurnya, maka
metodologi mempunyai peranan dan kedudukan
yang sejajar atau sejajar dengan unsur- unsur lainya seperti tujuan
dakwah, sasaran masyarakat, subyek dakwah (dai atau mubaligh). [4]Dan
tidak bisa ditinggalkan pentingnya sebuah
materi dakwah juga menentukan metode yang seperti apa yang nantinya akan
dipergunakan dalam berdakwah.
Ketika seseorang
inggin berdakwah juga harus memperhatikan media dakwah yang mana juga memiliki
peranan atau kedudukan sebagai penunjang tercapainya tujuan. Media dakwah
mencangkup keseluruhan aktifitas (kegiatan) dakwah walaupun itu bersifat sederhana
dan sementara.[5]
Dengan demikian media dakwah adalah segala sesuatu yang dapat dipergunakan
sebagai alat untuk mencapai tujuan dakwah yang telah ditentukan. Media dakwah
ini dapat berupa barang (material), orang, tempat, kondisi tertentu dan
sebagainya.
Dalam semua
aktivitas dakwah tentunya sebuah sasaran haruslah dirumuskan agar tujuan umum
dakwah dapat tercapai dengan cara dan tahapan yang realistis. Jadi dari semua
pemaparan di atas merupakan sarana untuk mencapai sebuah tujuan dakwah yang
efektif dan efisien agar lebih jelasnya perlunya pembahasan yang lebih detail
dalam makalah ini.
B.
RUMUSAN
MASALAH
Menilik latar
belakang diatas maka penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut:
1.
Bagaimana hakikat
dakwah islamiyah?
2.
Apa saja macam materi
dakwah islamiyah?
3.
Apa saja metode dakwah
islamiyah?
4.
Apa saja teknik dan
taktik dakwah islamiyah?
5.
Apa saja media dakwah
islamiyah?
6.
Siapa saja sasaran
dakwah islamiyah?
C.
TUJUAN
1.
Untuk memahami hakikat
dakwah islamiyah.
2.
Untuk mengetahui macam
materi dakwah
3.
Untuk mengetahui metode
dakwah
4.
Untuk mengetahui teknik
dan taktik dakwah
5.
Untuk mengetahui
berbagai media dakwah
6.
Untuk mengetahui siapa
saja sasaran dakwah islamiyah
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
HAKIKAT
DAKWAH ISLAM
Istilah dakwah
Islam diungkapkan secara langsung oleh Allah SWT dalam ayat-ayat Al-Qur’an . kata dakwah di dalam Al-Qur’an
diunkapkan kira-kira 198 kali yang tersebar dalam ayat 55 surat (176 ayat).
Kata dakwah oleh Al-Qur’an digunakan secara umum. Artinya, Allah masih
menggunakan istilah da’wah il Allah(
dakwah Islam) dan da’wah ila nar (dakwah
setan) oleh, karena itu, dalam tulisan ini dakwah yang dimaksud adalah da’wah
ila Allah (dakwah Islam)[6].
Secara
terminologi, para ahli berbeda-beda dalam memberikan pengertian tentang dakwah
Islam. Ada yang mengartikan dakwah Islam secara luas seperti Hasan al-Banna,
ada yang memberikan pengertian bahwa dakwah merupakan transformasi sosial,
seperti Adi Sasono, Dawam menafsirkan dakwah secara normatif yakni mengajak manusia
ke jalan kebaikan dan petunjuk untuk memperoleh kebahagiaan di duniadan
akhirat.
Meskipun terjadi
perbedaan-perbedaan, tetapi sebenarnya pendapat-pendapat nereka memilki benang
merah yang dapat menjadi titik temu dan hakikat dari dakwah itu sendiri, yakni
dakwah Islam sebagai aktivitas (proses)mengajak
kepada jalan Islam[7].
Dalam aktivitas
mengajak kepada jalan Islam, Al-Qur’an memberikan gambaran yang jelas seperti
tertera dalam surat Fushilat (41) ayat 33 :
ô`tBur ß`|¡ômr& Zwöqs% `£JÏiB !%tæy n<Î) «!$# @ÏJtãur $[sÎ=»|¹ tA$s%ur ÓÍ_¯RÎ) z`ÏB tûüÏJÎ=ó¡ßJø9$# ÇÌÌÈ
Siapakah
yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah,
mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: "Sesungguhnya aku Termasuk
orang-orang yang menyerah diri?"
Dari
ayat ini ada dua pendekatan yang dapat digunakan dalam menjalankan aktivitas
dakwah, yakni dakwah bil-qoul dan dakwah bil-amal. Dakwah bil-qaul dapat dilakukan secara individual, kelompok
atau massa. Inilah yang kemudian menjadi kajian utama dalam Progam Studi
Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) dan Bimbingan Konseling Islam (BKI). Sementara
dakwah bil-amal merupakan aktivitas
dakwah yang dilakukan dengan cara social
engineering (rekayasa sosial). Dakwah model ini yang menjadi fokus kajian
program studi pengembangan masyarakat Islam (PMI). Untuk mengefektifkan dan
mengkoordinasikan antara antara dakwah bil-qaul dengan dakwah bil-amal diperlukan adanya manajemen dan
inilah yang menjadi fokus dalam Progam Studi Manajemen Dakwah (MD)[8].
Ismail R.
Al-Faruqi dan istrinya Lois Lamnya membagi hakikat dakwah Islam pada tiga term:
kebebasan, rasionalitas dan uviversalisme. Kebebasan sangat dijamin dalam agama
Islam, termasuk keyakinan dalam meyakini agama. Objek dakwah harus merasa bebas
sama sekali dari ancaman, harus benar-benar yakin bahwa kebenaran ini hasil
penilaiannya sendiri, karena dakwah tidak bersifat memaksa. Dakwah juga
merupakan ajakan untuk berfikir. Keuniversalan Risalan Nabi Muhammad adalah
untuk semua manusia, bahkan juga jin. Risalahnya berlaku sepanjang masa tanpa
batasan ruang dan waktu[9].
1.
Sifat-Sifat Dasar
Dakwah
Dalam
dialog internasional tentang Dakwah Islam dan Misi Kristen pada tahun 1976,
Ismail Raji Al-Faruqi dari Universitas Temple Philadelphia, USA, merumuskan
sifat-sifat dasar dakwah sebagai berikut[10]:
a.
Dakwah bersifat
persuasif, bukan koersif
b.
Dakwah ditujukan kepada
pemeluk Islam dan non-Islam
c.
Dakwah adalah anamnesis, yakni berupa mengembalikan
fitrah manusia
d.
Dakwah adalah rational intelection, dakwah bersifat
rasional.
e.
Dakwah adalah rationally necessary, dakwah bersifat
kebutuhan.
2.
Fungsi Dakwah[11]
a.
Dengan dakwah umat
Islam dapat menjadi saudara.
b.
Dakwah Islam mutlak
diperlukan agar Islam menjadi penyejuk bagi kehidupan manusia
c.
Melalui dakwah, Islam
tersebar keseluruh penjuru dunia, jadi dakwah Islam berfungsi sebagai tongkat
estafet peradaban manusia.
d.
Dakwah berfungsi
menjaga orisinalitas pesan dakwah Nabi SAW
e.
Dakwah berfungsi
mencegah laknat Allah, yakni siksa untuk seluruh manusia.
3.
Faktor Hidayah dalam
Sistem Dakwah
Pendapat-pendapat
para ahli tafsir mengenai pengertian hidayah ada dua yakni pertama, hidayah sebagai petunjuk informatif, yaitu memberikan
pemahaman tentang pesan Islam. Hidayah jenis ini ditunjukkan kepada masyarakat
yang masih membutuhkan banyak informasi ajaran Islam. Kedua, hidayah sebagai petunjuk pembinaan. Dalam hal ini masyarakat
dibimbing dan digerakkan untuk menjalankan ajaran Islam[12].
Lebih
rinci lagi Al-maroghi membagi hidayah Allah menjadi lima macam yaitu[13]:
a.
Hidayah Ilham (hidayah al-Ilham)
Hidayah jenis ini terbentuk
sejak kita dilahirkan. Kita dituntut oleh Allah SWT untuk memenuhi kebutuhan
pokok kita.
b.
Hidayah pancaindera (hidayah al-haws)
c.
Selain dorongan
insting, kita juga dituntun oleh Allah lewat pancaindera untuk mengenali dunia
disekeliling kita.
d.
Hidayah akal (hidayah al-aql)
e.
Melalui akan kita Allah
membimbing kita untuk menyelidiki aspek baik dan buruk dalam kehidupan ini.
f.
Hidayah agama dan
syariat (hidayah al-adyan wa al-syara’i)
g.
Hidayah pertolongan (hidayah al-maunah wa al-taufiq)
Hidayah ini mutlak hak milik Allah, tak
satupun makhluk bisa memberikan hidayah ini.
Dengan
mengetahui peranan hidayah dalam Islam kita dapat memahami kebebasan dalam
dakwah. Pendakwah bukan penentu hidayah tetapi pendorong. Dari berbagai macam
hidayah tadi dapat diketahui bahwasanya ada keterbatasan hak dan kemampuan
pendakwah untuk merubah sikap dan tingkah laku keagamaan orang yang
didakwahinya. Pendakwah hanya bertugas menyampaikan ajaran Allah SWT[14].
B.
MATERI
DAKWAH
Pada dasarnya
materi dakwah Islam itu kembali apa tujuan dakwah, karena pada dasarnya apa
yang terdapat dalam materi dakwah bergantung pada tujuan dakwah yang yang ingin
dicapai. Sebagaimana yang telah disebutkan dalam Al-Quran, bahwa: “Tujuan umum
dakwah adalah mengajak ummat manusia (meliputi orang mukmin maupun kafir atau
musyrik) kepada jalan yang benar yang diridhai
Allah SWT, agar dapat hidup bahagia dan sejahtera didunia maupun
diakhirat”.[15]
Apa yang
disampaikan seorang da’i dalam proses
dakwah (nilai-nilai dan ajaran-ajaran islam) untuk mengajak ummat manusia
kepada jalan yang diridhai Allah, serta mengubah perilaku mad’u agar mau
menerima ajaran-ajaran islam serta memanifestasikannya, agar mendapat kebaikan
dunia akhirat, itulah yang disebut materi dakwah. Allah SWT telah memberi petunjuk
tentang materi dakwah yang harus disampaikan , untuk lebih jelasnya
perlu mencermati firman Allah SWT dalam Q.S. Ali-Imran : 104.[16]
`ä3tFø9ur öNä3YÏiB ×p¨Bé& tbqããôt n<Î) Îösø:$# tbrããBù'tur Å$rã÷èpRùQ$$Î/ tböqyg÷Ztur Ç`tã Ìs3YßJø9$# 4 y7Í´¯»s9'ré&ur ãNèd cqßsÎ=øÿßJø9$#
Artinya:
“Dan
hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar merekalah orang-orang
yang beruntung. Ma'ruf: segala perbuatan yang mendekatkan kita kepada Allah;
sedangkan Munkar ialah segala perbuatan yang menjauhkan kita dari pada-Nya.”
äí÷$# 4n<Î) È@Î6y y7În/u ÏpyJõ3Ïtø:$$Î/ ÏpsàÏãöqyJø9$#ur ÏpuZ|¡ptø:$# ( Oßgø9Ï»y_ur ÓÉL©9$$Î/ }Ïd ß`|¡ômr& 4 ¨bÎ) y7/u uqèd ÞOn=ôãr& `yJÎ/ ¨@|Ê `tã ¾Ï&Î#Î6y ( uqèdur ÞOn=ôãr& tûïÏtGôgßJø9$$Î/
Artinya:
“Serulah
(manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan
bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih
mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih
mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. Hikmah: ialah Perkataan yang
tegas dan benar yang dapat membedakan antara yang hak dengan yang bathil.” [ Q.S. As-Nahl:
125][17]
Dalam ayat
tersebut yang dimaksud al-Khair adalah nilai-nilai universal yang diajarkan oleh Al-Qur’an dan
Sunnah, Al-Khair menurut Rasulullah Saw sebagaimana yang dikemukakan oleh Ibn
Katsir dalam Tafsirnya adalah mengikuti Al-Qur’an dan Sunnah Nbi Muhammad Saw,
sedangkan Al-Ma’ruf adalah sesuatu yang baik menurut pandangan umum suatu
masyarakat selama sejalan dengan Al-Khair.[18]
Yang dimaksud dengan
Sabili
Rabbika adalah jalan yang ditunjukkan Tuhanmu yaitu; Ajaran Islam.
Dari dua ayat
tersebut dapat difahami bahwa materi dakwah pada garis besarnya dapat dibagi
dua :
1.
Al-Qur’an dan Hadits
2.
Pokok-pokok ajaran
Islam yaitu ; aqidah, ibadah, akhlaq, dan mu’amalah mencakup pendidikan,
ekonomi, social, politik, budaya dll.
Namun secara
global, materi dakwah dapat diklasifikasikan menjadi tiga hal, yang pada
dasarnya ketiganya bersumber dari Al-Quran dan Hadits. Tiga hal itu adalah[19]
:
a.
Masalah
keimanan (aqidah)
Aqidah
dalam Islam adalah bathni bersifat i’tiqad bathiniyah yang mencangkup masalah-
masalah yang erat hubungannya dengan rukun iman. Masalah aqidah ini secara
garis besar ditunjukkan oleh Rasulallah SAW. Dalam sabdanya:
يمان ان تؤمن بالله وملائكته وكتبه ورسله واليوم الأخر
وتؤمن بالقدرخيره وشره. رواه مسلمالا
Artinya: “Iman ialah
engkau percaya pada Allah, Malaikat- malikatnya, kitab- KitabNya, Rasul-
rasulNya, Hari akhir dan percaya adanya ketentuan Allah yang baik maupun yang
buruk ”. Hadist riwayat Imam Muslim.
Dalam
islam, permasalahan aqidah yaitu masalah-masalah yang mencakup keyakinan yang
erat hubungannya dengan rukun iman. Dalam pembahasanya, bukan saja tertuju pada
hal-hal yang wajib diimani, akan tetapi materi dakwahnya juga menyangkut
masalah-masalah yang menjadi lawannya. Seperti syirik, ingkar terhadap
keberadaan Tuhan, dan sebagainya.
b.
Masalah
keislaman (syar’iyah)
Dalam
islam, permasalahan syar’iyah erat kaitannya dengan perbuatan nyata dalam
mentaati semua peraturan/hukum Allah untuk mengatur hubungan antara manusia
dengan tuhannya serta mengatur pergaulan hidup antar sesama manusia. Hal ini
dijelaskan dalam sabda Nabi SAW:
الاسلام ان تعبدالله ولاتشرك به شيئاوتقيم الصلاة وتؤمن
الزكاة المفروضة وتصوم رمضانا.
رواه الشيخان
Artinya:
“Dalam Islam bahwasannya engkau yang
menyembah kepada Allah SWT. Dan janganlah engkau mempersekutukan-Nya dengan
sesuatupun yang melakukan sembahyang , membayar zakat- zakat yang wajib,
berpuasa pada bulan Ramadhan dan menunaikan ibadah haji di Mekah (Baitullah).
” Hadis Riwayat Bukhari Muslim.[20]
Permasalahan
yang berhubungan dengan masalah syar’iyah bukan saja terbatas pada masaalah
ibadah kepada Allah, namun permasalahannya juga mencakup pada masalah yang
berkenaan dengan pergaulan hidup antar sesama manusia seperti masalah hukum
jual-beli, berumah tangga, warisan, dan lainnya, begitu juga dengan segala
bentuk larangan Allah, seperti mabuk, mencuri, berzina, dan sebagainya. Hal itu
juga termasuk masalah yang menjadi materi dakwah.
c.
Masalah
budi pekerti (akhlaqul karimah)
Sebagai
materi dakwah, akhlak lebih tepat dikatakan pelengkap bagi keimanan dan
keislaman seseorang. Namun bukan berarti masalah akhlak tidak penting, karena
bagaimana pun juga, iman dan islam seseorang tidak akan sempurna tanpa
dibarengi dengan perwujudan akhlakul karimah.
Rasullulah
pun pernah bersabda :“Aku diutus oleh
Allah SWT didunia ini hanyalah untuk menyempurnakan Akhlak”.(Hadis sahih)[21]
Dalam
buku yang berjudul Dakwah Aktual, mengatakan: Sirah Nabawiyah mengajarkan
kepada kita, bahwa materi pertama yang menjadi landasan utama ajaran islam,
yang disampaikan Rasullulah SAW kepada ummat manusia adalah masalah yang
berkaitan dengan pembinaan akidah salimah, keimanan yang benar, masalah
al-insan, tujuan program, status, dan tugas hidup manusia didunia, dan tujuan
akhir yang dicapainya, al-musawah, persamaan manusia dihadapan Allah SWT, dan al-adalah,
keadilan yang harus ditegakan oleh seluruh manusia dalam menata kehidupanya.
Salah
satu nasihat spiritual Ikhwan al- Safa’ bagi perjalanan kehidupan manusia di
dunia adalah anjuran untuk mengambil suri tauladan perjalanan kehidupan para
Nabi, wali, dan orang- orang salih. Nabi dan orang- orang salih menjalin
kehidupan dunianya dengan akhlak terpuji dan perjalanan hidup seimbang. Mereka
adalah sosok yang mencapai kesempurnaan hidup. Karakter ini dapat berada pada manuasia pada manusia apa
pun posisinya. Baik sebagai iman- iman penunjuk jalan, para dai’i pemberi
petunjuk dengan hikmah dan nasihat yang baik, dan pembela- pembela kebenaran
Allah di atas dunia.[22]
Hal
penting yang harus disadari yaitu, semua ajaran yang disampaikan itu (materi
dakwah), bukanlah semata-mata berkaitan dengan eksistensi dan wujud Allah SWT,
akan tetapi bagaimana menumbuhkan kesadaran mendalam, agar mampu mewujudkan
atau memanifestasikan aqidah, syar’iyah, dan akhlak dalam ucapan, pikiran, dan
tindakan dalam kehidupan sehari-hari.
Materi
dakwah yang telah dirinci sebelumnya, pada dasarnya bersumber kepada:
1)
Al-Quran dan Hadits
Al-Quran
dan Hadits merupakan pedoman dan sumber hukum serta sumber utama ajaran-ajaran
islam bagi ummat islam. Oleh karena, materi dakwah yang pada intinya
menyampaikan ajaran-ajaran islam tidak mungkin terlepas dari dua sumber
tersebut, jika seluruh aktivitas dakwah tidak berpegang teguh pada Al-Quran dan
Hadits, maka hal itu akan menjadi sia-sia dan bahkan dilarang oleh islam.
2)
Ra’yu Ulama (opini ulama)
Islam
menganjurkan umamatnya untuk berfikir- fikir, berijtihad menemukan hukum- hukum
yang sangat operasional sebagai tafsiran dan akwil Al- Qur’an dan hadis. Maka dari hasil
pemikiran dan penelitian para ulama ini dapat pula dijadikan sumber kedua setelah
Al- Qur’an dan Al- Hadis. Dengan kata lain penemuan baru yang tidak
bertentangan dengan Al- Qur’an dan Al- Hadis dapat pula dijadikan sebagai
sumber materi dakwah.[23]
C.
Metode
Dakwah
1.
Pengertian Metode
Dari segi bahasa
metode berasal dari dua kata “meta”
(melalui) dan “hodos” (jalan, cara)[24].
Dengan demikian kita dapat artikan bahwa metode adalah cara atau jalan yang
harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan. Sedangkan dakwah menurut pendapat
Bakhial Khauli adalah suatu proses menghidupkan peraturan-peraturan Islam
dengan maksud memindahkan umat dari suatu keadaan kepada keadaan lain[25].
Sedangkan Syaikh Ali mahfudz berpendapat dakwah adalah mengajak manusia untuk
mengerjakan kebaikan dan mengikuti petunjuk, menyuruh mereka berbuat baik dan
melarang mereka dari perbuatan jelek, agar mereka mendapat kebahagiaan dunia
dan akhirat.[26]
Dari pengertian
ditas dapat diambil pengertian bahwa metode dakwah adalah cara-cara tertentu
yang dilakukan oleh seorang Da’i kepada Mad’u untuk mencapai suatu tujuan atas
dasar hikmah dan kasih sayang.[27]
Hal ini mengandung arti bahwa pendekatan dakwah harus bertumpu pada suatu
pandangan human oriented menempatkan
yang mulia atas diri manusia.
2.
Bentuk-bentuk Metode
Dakwah
a.
Al-Hikmah
Sebagai metode dakwah, al-Hikmah diartikan
bijaksana, akal budi yang mulia, dada yang lapang, hati yang bersih, menarik
perhatian orang kepada agama atau Tuhan. Al-hikmah juga diartikan sebagai
kemampuan da’i dalam memilih, memilah dan menyelaraskan teknik dakwah dengan
kondisi objektif mad’u. Disamping itu juga al-hikmah diartikan sebagai
kemampuan seorang da’i dalam menjelaskan doktrin-doktrin Islam, serta realitas
yang ada dengan argumentasi logis dan bahasa yang komunikatif. Oleh karena itu
al-hikmah adalah sebagai sebuah sistem yang menyatukan antara kemampuan
teoritis dan praktis dalam dakwah.
b.
Al-mauidzatul
Hasanah
Makna mauidzatul hasanah adalah
kata-kata yang masuk kedalam qalbu dengan penuh kasih sayang dan kedalam
perasaan dengan penuh kelembutan, tidak membongkar atau membeberkan kesalahan
orang lain, sebab kelemah lembutan dalam menasehati sering kali dapat
meluluhkan yang keras dan menjinakkan qalbu yang liar, ia lebih mudah
melahirkan kebaikan dari pada larangan dan ancaman.
c.
Al-mujadalah
Billati Hiya Ahsan
Maksudnya adalah tukar pendapat yang
dilakukan oleh dua belah pihak secara sinergis, yang tidak melahirkan
permusuhan dengan tujuan agar lawan menerima pendapat yang diajukan dengan
memberikan argumentasi dan bukti-bukti yang kuat.
3.
Sumber Metode Dakwah
a.
Al-Qur’an
Didalam Al-quran banyak
sekali ayat yang membahas dakwah. Allah telah menuliskan didalam kalam-Nya
bagaimana kisah-kisah para rosul menghadapi umatnya.
b.
Hadits/Sunah Rosul
Melalui cara hidup dan
perjuangannya baik di Makkah maupun Madinah memberikan banyak contoh metode dakwah
kepada kita.
c.
Sejarah Hidup para
Sahabat dan Fuqoha
Selain Rosulullah para
Sahabat dan Fuqoha merupakan contoh juru dakwah. Karena merekalah yang
melanjutkan dakwah Rosulullah dan membawanya kepada kita.
d.
Pengalaman
Melalui
pengalaman-pengalaman hidup baik yang bersifat religius maupun pengalaman hidup
biasa bisa menjadi sumber kita dalam menyampaikan dakwah.
4.
Aplikasi Metode Dakwah
Rosulullah
1)
Pendekatan personal
2)
Pendekatan pendidikan
3)
Pendekatan diskusi
4)
Pendekatan Penawaran
5)
Pendekatan Misi
D.
Teknik
dan Taktik Dakwah
1.
Pengertian
Teknik Dakwah
Teknik
adalah cara yang dilakukan seseorang dalam rangka mengimplementasikan suatu
metode. Untuk merealisasikan strategi yang telah ditetapkan, kita memerlukan
metode. Strategi menunjuk pada sebuah perencanaan untuk mencapai suatu tujuan,
sedangkan metode adalah cara yang digunakan untuk melaksanakan strategi, dalam
setiap penerapan metode, dibutuhkan beberapa teknik.[28]
Pada
garis besarnya, bentuk dakwah ada 3 yaitu:
a.
Dakwah Lisan (da'wah
bil al-lisan)
b.
Dakwah Tulis (da'wah
bil al-qolam)
c.
Dakwah Tindakan (da'wah
bil al-hal)
Berdasarkan
ketiga bentuk dakwah tersebut, maka metode dan teknik dakwah dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
1)
Metode Ceramah
a)
Teknik pesiapan ceramah
b)
Teknik penyampaian
ceramah
c)
Teknik penutupan ceramah
2)
Metode Diskusi
a)
Manfaat dan macam-macam
diskusi
b)
Teknik pelaksanaan
diskusi
3)
Metode Konseling
a)
Teknik non direktif
b)
Teknik direktif
c)
Teknik elektik
4)
Metode Karya Tulis
a)
Teknik penulisan
b)
Teknik penulisan surat
(korespondensi)
c)
Teknik pembuatan gambar
5)
Metode Pemberdayaan Masyarakat
a)
Teknik non partisipasi
b)
Teknik tekonisme
c)
Teknik partisipasi /
kekuasaan masyarakat
6)
Metode Kelembagaan
a)
Manejemen SDM pengurus
lembaga dakwah (man)
b)
Manejemen keuangan lembaga dakwah (money)
c)
Manejemen strategi
lembaga dakwah (method)
d)
Manejemen sarana
lembaga dakwah (machine)
e)
Manejemen produk lembaga dakwah (material)
f)
Manejemen pemasaran lembaga dakwah (market)
2.
Pengertian
Taktik Dakwah
Taktik adalah
gaya seseorang dalam melaksanakan suatu teknik atau metode tertentu. Taktik sifatnya
individual, masing-masing pendakwah memiliki taktik yang dalam menggunakan
teknik yang sama, setiap pendakwah yang menjalankan kegiatan dakwah
masing-masing memiliki pendekatan, strategi, metode, teknik, dan taktik yang
berbeda satu sama lain. Perbedaan ini juga berlaku saat menghadapi mitra dakwah
yang berbeda. Dengan demikian keberhasilan dakwah lebih bersifat kasuistik.
Keberhasilan dakwah dengan suatu metode dan teknik belum tentu sukses dalam
dakwah yang lain.
Taktik dakwah
dapat menjadi identitas individu, setiap orang cenderung pada taktik tertentu,
meski taktik yang lain bisa dilakukannya. Ada taktik dominant dalam diri kita,
sehingga ini yang sering muncul dari kita, baik disadari maupun tidak disadari,
taktik hampir bersama dengan karakter kita.
E.
MEDIA
DAKWAH
1.
Pengertian
Sarana/Media dakwah
Kata sarana sering juga diartikan
sama dengan “media” yang berasal dari bahasa latin “medius” yang berarti
“perantara”. Secara etimologis sarana adalah segala sesuatu yang dipakai
sebagai alat dalam mencapai maksud dan tujuan.[29] Secara
terminologi, media adalah alat atau sarana yang digunakan untuk menyampaikan
pesan komunikator kepada khalayak. Menurut Dr. Hamzah Ya’qub, yang dimaksud
media dakwah adalah alat objektif yang menjadi saluran yang menghubungkan ide
dengan umat, suatu elemn yang vital dan merupakan urat nadi dalam totaliteit
dakwah. [30]
Dapat disimpulkan bahwa media
dakwah yaitu segala sesuatu yang dipergunakan atau menjadi penunjang dalam
berlansungnya pesan dari komunikan (da’i) kepada kalayak. Atau dengan kata lain
bahwa segala sesuatu yang dapat menjadi penunjang/alat daLam proses dakwah yang
berfungsi mengefektifkan penyampaian ide (pesan) dari komunikator (da’i) kepada
komunikan (khalayak).
2.
Urgensi
Sarana/Media Dakwah
Urgensi media dakwah dalam Islam adalah mempermudah
suatu proses pelaksanaan penyampaian pesan dakwah secara efektif. Dengan adanya
aneka macam media, seorang da’i dapat memilih dan menggunakan media yang tepat
dalam menyampaikan pesan yang disampaikan dan dengan media dakwah komunikan
dapat merasa dekat dengan khalayak.
Ada berbagai macam sarana/media
yang sering digunakan dalam penyampaian pesan dakwah maupun komunikasi secara
umum. Dakwah sebagai suatu kegiatan
komunikasi keagamaan dihadapkan kepada perkembangan dan kemajuan teknlogi
komunikasi yang semakin canggih, memerlukan suatu adapasi terhadap kemajuan
itu. Artinya dakwah dituntut untuk dikemas dengan terapan media komunikasi
sesuai dengan aneka mad’u (komunikan) yang dihadapi. Laju perkembangan zaman
berpacu dengan tingkat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, tidak
terkecualli teknologi komunikasi yang merupakan suatu sarana yang menghubungkan
suatu masyarakat dengan masyarakat di bumi lain. Kecanggihan teknologi
komunikasi ikut mempengaruhi seluruh aspek kehidupan manusia termasuk di
dalamnya kegiatan dakwah sebagai salah satu pola penyampaian informasi dan
upaya transfer ilmu pengethauan. Hal tersebut menunjukkan bahwa proses dakwah
bisa terjadi dengan menggunakan berbgai sarana/media, karena perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi sangat memungkinkan hal itu. Ilmu pengetahuan dan
teknologi sangat berdampak positif sebab dengan demikian pesan dakwah dapat
menyebar sangat cepat dengan jangkauan danz tempat yang sangat luas pula.[31]
Berdasarkan uraian tersebut di
atas dapatlah diketahui bahwa kepentingan dakwah terhadap adanya sarana atau
media yang tepat dalam berdakwah sangat urgen sekali, sehingga dapat dikatakan
dengan sarana/media dakwah akan lebih mudah diterima oleh komunikan (mad’unya).
3.
Macam-Macam
Media Dakwah
Berdasarkan pengertian media dakwah sebelumnya bahwa media adalah
segala sesuatu yang menjadi perantara, maka ada beberapa macam media yang
digunakan dalam suatu proses dakwah dengan merujuk kepada pendapat beberpa
pakar, yaitu:
Hamzah Yaqub membagi sarana/media
yang dikatakan sebagai wasilah dakwah itu menjadi lima macam yaitu: lisan,
tulisan audio, visual dan akhlak. Secara umum pembagian Hamzah Yaqub ini
tergolong dalam tiga sarana yaitu sebagai berikut:
a.
Spoken
words, yaitu jenis media dakwah yang berbentuk ucapan atau bunyi yang
ditangkap dengan indera telinga, seperti radio, telepon dan sebagainya.
b.
Printed
writing, yaitu media dakwah yang berbentuk tulisan, gambar, lukisan dan
sebagainya yang dapat ditangkap dengan indera mata.
c.
The audio
visual, yaitu media yang berbentuk gambar hidup yang dapat didengar,
sekaligus dapat dilihat, seperti TV, Film, Video dan sebagainya
Dari segi sifatnya, media dakwah
dapat digolongakan menjadi dua golongan yaitu:
a.
Media
tradisional yaitu berbagai macam seni pertunjukkan yang secara tradisional
dipentaskan di depan umum terutama sebagai hiburan yang memiliki sifat
komunikastif; seperti ludruk, wayang, dan drama.
b.
Media
modern yang diistilahkan juga dengan media elektronik, yaitu media yang
dihasilkan oleh teknologi antara lain TV, Radio, Pers dan lain-lain
Bila dakwah dilihat sebagai salah
satu tipe komunikasi secara umum maka menurut M. Bahri Ghazaly, MA,[32] ada
beberapa jenis media komunikasi yang dapat digunakan dalam kegiatan dakwah
yaitu:
a.
Media
Visual
Media komunikasi visual merupakan alat komunikasi yang dapat
digunakan dengan menggunakan indra penglihatan dalam meangkap datanya. Jadi
matalah yang paling berperan dalam pengembangan dakwah. Media komunikasi yang
berwujud alat yang menggunakan penglihatan sebaai pokok persoalannya terdiri
dari jenis alat komunikasi yang sangat komplit. Media visual tersebut meliputi:
film slide, OHP, gambar foto diam, dan komputer.
b.
Media
Auditif
Media auditif merupakan alat komunikasi yang berbentuk
teknologi canggih yang berwujud hardware, media auditif dapat ditangkap melalui
indra pendengaran. Perangkat auditif ini pada umumnya adalah alat-alat yang
diopersioanalkan sebagai sarana penunjang kegiatan dakwah. Penyampaian materi
dakwah melalui media auditif ini menyebabkan dapat terjangkaunya sasaran dakwah
dalam jarak jauh. Alat-alat auditif ini sangat efektif untuk penyebaran
informasi atau penyampaian kegiatan dakwah yang cenderung persuasif. Alat-alat
ini meliputi; radio, tep recorder, telpon dan telegram.
c.
Media
Audio Visual
Media audio visual merupakan perangkat yang dapat ditangkap
melalui indra pendengaran maupun penglihatan. Apabila dibandingkan dengan media
yang telah dikemukakan sebelumnya, ternyata media audiovisual lebih paripurna,
sebab media ini dapat dimanfaatkan oleh semua golongan masyarakat. Termasuk
dalam media ini; movie film, TV, video, media cetak
Seorang da’i juga hendaklah memilih metode dan media yang
sifatnya ialah dari dimensi masa ke masa yang terus berkembang, seperti mimbar,
panggung, media cetak, atau elektronik (radio, internet, televisi, komputer).
Kemudian dengan mengembangkan media atau metode kultural dan struktural, yakni
pranata sosial, seni, karya budaya, dan wisata alam. Juga dengan mengembangkan
dan mengakomodasikan metode dan media seni budaya masyarakat setempat yang
relevan, seperti wayang, drama, musik, lukisan, dan sebagainya.
Dengan penjelasan di atas, maka
media dakwah terdiri dari :
a.
Media Fisik : Mimbar, Panggung, Media cetak
(Majalah, Buletin, Surat Kabar, dll), Media elektonik (Radio, Televisi,
Internet, dll).
b.
Media Kultural dan Struktural : Pranata sosial,
Seni (Wayang, Drama, Musik, Lukisan, cerita/dongeng, dll), Karya budaya, Wisata
alam, dll.
F.
Sasaran dakwah Islamiyah
Sumber utama yang menjadi dasar bagi
pendefinisian sasaran dakwah adalah ayat berikut ini:
!$tBur y7»oYù=yör& wÎ) Zp©ù!$2 Ĩ$¨Y=Ïj9 #Zϱo0 #\ÉtRur £`Å3»s9ur usYò2r& Ĩ$¨Z9$# w cqßJn=ôèt ÇËÑÈ
“….dan
Kami tidak mengutus engkau (Muhammad), melainkan kepada umat manusia seluruhnya
sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan. Tetapi mayoritas manusia
tiada mengetahui”
(QS. Saba/34: 28).
Dari
ayat itu dapat diketahui bahwa sasaran dakwah merupakan objek tujuan Nabi
Muhammad diutus atau dakwah Nabi Muhammad. Lebih jelasnya, yang dimaksud pengertian
sasaran dakwah, umat manusia yang menjadi sasaran risalah Nabi Muhammad SAW.
Meskipun al-Qur’an secara simple
memberikan pengertian tentang sasaran dakwah, namun dalam beberapa ayatnya ,
al-Qur’an juga memberikan istilah-istilah sasaran dakwah yang lebih khusus.
Muhammad “Abdul al-Fath al-Bayanuni dalam Al-Madkhal ila ‘Ilmi al-Da’wah,
menyebutkan beberapa istilah khusus sasaran dakwah Islamiyah berdasarkan
al-Qur’an. Di antaranya, istilah berdasarkan sudut pandang iman terhadap
al-Qur’an, terdiri dari dua kelompok sasaran dakwah, dakwah ke dalam kalangan
umat Islam (internalisasi dakwah) dan dakwah ke kalangan non-muslim.
Selanjutnya masyarakat Muslim mendapat sebutan dengan istilah Ummah
(al-istijabah). Dalam sudut pandang yang lebih sempit, ruang lingkup ummah
terbagi lagi berdasarkan kualitas-kualitas keimanan mereka. Al-Qur’an menyebutkan bagian-bagian tersebut
dengan istilah-istilah tertentu, seperti fasiq, fajir, salih, taqwa, dan
sebagainya. Sedangkan kalangan non-muslim mendapat sebutan dengan istilah
kafir. Keduanya masuk dalam satu cakupan dakwah yang disebut dengan ummat
al-da’wah (masyarakat sasaran dakwah).
Dari pandangan di atas dapat
dipahami bahwa sasaran dakwah (mad’u) dalam istilah-istilah
al-Qur’an merupakan tingkat keimanan manusia terhadap ajaran Islam, dengan
lingkup utamanya, umat dakwah. Jadi dakwah meliputi tingkatan-tingkatan
keimanan yang rendah sampai yang tertinggi. Bagitu juga dari tingkatan
pengingkaran terendah sampai pada tingkatan yang sama sekali anti ajaran Tuhan.
Peristilahan di atas juga menandakan bahwa sudut pandang utama hakikat sasaran
dakwah adalah berpijak pada al-Qur’an sebagai dasarnya.[33]
Manusia yang menjadi
audiens yang akan diajak ke dalam Islam secara kaffah. Mereka bersifat
heterogen, baik dari sudut idiologi, misalnya, atheis, animis, musyrik,
munafik, bahkan ada juga yang muslim, tetapi fasik atau penyandang dosa dan
maksiat.dari sudut lain juga berbeda baik intelektualitas, status social,
kesehatan, pendidikan dan seterusnya ada atasan ada bawahan, ada yang
berpendidikan ada yang buta huruf, ada yang kaya ada juga yang miskin, dan
sebagainya.
Sehubungan dengan
kenyataan-kenyataan di atas, maka dalam pelaksanaan program kegiatan dakwah
perlu mendapatkan konsiderasi yang tepat yaitu meliputi hal-hal sebagai
berikut:
1.
Sasaran yang menyangkut kelompok masyarakat dilihat dari segi
sosiologis, berupa masyarakat terasing, pedesaan, kota besar dan kecil serta
masyarakat di daerah marjinal dari kota besar.
2.
Sasaran yang menyangkut golongan masyarakat dilihat dar segi struktur
kelembagaan, berupa masyarakat desa, pemerintah dan keluarga.
3.
Sasaran yang berhubungan dengan golongan masyarakat dilihat dari
tingkat usia, berupa golongan anak-anak, remaja dan orang tua.
4.
Sasaran yang dilihat dari tingkat hidup social-ekonomis berupa
golongan orang kaya, menengah, miskin dan seterusnya.[34]
5.
Sasaran yang berupa kelompok-kelompok masyarakat dilihat dari segi
social cultural berupa golongan priyayi, abangan, santri (klasifikasi ini
terutama terdapat dalam masyarakat jawa).
6.
Sasaran yang berhubungan dengan golongan masyarakat dilihat dari segi
okuposional (profesi atau pekerjaan), berupa golongan petani, pedagang,
seniman, buruh, pegawai negeri dan sebagainya.[35]
Bila dilihat dari kehidupan psikologis, masing-masing golongan masyarakat
tersebut memiliki karakteristik yang berbeda-beda, sesuai dengan kondisi dan
kontekstualitas lingkungannya. Sehingga hal tersebut menuntut kepada system dan
metode pendekatan dakwah yang efektif dan efisien, mengingat dakwah adalah
penyampaian ajaran agama sebagai pedoman hidup yang universal, rasional dan
dinamis. Kita dapati bahwa al-Qur’an mengarahkan dakwah kepada semua pihak,
semua golongan dan siapa saja, sesuai dengan misi dakwah Nabi sebagai Rahmatan
lil alamin.
Berangkat dari ruang lingkup dakwah Islamiyah yang amat luas itu maka
implementasi dakwah Nabi menggunakan asasu al tadrij (bertahap),
pertama; Nabi berdakwah kepada kerabat terdekat, kemudian diperluas kepada
kaumnya, dan diperluas kepada penduduk Mekkah dan sekitarnya, selanjutnya dakwah
meluas lagi mencakup manusia seluruhnya. Sedangkan sasaran (objek)nya di samping
orang-orang yang takut kepada Allah, juga kepada orang dzalim dan keras kepala,
orang-orang munafik, orang-orang kafir dan pembangkang, bahkan mengulangi
dakwah kepada orang yang beriman, berbakti dan orang sabar.
Beranjak dari heterogenitas objek dakwah seperti gambaran di atas,
maka seorang da’i di samping dituntut memahami keberagaman audiens tersebut,
juga perlu menerapkan strategi dengan berbagai metode dalam berdakwah. Banyak
metode yang memungkinkan diterapkan seperti bi al lisan, bi al hal, bil amal
dan sebagainya, sesuai sabda Nabi “Khotibu al-Nasa ala qodri uqulihim”
(Berbicalah dengan mereka (manusia) sesuai dengan kemampuannya.[36]
Objek dakwah adalah manusia, baik seorang atau lebih, yaitu
masyarakat. Pemahaman mengenai masyarakat itu bias beragam, tergantung dari
cara memandangnya. Dipandang dari bidang sosiologi, masyarakat itu mempunyai
struktur dan mengalami perubahn-perubahan. Di dalam masyarakat terjadi interaksi
antara satu orang dengan orang lain, antara satu kelompok dengan kelompok lain,
individu dengan kelompok. Di dalam masyarakat terdapat kelompok-kelompok,
lapisan-lapisan, lembaga-lembaga, nilai-nilai, norma-norma, kekuasaan, proses
perubahan. Itulah pandangan sosiologi terhadap masyarakat. Pandangan psikologi
lain lagi, demikian pula pandangan dari bidang antropologi, sejarah, ekonomi,
agama dan sebagainya.[37]
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
1.
hakikat dakwah Islam pada tiga term: kebebasan, rasionalitas
dan uviversalisme.
2.
materi dakwah dapat
diklasifikasikan menjadi tiga hal, yang pada dasarnya ketiganya bersumber dari
Al-Quran dan Hadits. Tiga hal itu adalah : masalah keimanan, keislaman, dan
budi pekerti.
3.
Bentuk-bentuk metode
dakwah : al- hikmah, mauidhoh hasanah, mujadalah billati hiya ahsan.
4.
Teknik dan taktik
dakwah : Teknik pesiapan ceramah, Teknik penyampaian ceramah, Teknik penutupan
ceramah
5.
Media – media yang
digunakan untuk berdakwah adalah : media visual, auditif, dan audio visual.
6.
Sasaran dakwah adalah
semua manusia dari berbagai lapisan masyarakat dilihat dari sosiologisnya,
psikologisnya, usianya, sosial ekonomisnya maupun tingkat intelektualnya.
B.
SARAN
Makalah
ini tentunya jauh dari sempurna, untuk itu kami sebagai penyusun memohon banyak
saran dan kritik yang membangun agar mampu menulis kembali makalah yang lebih
baik. Makalah ini kami tulis agar bermanfaat untuk mahasiswa khususnya, sebagi
acuan untuk melanjutkan dakwah Islamiyah.
DAFTAR RUJUKAN
Ali, Moh Aziz. 2009. Ilmu Dakwah. Jakarta:
Kencana
Bachtiar,
Wardi. 1997. Metodologi Penelitian Dakwah. Jakarta: Logos Wacana Ilmu
Bahreisy Salim, dkk. 2001. Tarjamah Al- Qur’an Al- Hakim.
Surabaya: CV. Sahabat
Basit, Abdul. 2005. Wacana Dakwah Kontemporer. Yogyakarta: STAIN Purwokerto Press
Depdikbud. 1990. Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Ghazali, M. Bahri. 1997. Membangun Kerangka Dasar Ilmu Komunikasi
Dakwah. Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya.
Nurdin. 2010. Prospek Media Penyiaran Senagai Wahana
Dakwah. [posting] 5
Agustus 2010
Muriah,
Siti. 2000. Metodologi Dakwah Kontemporer. Yogyakarta: Mitra Pustaka
Syabibi, Ridho. 2008. Metodologi Ilmu Da’wah. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
Syukir, Asmuni. 1983. Dasar- dasar Strategi Dakwah Islam.
Surabaya: Al- Ikhlas
Shihab, M.Quraish.
2000. Tafsir Al-Mishbah Jilid.2.
Jakarta: Lentera Hati
Tim Penulis Rahmat Semesta. 2003. Metode Dakwah. Jakarta: Kencana
Ya’qub, Hamzah. 1992. Publisistik Islam, Teknik dakwah &
Leadership. Bandung: CV. Diponegoro.
http://pandidikan.blogspot.com/2010/05/pendekatan-dan-metode-perencanaan.html
diakses pada tanggal 25 November 2011 pukul 07.30 WIB
http://prodibpi.wordpress.com/prospek-media-penyiaran-sebagai-wahana-dakwah-2/ [online] 23 November 2011
http://www.gustaf.web.id/2011/01/makalah-presentasi-pendagama.html
(Di akses Tgl 24: 21.15)
[1] Ridho Syabibi, Metodologi Ilmu Da’wah, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2008), hlm. 42
[2] Asmuni Syukir, Dasar- dasar Strategi Dakwah Islam,
(Surabaya: Al- Ikhlas, 1983), hlm. 19
[3] http://musyariaulia.blogspot.com/2011/03/sentuhan-sentuhan-tarbiyah-hakikat.html ( Di akses 27-11-2011.
12:14)
[4] Asmuni Syukir, Dasar- dasar Strategi Dakwah Islam,
(Surabaya: Al- Ikhlas, 1983), hlm. 99
[5] Ibd, 164
[6] Abdul Basit, Wacana Dakwah Kontemporer, (Yogyakarta:STAIN
Purwokerto Press, 2005), Hal. 27
[7] Ibid
[8] Ibid, Hal.28
[9] Tim Penulis Rahmat
Semesta, Metode Dakwah, (Jakarta:
Kencana, 2003), Hal.31-33
[10] Moh, Ali Aziz, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Kencana, 2009),
Hal. 98
[11] Ibid, Hal.110-119
[12] Ibid, Hal. 123
[13] Ibid, Hal. 124-125
[14] Ibid, Hal 134
[16] Salim Bahreisy, dkk, Tarjamah Al- Qur’an Al- Hakim,
(Surabaya: CV. Sahabat Ilmu, 2001), hlm. 64
[17]. Ibd. 282
[18]. M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Jilid.2, (Jakarta:
Lentera Hati, 2000), hlm .143-44.
[19] Asmuni Syukir, Dasar- dasar Strategi Dakwah Islam,
(Surabaya: Al- Ikhlas, 1983), hlm. 60
[20] Ibd, 62
[21] Asmuni Syukir, Dasar- dasar Strategi Dakwah Islam,
(Surabaya: Al- Ikhlas, 1983), hlm. 63
[22] Ridho Syabibi, Metodologi Ilmu Da’wah, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2008), hlm. 65
[23] Asmuni Syukir, Dasar- dasar Strategi Dakwah Islam,
(Surabaya: Al- Ikhlas, 1983), hlm 63- 64
[24] Tim Penulis, Lihat M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi
Aksara, 1991) Hal.61
[25] Ibid, Lihat Ghazali
Darussalam, Dinamika Ilmu Dakwah
Islamiyah, (Malaysia: Nur Siaga SDN BHD, 1996), Hal.5
[26] Ibid, Lihat Abdul Kadir
Sayid Abd, Rauf, Dirasah Fid Dakwah al-
Islamiyah, (Kairo: Dar El-Tiba’ah al-Mahdiyah, 1987), Hal.10
[27] Ibid, Lihat Toto Tasmara, Komunikasi Dakwah (Jakarta: Gaya Media
Pratama, 1997) Hal. 43
[28] http://pandidikan.blogspot.com/2010/05/pendekatan-dan-metode-perencanaan.html diakses pada tanggal 25
November 2011 pukul 07.30 WIB
[29] Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta:
Balai Pustaka, 1990.
[30] Hamzah, Publisistik Islam, Teknik dakwah &
Leadership, Hal. 47
[31] Ghazali, M. Bahri, Membangun Kerangka Dasar Ilmu Komunikasi
Dakwah, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1997)
[32] Ibid
[33] Ridho Syabibi, hal. 83-85
[34] Arifin, Psikologi Dakwah (Suatu Pengantar Studi), (Jakarta:
Bumi Aksara, 1994), hal. 3
[35] Siti Muriah, Metodologi Dakwah Kontemporer (Yogyakarta: Mitra
Pustaka, 2000), hal. 32-34
[36] Ibid., hal. 34-36
[37] Wardi Bachtiar, Metodologi Penelitian Dakwah (Jakarta: Logos
Wacana Ilmu, 1997), hal. 35-36
kenapa gak ada sifat dasar dakwah, fungsi dakwah, faktor hidayah dalam dakwah?
BalasHapus