BAB I
PENDAHULUAN
A.
Tujuan
Pembahasan
Adapun tujuan
pembahasan makalah yaitu:
1. Mengetahui
bagaimana tinjauan umum agama hindu yang terbagi menjadi asal-usul agama Hindu,
Pembawa Agama Hindu Ke Indonesia, Sistem Ketuhanan Agama Hindu, Kitab-kitab
Suci Agama Hindu, Madzhab/Sekte-sekte Agama Hindu, dan Doktrin-doktrin yang
Dikembangkan Agama Hindu.
2. Mengetahui
bagaimana praktek keagamaan agama Hindu yang terbagi menjadi Ritual keagamaan
dalam Agama Hindu, Upacara keagamaan Agama Hindu, Tempat-tempat Suci Agama Hindu,
Kasta-kasta dalam Agama Hindu, Pengajaran Agama Hindu, dan Bandingan Agama Hindu dengan Islam.
B.
Alasan
Pembahasan
Hindu yang dipergunakan sekarang sebagai nama agama pada umumnya tidak
dikenal pada jaman klasik. Beratus- ratus tahun sebelum tahun masehi, penganut
ajaran kitab suci Weda tumbuh subur dan berkembang pesat dalam masyarakat,
sehingga para ahli menyebutkannya dengan nama agama Weda atau Jaman Weda.
Kemudian Hindu dipakai nama dengan mengambil nama tempat di mana agama
itu mulai berkembang, yakni di sekitar sungai Sindu atau Indus.
Kata Sindu inilah yang kemudian berubah menjadi kata Hindu karena
terkena pengaruh hukum metathesis dalam bahasa Sanskerta di mana
penggunaan huruf "s" dan "h" dapat ditukar-
tukar, misalnya kata "Soma" dapat menjadi kata Homa,
kata "Satima" dapat menjadi Hatima, dan sebagainya.
Kata Hindu atau Sindu dalam bahasa Sanskerta adalah
tergolong kata benda masculine, yang berarti titik- titik air, sungai, laut,
atau samudra. Air melambangkan Amrita yang diartikan air kehidupan yang
kekal abadi, dipergunakan dalam upacara- upacara agama Hindu dalam bentuk tirtha
(air suci).
Istilah agama dengan istilah dharma mempunyai pengertian yang sulit
dibedakan, maka dalam kaitannya dengan nama agama Hindu biasa juga disebut Hindu
Dharma, bahkan di India lebih umum nama ini dipakai.
Di dalam kitab suci Weda dijelaskan tujuan agama sebagai tercantum
dalam sloka "MOKSARTHAM JAGADHITA YA CA ITI DHARMAH" yang
artinya bahwa tujuan agama atau dharma adalah untuk mencapai jagadhita dan moksa.
Moksa
juga disebut Mukti artinya mencapai kebebasan jiwatman atau juga disebut
mencapai kebahagiaan rohani yang langgeng di akhirat. Jagadhita juga disebut
bhukti yaitu kemakmuran dan kebahagiaan setiap orang, masyarakat, maupun
negara.
Jadi secara garis besar tujuan agama Hindu adalah untuk mengantarkan
umatnya dalam mencapai kesejahteraan hidup di dunia ini maupun mencapai moksa
yaitu kebahagiaan di akhirat kelak.
Pembahasan tentang agama hindu dapat di bahas pada bab selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN UMUM AGAMA HINDU
A.
Asal Usul
Agama Hindu
Dalam
membicarakan agama Hindu, perlu mengetahui sejarah yang panjang dari
gejala-gejala keagamaan yang telah terlebur di dalam agama Hindu. Dimulai dari
zaman perkembangan kebudayaan-kebudayaan besar di Mesopotamia dan Mesir. Karena
rupanya antara tahun 3000 dan 2000 sebelum masehi di lembah sungai Sibdhu
(Indus) sudah ada bangsa Sumeria di daerah sungai Eufrat dan Tigris, maka
terdapat peradaban yang sama di sepanjang pantai dari laut tengah sampai ke
teluk Benggala. Rentangan daerah antara tempat-tempat di sepanjang pantai dari
laut tengah sampai ke teluk benggala terdapat peradaban yang sama, yang sedikit
demi sedikit meningkat kepada perkembangan yang tinggi.
Bukti-bukti
arkeologis menunjukkan bahwa di Punjab dan di sebelah utara Karachi, ditemukan
puing-puing kota yang sangat tua berasal dari masa 2500-2000 sebelum masehi,
yang memberikan gambaran tentang suatu masyarakat yang teratur dan baik.
Penduduk
India pada zaman itu terkenal sebagai bangsa Dravida. Mula-mula mereka tinggal
tersebar di seluruh negeri, tetapi lama kelamaan hanya tinggal di sebelah
selatan dan memerintah negaranya sendiri, karena mereka di sebelah utara hidup
sebagai orang taklukan dan bekerja pada bangsa-bangsa yang merebut negeri itu.
Bangsa Dravida adalah bangsa yang berkulit hitam dan berhidung pipih,
berpawakan kecil dan berambut keriting.[1]
Antara
tahun 2000 dan 1000 sebelum masehi dari ssebelah utara masuk ke India kaum
Arya, yang memisahkan diri dari kaum sebangsanya di Iran yang memasuki India
melalui jurang-jurang di Pegunungan Hindu Kush.
B.
Pembawa
Agama Hindu Ke Indonesia
Agama Hindu masuk ke
Indonesia diperkirakan pada awal Tarikh Masehi, dibawa oleh para Musafir dari
India antara lain: Maha Resi Agastya yang di Jawa terkenal dengan sebutan
Batara Guru atau Dwipayana dan juga para Musafir dari Tiongkok yakni Musafir
Budha Pahyien. Kedua tokoh besar ini mengadakan perjalanan keliling Nusantara
menyebarkan Dharma. Bukti- bukti peninggalan ini sangat banyak berupa sisa-
sisa kerajaan Hindu seperti Kerajaan Tarumanegara dengan rajanya Purnawarman di
Jawa Barat.[2]
Kerajaan Kutai dengan
rajanya Mulawarman di Kalimantan Timur, Kerajaan Mataram Hindu di Jawa Tengah
dengan rajanya Sanjaya, Kerajaan Singosari dengan rajanya Kertanegara dan
Kerajaan Majapahit di Jawa Timur, begitu juga kerajaan Watu Renggong di Bali,
Kerajaan Udayana, dan masih banyak lagi peninggalan Hindu tersebar di seluruh
kepulauan Indonesia. Raja- raja Hindu ini dengan para alim ulamanya sangat
besar pengaruhnya dalam perkembangan agama, seni dan budaya, serta
kesusasteraan pada masa itu. Sebagai contoh candi- candi yang bertebaran di
Jawa di antaranya Candi Prambanan, Borobudur, Penataran, dan lain- lain, pura-
pura di Bali dan Lombok, Yupa- yupa di Kalimantan, maupun arca- arca dan
prasasti yang ditemukan hampir di seluruh Nusantara ini adalah bukti- bukti
nyata sampai saat ini. Kesusasteraan Ramayana, Mahabarata, Arjuna Wiwaha,
Sutasoma (karangan Empu Tantular yang di dalamnya terdapat sloka "Bhinneka
Tunggal Ika tan hana dharma mangrwa") adalah merupakan warisan- warisan
yang sangat luhur bagi umat selanjutnya. Agama adalah sangat menentukan corak
kehidupan masyarakat waktu itu maupun sistem pemerintahan yang berlaku; hal ini
dapat dilihat pada sekelumit perkembangan kerajaan Majapahit.
Raden Wijaya sebagai
pendiri kerajaan Majapahit menerapkan sistem keagamaan secara dominan yang
mewarnai kehidupan masyarakatnya. Sewaktu meninggal, oleh pewarisnya dibuatkan
pedharman atau dicandikan pada candi Sumber Jati di Blitar Selatan sebagai
Bhatara Siwa dan yang kedua didharmakan atau dicandikan pada candi Antapura di
daerah Mojokerto sebagai Amoga Sidhi (Budha). Raja Jayanegara sebagai Raja
Majapahit kedua setelah meninggal didharmakan atau dicandikan di Sila Petak
sebagai Bhatara Wisnu sedangkan di Candi Sukalila sebagai Buddha.
Maha Patih Gajah Mada adalah seorang Patih Majapahit sewaktu pemerintahan Tri Buana Tungga Dewi dan Hayam Wuruk. Ia adalah seorang patih yang sangat tekun dan bijaksana dalam menegakkan dharma, sehingga hal ini sangat berpengaruh dalam pemerintahan Sri Baginda. Semenjak itu raja Gayatri memerintahkan kepada putranya Hayam Wuruk supaya benar- benar melaksanakan upacara Sradha. Adapun upacara Sradha pada waktu itu yang paling terkenal adalah mendharmakan atau mencandikan para leluhur atau raja- raja yang telah meninggal dunia (amoring Acintya). Upacara ini disebut Sradha yang dilaksanakan dengan Dharma yang harinya pun telah dihitung sejak meninggal tiga hari, tujuh hari, dan seterusnya sampai seribu hari dan tiga ribu hari. Hal ini sampai sekarang di Jawa masih berjalan yang disebut dengan istilah Sradha, Sradangan yang pada akhirnya disebut Nyadran.
Maha Patih Gajah Mada adalah seorang Patih Majapahit sewaktu pemerintahan Tri Buana Tungga Dewi dan Hayam Wuruk. Ia adalah seorang patih yang sangat tekun dan bijaksana dalam menegakkan dharma, sehingga hal ini sangat berpengaruh dalam pemerintahan Sri Baginda. Semenjak itu raja Gayatri memerintahkan kepada putranya Hayam Wuruk supaya benar- benar melaksanakan upacara Sradha. Adapun upacara Sradha pada waktu itu yang paling terkenal adalah mendharmakan atau mencandikan para leluhur atau raja- raja yang telah meninggal dunia (amoring Acintya). Upacara ini disebut Sradha yang dilaksanakan dengan Dharma yang harinya pun telah dihitung sejak meninggal tiga hari, tujuh hari, dan seterusnya sampai seribu hari dan tiga ribu hari. Hal ini sampai sekarang di Jawa masih berjalan yang disebut dengan istilah Sradha, Sradangan yang pada akhirnya disebut Nyadran.
Memperhatikan
perkembangan agama Hindu yang mewarnai kebudayaan serta seni sastra di
Indonesia di mana raja- rajanya sebagai pimpinan memperlakukan sama terhadap
dua agama yang ada yakni Siwa dan Budha, jelas merupakan pengejawantahan
toleransi beragama atau kerukunan antar agama yang dianut oleh rakyatnya dan
berjalan sangat baik. Ini jelas merupakan nilai- nilai luhur yang diwariskan
kepada umat beragama yang ada pada saat sekarang. Nilai- nilai luhur ini bukan
hanya mewarnai pada waktu lampau, tetapi pada masa kini pun masih tetap
merupakan nilai- nilai positif bagi pewaris-pewarisnya khususnya umat yang
meyakini agama Hindu yang tertuang dalam ajaran agama dengan Panca Sradhanya.
Kendatipun agama Hindu
sudah masuk di Indonesia pada permulaan Tarikh Masehi dan berkembang dari pulau
ke pulau namun pulau Bali baru mendapat perhatian mulai abad ke-8 oleh pendeta-
pendeta Hindu di antaranya adalah Empu Markandeya yang berAsrama di wilayah
Gunung Raung daerah Basuki Jawa Timur. Beliaulah yang memimpin ekspedisi
pertama ke pulau Bali sebagai penyebar agama Hindu dengan membawa pengikut
sebanyak ± 400 orang. Ekspedisi pertama ini mengalami kegagalan.
Setelah persiapan matang ekspedisi kedua dilaksanakan dengan pengikut ± 2.000 orang dan akhirnya ekspedisi ini sukses dengan gemilang. Adapun hutan yang pertama dibuka adalah Taro di wilayah Payangan Gianyar dan beliau mendirikan sebuah pura tempat pemujaan di desa Taro. Pura ini diberi nama Pura Murwa yang berarti permulaan. Dari daerah ini beliau mengembangkan wilayah menuju pangkal gunung Agung di wilayah Besakih sekarang, dan menemukan mata air yang diberi nama Sindhya. Begitulah permulaan pemujaan Pura Besakih yang mula- mula disebut Pura Basuki.
Setelah persiapan matang ekspedisi kedua dilaksanakan dengan pengikut ± 2.000 orang dan akhirnya ekspedisi ini sukses dengan gemilang. Adapun hutan yang pertama dibuka adalah Taro di wilayah Payangan Gianyar dan beliau mendirikan sebuah pura tempat pemujaan di desa Taro. Pura ini diberi nama Pura Murwa yang berarti permulaan. Dari daerah ini beliau mengembangkan wilayah menuju pangkal gunung Agung di wilayah Besakih sekarang, dan menemukan mata air yang diberi nama Sindhya. Begitulah permulaan pemujaan Pura Besakih yang mula- mula disebut Pura Basuki.
Dari sini beliau
menyusuri wilayah makin ke timur sampai di Gunung Sraya wilayah Kabupaten
Karangasem, selanjutnya beliau mendirikan tempat suci di sebuah Gunung
Lempuyang dengan nama Pura Silawanayangsari, akhirnya beliau bermukim
mengadakan Pasraman di wilayah Lempuyang dan oleh pengikutnya beliau diberi
gelar Bhatara Geni Jaya Sakti. Ini adalah sebagai tonggak perkembangan agama
Hindu di pulau Bali.
Berdasarkan prasasti di
Bukit Kintamani tahun 802 Saka (880 Masehi) dan prasasti Blanjong di desa Sanur
tahun 836 Saka (914 Masehi) daerah Bali diperintah oleh raja- raja Warmadewa
sebagai raja pertama bernama Kesariwarmadewa. Letak kerajaannya di daerah
Pejeng dan ibukotanya bernama Singamandawa. Raja- raja berikutnya kurang
terkenal, baru setelah raja keenam yang bernama Dharma Udayana dengan
permaisurinya Mahendradata dari Jawa Timur dan didampingi oleh Pendeta Kerajaan
Empu Kuturan yang juga menjabat sebagai Mahapatih maka kerajaan ini sangat
terkenal, baik dalam hubungan politik, pemerintahan, agama, kebudayaan, sastra,
dan irigasi semua dibangun. Mulai saat inilah dibangun Pura Kahyangan Tiga
(Desa, Dalem, Puseh), Sad Kahyangan yaitu Pura Lempuyang, Besakih, Bukit
Pangelengan, Uluwatu, Batukaru, Gua Lawah, Sistem irigasi yang terkenal dengan
Subak, sistem kemasyarakatan, Sanggar/ Merajan, Kamulan/Kawitan dikembangkan
dengan sangat baik.
Sewaktu kerajaan
Majapahit runtuh keadaan di Bali sangat tenang karena tidak ada pergolakan
agama. Pada saat itulah datang seorang Empu dari Jawa yang bernama Empu
Dwijendra dengan pengikutnya yang mengembangkan dan membawa pembaharuan agama
Hindu di Bali. Dewasa ini, terutama sejak jaman Orde Baru, perkembangan Agama
Hindu makin maju dan mulai mendapat perhatian serta pembinaan yang lebih
teratur.
C.
Sistem
Ketuhanan Agama Hindu
Agama Hindu pada pokoknya tidak mempercayai adanya Tuhan dalam arti
kata yang sebenarnya, seperti dalam pengertian kita umat Islam. Unsur-unsur
kepercayaan kekuatan gaib, tidak tegas malah menurut filsafat wedanta, semua
benda ini hanyalah khayal belaka, pada hakekatnya semua itu Tuhan.
Kekuasaan gaib yang tidak berwujud ini tidak dapat digambarkan dalam
pikiran, karena dorongan untuk mengenal kekuasaan yang tak kelihatan ini, maka
orang Hindu mewujudkannya dengan TRIMURTI yang terdiri dari sang Brahmana,
Wisynu dan Syiwa. Brahma ialah pencipta alam semesta, wisnu adalah dewa
pelindung dan siwa adalah dewa pembinasa. Pada dasarnya ketiganya adalah wujud
dari satu ke Tuhanan.
a.
Brahmana
Dewa Brahma mempunyai empat buah kepala yang melihat ke segala penjuru.
Ini adalah satu tanda yang menyatakan kebijaksanaannya. Ialah pencipta segala
sesuatu dan isterinya Saraswati adalah Dewi Kesenian. Dewa Brahma sekarang
tidak lagi dipandang sebagai dewa yang terutama. Di seluruh India hanya ada
sebuah candi Brahma yaitu di Pusykar.
Dewa Wisynu makin lama makin banya pemujanya karena ia diwujudkan sebagai dewa yang penyayang yang bertangan
empat. Di tempat tidurnya berbaring seekor ular bernama Ananta, yang mempunyai
seribu kepala. Ia hanya tertidur bila mendengar doa-doa dewa yang lain, mereka
memerlukan seorang juru pemisah dan penolong, untuk menjaga seluruh alam,
karena kadang-kadang terancam oleh kekuasaan-kekuasaan jahat.
b.
Wisynu
Menurut kepercayaan Hindu, Wisynu menjelma sepuluh kali untuk menolong
dunia ini. Sembilan dari penjelmaan telah berlaku, akan tetapi penjelmaan yang
kesepuluh masih akan tiba.
Kesepuluh penjelmaan (avatara) itu ialah sebagai:
a.
Ikan
b.
Kura-kura
c.
Babi
d.
Singa berkepala manusia
e.
Korcaci (orang kate)
f.
Parasuratna (seorang Brahmana)
g.
Rama
h.
Krisyna
i.
Buddha Gautama
j.
Kalki
Semua penjelmaan ini gunanya untuk menolong dunia dan manusia.
c.
Syiwa
Dewa Syiwa diwujudkan sebagai seorang pengemis kayangan dan sebagai
seorang pelancong yang suka bergaul dengan hantu dan orang halus yang selalu
berkeliaran di tempat-tempat pembakaran mayat di gurun pasir. Ia tak mempunyai
istana, sebab ia diam bersama istri-istrinya di Durga di atas gunung Kailasa di
pegunungan Himalaya. Menurut orang Hindu hal ini adalah akibat dari pada sumpah
dewa Brahma karena Syiwa telah memancung salah sebuah kepala Brahma ketika
timbul pertengkaran antara keduanya tentang kekuasaan.
Ia menjadi Dewa dari orang-orang pertama dan mereka yang telah
menguasai hukum-hukum alam. Binatang kendaraannya Nandi pun dipuja orang.
Istrinya mempunyai beberapa nama: Pati, Durga, Kali, Sakti, Uma, dan
sebagainya. Anak mereka ada dua orang yaitu Ganesya dan Kartikaya.
Dari kedua anak Syiwa ini, Ganesyalah yang lebih dihormati orang. Ia
adalah dewa kecerdasan dan kesabaran. Ia berkepala gajah dan berbadan manusia.
Hal inipun adalah akibat sumpah dari Dewa Brahma. Kartikaya, anak bungsu adalah
Dewa peperangan.[3]
Ibadat dan pemujaan tidaklah hanya dihadapkan kepada
mahadewa Brahma, Wisynu dan Syiwa tetapi lebih dahulu langsung kepada tenaga
dan daya alam yang dianggap sebagai dewa, yang langsung mempengaruhi kehidupan
manusia. Tenaga dan kekuatan alam
inilah yang sebenarnya dipuja. Nama dari masing-masing dewa itu adalah daya
alam itu sendiri. Diantara dewa-dewa itu ialah:
1.
Surya (Dewa
Matahari)
2.
Agni (Dewa Api
Suci)
3.
Wayu (Dewa
Angin)
4.
Candra (Dewa
Bulan)
5.
Waruna (Dewa
Alam/Angkasa)
6.
Marut (Dewa
Badai/Topan)
7.
Paryania (Dewa
Hujan)
8.
Acwin (Dewa Kembar
atau Dewa Kesehatan)
9.
Usa (Dewa Fajar)
10. Indra (Dewa Perang)
11. Westra (Dewa Jahat)
Diantara semua dewa-dewa itu yang terutama sekali dan
paling banyak mendapat puji-pujian ialah dewa Indra dan Agni. Dewa indra
dipandang juga sebagai dewa rahmat yang membawa kebahagian. Dewa indra juga
mendapat julukan dengan sebutan “puramdara” yaitu dewa penggempur benteng. Hal
ini mengingatkan mereka ketika bangsa Arya mula-mula dating kelembah Sindhu
dengan peperangan, bertemu dengan bangsa Dravida yag bertahan dalam Sembilan
puluh benteng, akhirnya bangsa dravida dapat dikalahkan. Bagi bangsa arya
kemenangan ini sebagai pertolongan dari dewa indra.
Dewa Indra adalah dewa yang terus menerus berperang
menggempur dewa wertra, yaitu dewa jahat yang selalu menahan air hujan dalam
gumpalan-gumpalan awan. Dewa pertolongan Indra memaksa wertra akhirnya hujan
turun ke bumi.
Dalam memuja Dewa Indra, biasa dipersembahkan saji
yang berisi soma, yaitu semacam minuman dari getah tumbuh-tumbuhan candu yang
biasa memabukkan. Maksud saji ini agar Dewa Indra terus berperang dalam keadaan
mabok dan tak peduli, sehingga Wertra dapat dikalahkannya.
Dewa kedua yang dianggap mulia dan lebih banyak dapat
pujaan ialah dewa api (agni), karena agni sebagai sahabat bagi manusia dalam
hidupnya. Di dalam setiap rumah sudah tentu dibutuhkan api untuk memasak, untuk
penerangan dan pemanas. Pada setiap upacara pemujaan, api tidak boleh
ketinggalan, api menjadi syarat utama.
Pada waktu upacara pemujaan dewa yang disembah dimohon
agar turun, duduk di atas selembar tikar kuca (tikar rumput) yang dibentangkan,
lalu barang-barang sajian dimasukkan ke dalam api, sebagai khayalan bahwa
sajian ini dimasukkan ke dalam mulut dewa.
Selain kepada Dewa Indra dan Agni ada juga dilakukan
pemujaan, menurut kebutuhan masing-masing yang memuja. Dan bagi tiap-tiap
keluarga dan rumah tangga, kepala keluargalah yang berkewajiban melakukan saji
dalam pemujaan menurut apa yang dibutuhkan oleh keluarganya.
Hanya pada ketika memuji dan memuja suatu dewa dalam
memohon kebutuhan dan hajat, si pemuja hendaklah meletakkan suatu kepercayaan
dalam hatinya, bahwa tidak ada suatu dewa yang lain selain dewa yang
disembahnya itu.
D.
Kitab-kitab
Suci Agama Hindu
1. Masa
Agama Weda
Pada zaman ini hidup
keagamaan orang Hindu didasarkan atas kitab-kitab yng disebut: weda samitha,
yang berarti pengumpulan weda. Kata “weda” berasal dari “wid” = tahu, jadi weda artinya pengetahuan yang amat tinggi[4].
Menurut tradisi Hindu kitab-kitab ini ialah buah ciptaan dewa Brahmana sediri.
Isinya diwahyukan oleh dewa Brahmana kepada para resi atau para pendeta dalam bentuk
mantera-mantera, yang kemudian disusun sebagai puji-pujian oleh para resi
sebagai pernyataan rasa hatinya.
Pada waktu bangsa Arya
memasuki India mereka telah mempunyai kitab Weda tersebut. Matera-mantera tadi
disusun lalu dibukukan menjadi 4 bagian atau samhita (pengumpulan).
Keempat Samhita tersebut ialah:
1.
Rig Weda, berisi 1028/sukta atau mantera-mantera
dalam bentuk nyanyian digunakan untuk mengundang para dewa agar hadir pada
upacara-upacara korban yang dipersembahkan kepada mereka (dewa-dewa). Imam-imam
atau pendeta yang mengajukan pujian ini disebut: Hotr
2.
Sama Weda, hampir
sama dengan Rig Weda, hanya diberi “sama” atau lagu. Imam atau pendeta yang
menyanyikannya: disebut Udgatr.
3.
Yayur Weda, berisi
yayur atau rapal. Rapal tersebut dipakai untuk mengubah korban menjadi makanan
para dewa. Singkatnya, berisi tentang
du’a-du’a untuk pengantar saji-saji yang dipersembahkan kepada dewa-dewa dengan
diiringi pengajian Rigweda dan nyanyian samaweda.[5]
Pendeta atau imamnya disebut: Arwarya.
4.
Atharawa weda, berisi
mantera-mantera khusus
untuk menyembuhkan orang sakit, mengusir roh jahat, pengikat cinta, menghancurkan musuh
dan sebagiannya. Dipimpin oleh atharawan (golongan pendeta sendiri).
Isi kitab weda pada umumnya
mengenai ritus (upacara-upacara keagamaan) terutama korban. Bermacam-macam cara
korban diuraikan di dalamnya dan yang terpenting ialah korban yang menggunakan
air soma (semacam minuman yang penyelenggaraannya memerlukan banyak tenaga dan
biaya).
Korban-korban itu
dipersembahkan kepada dewa-dewa yang pada hakikatnya merupakan personifikasi
dari kekuatan-kekuatan alam yang dahsyat atau menakutkan seperti dewa Agni (api),
surya (matahari), vayu (angin), maruta (taufan), pertiwi
(bumi), Indra (perang), Waruna (langit), Rud (perusak),
dan lain-lain.
Pandangan mereka
terhadap dewa-dewa pada zaman permulaan weda ini, pada hakikatnya adalah
seperti kepercayaan bangsa Arya di Iran sebelum mereka masuk India terlebih
dahulu. Jadi politeisme, yaitu mempercayai dan menyembah banyak dewa dan
dewa-dewa itu antara satu dengan yang lain sama tinggi kedudukannya. Pandangan
mereka terhadap wujud dewa itu pun masih kabur, belum ada gambaran tentang
adanya satu dewa yang tertinggi.
Dalam kepercayaan kuno,
disamping dewa-dewa masih ada lagi roh-roh jahat yang berkuasa dan sebagian
merupakann musuh dewa. Dewa-dewa tersebut kadang-kadang satu diantaranya
dianggap paling atas tetapi di saat lain berganti dewa lain yang dianggap
menduduki tempt tertinggi. Seperti Indra kemudian Waruna dan pada saat lan
Prajapati yang tertinggi.
Karena belum adanya
gambaran tentang dewa yang berpribadi, maka sikap penyembahan mereka terhadap
dewa-dewanya, bukan sebagi makhluk yang rendah terhadap Tuhan Yang Maha Kuasa,
melainkan sebagai daya upaya mempengaruhi kekuatan-kekuatan gaib agar mengikuti
kehendak mereka. Jadi hubungan mereka dengan kekuatan-kekuatan tersebut
bersifat magis, sehingga fungsi ritus menjadi amat penting sebagai alat untuk
mempengaruhi dewa-dewa.
2. Masa
Agama Brahmana
Agama Brahmana
bersumber kepada kitab Brahmana, yaitu bagian kitab weda yang ke-2. Kitab-kitab
ini ditulis oleh para imam atau brahmana dalam bentuk prosa. Isinya memberi
keterangan tentang korban. Hal ini disebabkan karena zaman ini adalah suatu
zaman yang memusatkan keaktifan rohaninya kepada korban. Oleh karena itu
kitab-kitab ini menguraikan upacara-upacara korban, membicarakan nilainya serta
mencoba mencari asal-usul korban.
Pada zaman Brahmana ini
memang timbul perubahan-perubahan suasana. Ciri-ciri zaman ini adalah:
1. Korban
mendapat tekanan berat.
2. Para
imam (Brahmana) menjadi golongan yang paling berkuasa.
3. Perkembangan
kasta dan asrama.
4. Dewa-dewa
berubah perangainya.
5. Timbulnya
kitab-kitb sutra.
3.
Masa Agama Upanishad
Upanishad
artinya duduk bersimpuh ddidekat gurunya untuk mendengarkan wejangan-wejangan
yang bersifat rahasia (khusus). Upanishad terutama mengandung
ajaran-ajaran filosofis tentang hakikat atma (Atmawidya). Jadi titik beratnya
adalah ontology. Didalamnya diuakan tentang hubungan antara Brahman dan Atma.
Upanishad juga sering disebut Wedanta, artinya akhir Weda. Ada
banyak kitab Upanishad yang jelas lebih dari 100 buah.
4.
Masa Agama Pancasradha
a) Atman
Dijelaskan bahwa
Atman adalah hakiakat manusia yang sebenarnya.
b) Brahman
Brahman
diartikan do’a dan kemudian kekuatan gaib yang terkandung dalam do’a. Karena
dalam Agama Brahmana korban dan do’a dinilai tinggi sekali, maka arti Brahman
pun menjadi tinggi
c) Samsara
Samsara adalah
perputaran kelahiran kembali. Hanya manusia yang telah mencapai atman yang
mulia dan yang teu akan maya saja yang dapat mengatasi hukum karma dan mencapai
moksha
d) Karma
Karma
meluti kehidupan dahulu, sekarang dan yang akan datang. Karma berarti kehidupan
sebelumnya. Menurut Harun Hadiwijono, ajaran Karma ini berakar pada
ajaran arta dalam agama Weda Purba, pada agama Brahmana yang memusatkan
perhatian pada korna atau mempunyai arti yang sama dengan korban atau yajna.
e) Yoga
Yoga dalam
pengertiannya yang sederhana adalah usaha mendisiplinkan diri. Yoga terdiri
dari emapt macam dan tiap orang boleh memilih beberapa diantara yang empat itu
sesui dengan bakat dan kemampuan masing-masing yaitu:
1) Bhakti
Yoga: dengan sujud bakti, dengan rasa cinta
yang mendalam kepada Tuhan.
2) Karma
Yoga: dengan melakukan kewajiban-kewajiban
dan perbuatan-perbutan baik dengan ikhlas tanpa pamrih.
3) Jnana
Yoga: dengan jalan pengetahuan atu filsafat,
tetapi yang dimaksud semula ialah pengetahuan yang berdasarkan intuisi.
4) Raja
Yoga: dengan jalan mistik, yang terdiri dari
beberapa tahap yang disebut dengan Astangga Yoga.[6]
E.
Madzhab/Sekte-sekte
Agama Hindu
Jalan yang dipakai
untuk menuju Tuhan (Hyang Widhi) jalurnya beragam, dan kemudian dikenallah para
dewa. Dewa yang tertinggi dijadikan sarana untuk mencapai Hyang Widhi. Aliran
terbesar agama Hindu saat ini adalah dari golongan Sekte Waisnawa yaitu
menonjolkan kasih sayang dan bersifat memelihara; yang kedua terbesar ialah
Sekte Siwa sebagai pelebur dan pengembali yang menjadi tiga sekte besar, yaitu
Sekte Siwa, Sekte Sakti (Durga ), dan Sekte Ganesha, serta terdapat pula Sekte
Siwa Siddhanta yang merupakan aliran mayoritas yang dijalani oleh masyarakat
Hindu Bali, sekte Bhairawa dan Sekte - Sekte yang lainnya. Yang ketiga ialah
Sekte Brahma sebagai pencipta yang menurunkan Sekte Agni, Sekte Rudra, Sekte
Yama, dan Sekte Indra. Sekte adalah jalan untuk mencapai tujuan hidup menurut
Agama Hindu, yaitu moksha (kembali kepada Tuhan), dan pemeluk Hindu
dipersilahkan memilih sendiri aliran yang mana menurutnya yang paling
baik/bagus.[7]
F.
Doktrin-doktrin
yang Dikembangkan Agama Hindu
Hindu seringkali dianggap sebagai agama yang beraliran politeisme karena memuja banyak Dewa, namun tidaklah sepenuhnya demikian. Dalam agama Hindu, Dewa bukanlah Tuhan tersendiri. Menurut umat Hindu, Tuhan itu Maha Esa tiada
duanya. Dalam salah satu ajaran filsafat Hindu, Adwaita Wedanta menegaskan bahwa hanya ada satu kekuatan dan
menjadi sumber dari segala yang ada (Brahman), yang memanifestasikan diri-Nya kepada manusia dalam
beragam bentuk.
Dalam Agama Hindu ada lima keyakinan dan kepercayaan yang disebut
dengan Pancasradha. Pancasradha merupakan keyakinan dasar umat Hindu.
Kelima keyakinan tersebut, yakni:
Widhi Tattwa merupakan konsep kepercayaan terdapat Tuhan
yang Maha Esa dalam pandangan Hinduisme. Agama Hindu yang berlandaskan Dharma
menekankan ajarannya kepada umatnya agar meyakini dan mengakui keberadaan Tuhan
yang Maha Esa. Dalam filsafat Adwaita Wedanta
dan dalam kitab Weda,
Tuhan diyakini hanya satu namun orang bijaksana menyebutnya dengan berbagai
nama. Dalam agama Hindu, Tuhan disebut Brahman.
Filsafat tersebut tidak mengakui bahwa dewa-dewi merupakan Tuhan
tersendiri atau makhluk yang menyaingi derajat Tuhan.
Atma tattwa merupakan kepercayaan bahwa terdapat jiwa
dalam setiap makhluk hidup. Dalam ajaran Hinduisme, jiwa yang terdapat dalam
makhluk hidup merupakan percikan yang berasal dari Tuhan dan disebut Atman.
Jivatma bersifat abadi, namun karena terpengaruh oleh badan manusia yang
bersifat maya, maka Jiwatma tidak mengetahui asalnya yang sesungguhnya. Keadaan
itu disebut Awidya. Hal tersebut mengakibatkan Jiwatma mengalami proses reinkarnasi berulang-ulang. Namun
proses reinkarnasi tersebut dapat diakhiri apabila Jivatma mencapai moksa.
Agama Hindu mengenal hukum sebab-akibat yang disebut
Karmaphala (karma =
perbuatan; phala = buah/hasil) yang menjadi salah satu keyakinan dasar.
Dalam ajaran Karmaphala, setiap perbuatan manusia pasti membuahkan hasil, baik
atau buruk. Ajaran Karmaphala sangat erat kaitannya dengan keyakinan tentang reinkarnasi, karena dalam ajaran
Karmaphala, keadaan manusia (baik suka maupun duka) disebabkan karena hasil
perbuatan manusia itu sendiri, baik yang ia lakukan pada saat ia menjalani
hidup maupun apa yang ia lakukan pada saat ia menjalani kehidupan sebelumnya.
Dalam ajaran tersebut, bisa dikatakan manusia menentukan nasib yang akan ia
jalani sementara Tuhan
yang menentukan kapan hasilnya diberikan (baik semasa hidup maupun setelah
reinkarnasi.
Punarbhawa merupakan keyakinan bahwa manusia mengalami reinkarnasi. Dalam ajaran Punarbhawa,
reinkarnasi terjadi karena jiwa harus menanggung hasil perbuatan pada
kehidupannya yang terdahulu. Apabila manusia tidak sempat menikmati hasil
perbuatannya seumur hidup, maka mereka diberi kesempatan untuk menikmatinya
pada kehidupan selanjutnya. Maka dari itu, munculah proses reinkarnasi yang
bertujuan agar jiwa dapat menikmati hasil perbuatannya (baik atau buruk) yang
belum sempat dinikmati. Proses reinkarnasi diakhiri apabila seseorang mencapai
kesadaran tertinggi (moksa).
Dalam keyakinan umat Hindu, Moksa merupakan suatu keadaan di mana jiwa
merasa sangat tenang dan menikmati kebahagiaan yang sesungguhnya karena tidak
terikat lagi oleh berbagai macam nafsu maupun benda material. Pada saat
mencapai keadaan Moksa, jiwa terlepas dari siklus reinkarnasi sehingga jiwa
tidak bisa lagi menikmati suka-duka di dunia. Oleh karena itu, Moksa menjadi
tujuan akhir yang ingin dicapai oleh umat Hindu.[8]
BAB III
PRAKTEK KEAGAMAAN DALAM AGAMA HINDU
A.
Ritual
keagamaan dalam Agama Hindu
Ada dua macam ritual
hindu yang lazim dikalangan orang hindu masa kini,yaitu yang disebut sebagai
ritual keagamaan Vedis dan agamis.
Ritual-ritual Vedis pada pokoknya meliputi kurban-kuban para dewa. Suatu
upacara korban berupa melekukan persembahan, seperti mentega cair, bulir-bulir
padi, sari buah soma dan dalam kesempatan tertentu juga binatang, kepada suatu
dewata. Biasanya sesajian ini ditempatkan pada baki suci ataupun-atau lebih umum
dilemparkan kedalam api suci yang telah dinyalakan diatas altar pengurbanan.
Imam-imam mempersembahkan kurban-kurban melalui perantaraan Dewa Api (Agni)
yang menjadi perantara dewa dengan manusia.
Ada suatu perbedaan
antara upacara-upacara keagamaan umum yang besar (Srauta) dengan
upacara-upacara domestic (Grhya). Upacara-upacara keagamaan umum dilakukan oleh
imam-imam-imam dengan dengan rumusan samhita dan memerlukan tiga persiapan.
Sedangkan upacara domestik dilakukan didepan tungku keluarga oleh kepala
keluarga dengan menggunakan rumusan dari kumpulan do’a khusus. Ritual ini
memikat orang-orang india purba sedemikian rupa sehingga mereka melihat segala
sesuatu dengan kacamata rumusan-rumusan dan cara-cara prosedur yang dituntut
untuk memenuhi kewajiban keagamaan. Orang yang tahu menyusun bata-bata altar
perapian dan menjalankan persembahan korban dengan tepat dan memperoleh
pewahyuan tentang misteri-misteri yang agung.
Bentuk-bentuk ritual
yang paling meriah didahului dengan konsekrasi (diksha) yang bertujuan
mengangkat peserta dari lingkungan profane kelingkungan yang kudus, suatu
proses pendakian yang berat (durohana) dengan membebaskannya dari
kebusukan-kebusukan didunia. Pada akhir upacara, proses balik terjadi, yakni
dari lingkungan yang kudus. Obyek yang telah dikuduskan dihanyutkan dalam aliran air. Ritual Vedis merupakan ritual
yang menetapkan suatu hubungan antara dunia ilahi dan dunia manusia, bahkan
memberi wawasan tentang hakikat yang ilahi.
Upacara domestik yang
dilakukan dirumah ada dua macam: yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari
yakni semacam persembahan dan sesuatu yang disebut sakramen-sakramen hindu
(samskaras). Lewat sakramen-sakramen inisecara bertahap pribadi mencapai
tingkat ‘kelahiran kedua’ dan diteguhkan dalam kedudukan istimewa. Upacara ini
meliputi tahap penting dari keberadaan manusia, sejak kelahiran hingga kematian
dan dialam baka.
Ritual Agamis
memusatkan perhatian pada pujaan-pujaan, pelaksanaan puasa serta pesta yang
termasuk bagian agama hindu yang merakyat.[9]
B.
Upacara
keagamaan Agama Hindu
1. Upacara
Nyepi
Upacara Nyepi adalah
upacara dimana semua warga Hindu khusunya untuk berpuasa 1 hari penuh dengan
tujuan semua dosanya di ampuni oleh Tuhannya. Ketika proses penyepian
berlangsung semua warga di Bali di wajibkan untuk mematikan semua listrik dan
juga di larang membuat kegaduhan selama penyepian. Ketika malam hari semua
warga tidak diperkenankan untuk menyalakan lampu dan juga hal-hal yang terang
sperti lilin. Upacara Nyepi ini bertepatan dengan SASIH KESANGE (bulan
kesange) tau di bulan masehi bertepatan dengan bulan Maret atau April.
2. Upacara
ogoh-ogoh
Upacara ogoh-ogoh ini
bertepatan sehari sebelum penyepian berlangsung. Upacara ini diadakan dengan
membuat kreasi-kreasi patung yang menyeruapai BARONG yang terbuat dari bambu-bambu,
kayu, dan juga di lapisi dengan kertas semen dan cara membawa ogoh-ogoh ini
dengan cara mengarak (mengusungnya) dengan diiringi musik yang bernama BLEGANJUR.
Upacara ini diadakan dengan bertujuan mengusir Bhuta Kala (Roh-roh Jahat).
Ogoh-ogoh biasanya di buat hanya perbanjar/perdusun tetapi sekarang kita bisa
membuatnya perkelompok. Tiap kelompok pun bermacam-maca, jumlahnya, ada yang 15
sampai dengan 30 orang perkelompoknya. Ogoh-ogoh juga bisa diperlombakan,
perlombaan ogoh-ogoh dilaksanakan antar banjar/dusun.
3. Upacara
Ngaben
Upacara Ngaben adalah
upacara pembakaran mayat yang dilakukan pada saat ada kematian di kalangan umat
Hindu. Upacara ini dilakukan untuk mengambil sisa abu si mayat agar bisa di
sucikan. Upacara ngaben juga hampir mirip dengan ogoh-ogoh, tetapi perbedaan di
upacara ngaben ini hanya di medianya saja. Upacar ngaben di butuhkan BADE atau
yang dikenal alat untuk mengusung mayat. Tentunya upacara Ngaben ini dilakukan
di pemakaman dan juga saat mengusung BADE tersebut masyarakat hindu
berjalan kaki meskipun jarak yang ditempuh sampai berkilo-kilo. Saat mengusung BADE
biasanya masyarakat Hindu melantumkan doa yang bernama ONG SARWA KARYA
PRASIDANTA NAMA SWAHA juga diiringi dengan gamelan ANGKLUNG.[10]
C.
Tempat-tempat
Suci Agama Hindu
Tempat suci Hindu adalah suatu tempat maupun bangunan yang dikeramatkan
oleh umat Hindu atau tepat
persembahyangan bagi umat Hindu untuk memuja Brahman beserta aspek-aspeknya. Di Tanah Hindu, banyak kuil
yang didedikasikan untuk Dewa-Dewi Hindu, beserta inkarnasinya ke dunia
(awatara), seperti misalnya
Rama dan Kresna. Di India setiap kuil menitikberatkan
pemujaannya terhadap Dewa-Dewi tertentu, termasuk memuja Bhatara Rama dan Bhatara Kresna sebagai
utusan Tuhan untuk melindungi umat manusia.
Tempat suci Hindu umumnya terletak di tempat-tempat yang dikelilingi
oleh alam yang asri, seperti misalnya laut, pantai, gunung, gua, hutan, dan
sebagainya. Namun tidak jarang ada tempat suci Hindu yang berada di kawasan
perkotaan atau di dekat pemukiman penduduk.
Tempat suci Hindu memiliki banyak sekali sebutan di berbagai belahan
dunia, dan nama tersebut tergantung dari bahasa yang digunakan. Umumnya
berbagai nama tersebut memiliki arti yang hampir sama, yaitu merujuk kepada
pengertian “Rumah pemujaan kepada Tuhan”.
Berbagai istilah tempat suci Hindu yaitu:
Terdapat juga berbagai nama lain seperti Devalaya, Devasthan, Deval
atau Deul, dan lain-lain, yang berarti “Rumah para Dewa”. Biara Hindu sering
disebut Matha, dimana para pendeta dididik dan guru spiritual tinggal.
Kebanyakan tempat-tempat tersebut merupakan rumah kuil.
Bangunan suci Hindu umumnya menyerupai replika sebuah gunung, karena menurut filsafat
Hindu, gunung melambangkan alam semesta dengan ketiga bagiannya.
Selain itu, gunung merupakan kediaman para Dewa, seperti misalnya gunung Kailasha yang dipercaya
sebagai kediaman Dewa Siwa.
Selain menyerupai gunung, terdapat bangunan suci Hindu yang memiliki atap
bertumpuk-tumpuk, dan di Indonesia dikenal dengan istilah Meru. Meru merupakan
lambang dari lapisan alam, mulai dari alam terendah sampai alam tertinggi.
Arsitektur bangunan suci Hindu tidak lepas dari aturan-aturan yang
termuat dalam kitab suci. Dalam pembangunan suatu tempat suci Hindu,
arsitekturnya harus mengikuti apa yang termuat dalam sastra suci Hindu. Di Indonesia, selain
berbentuk candi dan meru, bangunan suci Hindu
juga berbentuk gedong dan padmasana.
Dalam bangunan suci Hindu, tidak jarang dijumpai relief atau pahatan,
serta patung-patung yang berada di sekeliling areal suatu tempat suci. Umumnya
patung-patung tersebut melambangkan Dewa-Dewi yang muncul dalam sastra dan mitologi
Hindu. Fungsi berbagai patung dalam bangunan suci Hindu adalah
sebagai hiasan atau simbol, karena bukan untuk disembah.[11]
D. Kasta-kasta
dalam Agama Hindu
Perbedaan susunan
masyarakat Hindu dari masyarakat lain di dunia ini karena adanya
golongan-golongan yang eksklusif dan berdiri sendiri dalam masyarakat mereka,
golongan-golongan ini disebut kasta. Tiap kasta mempunyai kedudukan sosial yang
sangat tajam batas-batasnya, batas-batas mana diasaskan pada Hinduisme.
Hanyalah asal kelahiran yang menentukan kedudukan sesuatu golongan dan
seseorang dalam masyarakat Hindu, yang tidak dapat diubah oleh prestasi apapun
dalam hidup seseorang. Perbedaan besar antara mesyarakat Hindu dengan
golongan-golongan bangsa-bangsa lain ialah: bahwa perbedaan derajat yang
ditimbulkan asal kelahiran ini dapat berubah ole adanya prestasi seseorang
dalam hidupnya, sedang masyarakat Hindu percaya bahwa pembedaan derajat itu
berakar dalam prinsip-prinsip yang tidak dapat diubah sama sekali.
Golongan kasta
yang utama adalah :
1. Brahmana,
yang terdiri dari golongan pendeta dan ulama-ulama.
2. Ksatrya
terdiri dari perwira balatentara, dan pegawai negeri.
3. Waisya,
yaitu kaum buruh, tani, dan saudagar.
4. Sudra,
yaitu hamba sahaya dan orang-orang yang mengerjakan pekerjaan yang hina.
Perlu diketahui bahwa
anggota-anggota keempat kasta tadi, tidak sudi terhadap satu sama lainnya.
Mereka tidak diizinkan berhubungan antara yang satu dengan yang lain dengan
begitu saja, misalnya dalam perkawinan antara orang-orang dari kasta yang
berlainan.
Di bawah katagori yang
keempat tadi, masih ada golongan ke-lima yaitu golongan Paria yang biasa
disebut dengan outcast. Golongan ini hampir tidak dapat dinamakan suatu suatu
kasta dan malah tidak boleh didekati. Anggota-anggota kasta yang empat tadi
tidak boleh berhubungan langsung dengan anggota-angngota golongan ini.[12]
E. Pengajaran
Agama Hindu
Seorang anak Hindu
telah faham akan peraturan-peraturan di dalam Hinduisme dari pada seorang anak
di dalam agama-agama lain. Hal ini disebabkan karena hidup seorang Hindu itu
telah terjalin di dalam agamanya. Hidupnya tidak dapat dipisah-pisahkan dari
paham Hindu itu. Seorang anak Hindu dengan sendirinya mempelajari dewa-dewanya.
a. Lembu
Seorang Hindu memandang
lembu sebagai binatang yang suci, menghormati dan memujanya serta melarang
menyembelihnya. Membunuh seekor lembu sama dosanya dengan membunuh seorang
Brahma. Memakan daging lembu diangap lebih kejam daripada makan daging manusia.
Selain dari lembu ada
binatang-binatang lain yang dipandang suci yaitu ular. Pemujaan terhadap ular
dilakukan di India Selatan dan Benggala. Raja dari segala ular ialah Ananta
yang mempunyai 1000 kepala. Di atas pungung ular ini Dewa Wisynu berbaring
sepanjang masa. Untuk menghormati ular diadakan upacara tersendiri.
Pohon banya (sebangsa
beringin) dianggap juga suci oleh orang Hindu. Di bawah pohon yang rindang
inilah para pujangga memperdengarkan cerita-cerita yang terkenal di dalam kesusateraan.
b.
Tempat-tempat suci
Tempat suci yang
terutama adalah di Benares. Kota yang dipandang suci terutama karena menjadi
tempat dewa Syiwa. Setiap orang Hindu yang alam cita-citanya tak lain hanya
ingin menghembuskan nafasnya yang penghabisan di kota ini. Kota ini penuh
dengan candi-candi, ada kira-kira 2000 banyaknya. Kebanyakan adalah candi
Syiwa.
c.
Kesucian sungai gangga
Sungai Gangga ini
dianggap sungai yang suci, sebab airnya dapat mensucikan segala dosa. Sedangkan
tulang dan abu dari seorang mayat yang sudah dibakar dan dilemparkan kedalamnya
menyebabkan arwahnya terus masuk kedalam surga. Pada masa-masa yang tertentu
orang pergi kesana untuk menghanyutkan dosa, dan sungai itu diberi
pujaan-pujaan yang berupa bunga-bungaan, ditepi sungai ini terletak kota
Benares.
d.
Pembakaran mayat
Menurut syarat agama
Hindu, mayat seorang yang meninggal iti dibakar. Upacara pembakaran mayat
adalah salah satu upacara ibadat yang besar. Pembakaran yang termulia ialah
kalau dilakukan di tepi sungai Gangga yang suci dan abunya dihanyutkan ke
dalamnya.
e. Surga
dan neraka
Gunung dewata Mahameru
dianggap tempat tinggal dewa-dewa. Di atas Mahameru itulah letaknya surga.
Adapun neraka terdapat di bawah bumi, dan dikuasai oleh Yama, dewa maut yang
memberi keputusan tentang kedudukan dari orang yang menghadap itu. Setelah
beberapa lama ia tinggal dan ditahan ia pun dilepaskan dan dilahirkan kembali.
f.
Qurban dan sajian
Ajaran Hindu tentang
qurban, menurut bentuknya, lamanya dan harganya dapat dibagi menjadi dua
bagian.
1.
Yayna besar
Qurban-qurban ini
dijalankan oleh padri-padri yang dipilih oleh Yayamana (yang mengongkosi
upacara). Yayamana harus membelanjai berupa ternak, barang dan uang.
Padri-padri pula mendapat bagiannya.
2.
Yayna kecil
Qurban ini dijalankan
dengan hanya satu api tapi upacara. Tiap-tiap greharta mempunyai api upacara.
Dan prakteknya Yayna ini bertalian rapat dengan hidup sehari-hari.[13]
F.
Bandingan Agama
Hindu dengan Islam
1.
Tuhan Yang Maha
Esa
Sudah diterangkan di
atas pengertian ketuhanan dalam agama Hindu sangat berbeda dengan Islam, malah
dapat dikatakan bahwa agama Hindu tidak mempercayai adanya Tuhan dalam arti
yang sebenarnya. Yang ada di sana hanya berupa kekuasaan ghaib Hindu
mewujudkannya dengan Dewa dan Dewi. Diantara dewa-dewa yang terpenting ialah
Brahma (pencipta alam), Wisynu (pemelihara alam), dan Syiwa (pembinasa alam),
yang ketiga-tiga disebut Trimurti. Mula-mula Brahma dianggap sebagai Dewa
tertinggi, kemudian derajadnya jatuh dan merosot dan kedudukannya diganti oleh
Wisynu dan Syiwa. Penyembah Wisybu lebih memuliakan Wisynu dari pada Syiwa,
sedang penyembah Syiwa lebih mengutamakan Syiwa, yang dapat muncul berupa
macam-macam Dewa.
Sebagai Mahakarya Syiwa
menguasai kematian dan menyebabkan dunia ini binasa. Dan sebagai mahaguru ia
pengajar besar dan contoh bagi para pertapa. Sebagai mahadewa atau mahaswara ia
menjadi rata dewata yang menguasai hidup dan mati.
Sedangkan agama Islam
hanya mempercayai Tuhan Yang Maha Esa dengan segala sifat kesempurnaan-Nya
tidak ada yang menyerupai-Nya dan tidak beranak dan tidak pula diperanakkan,
sebagaimana yang disifatkan oleh surat Al-Ikhlas: 1-4.
“Katakanlah
hai Muhammad! Allah itu Esa, Allah tempat meminta. Tidak beranak dan tidak pula
diperanakkan dan tidak ada pula yang menyerupai-Nya”
Dalam Al-Qur’an ada 4
macam syirik:
a. Percaya
bahwa Tuhan itu banyak
b. Percaya
bahwa selain Tuhan itu ada barang-barang yang mempunyai sifat-sifat Tuhan
c. Percaya
bahwa sesuatu itu ada pertalian keluarga dengan Allah
d. Percaya
bahwa ada sesuatu yang dapat mengerjakan hal-hal yang hanya dapat dikerjakan
oleh Allah sendiri.
2.
Kitab Suci
Kitab suci dalam Islam
adalah Al Qur’anul Karom, seluruh isinya ialah wahyu Tuhan kepada Nabinya
Muhammad SAW; para ulama dan umat Islam tidak akan mampu merobahnya; pikiran
dan ciptaan manusia tidak mencampurinya. Sedangkan
sabda dan ucapan dari Nabi yang membawanya tidak termasuk didalamnya bahkan
terpisah sama sekali dengan sebutan yang terkenal ialah hadis (sunnah). Nabi
Muhammad sendiri memperingatkan demikian. Apalagi ucapan para sahabat, para
ulama dan sarjana tidak mungkin dapat dimasukkan didalamya.
Tetapi
dalam agama Hindu kitab Weda yang mula-mulanya hanya satu, yang bernama Rigweda
itu, tidak diketahui siapa nabi yang membawanya. Kitab yang satu itu akhirnya
telah bertambah menjadi tiga, dari tiga menjadi empat, dan selanjutnya dari
masa kemasa semakin banyak tambahnya, sehingga selain Bhrahmana, Upanishad,
Purana, Tantra, dan sebagainya, pun kitab-kitab cerita, filsafat dan
kebudayaan, seperti Ramayana dan Bagawad Gitajuga telah digolongkan ke dalam
apa yang dinamakankitab suci. Hal ini lebih menjelaskan kepada kitabahkan
kedudukan agama Hindu, tepat jika dinamai agama kebudayaan, agama Thabi’I hasil
ciptaan manusia.
3.
Roh Manusia
Dalam agama
Hindu terdapat dua macam filsafat tentang roh manusia, yaitu filsafat Wedanta
dan filsafat Sangkya. Paham Pantheisme seperti yang diajarkan oleh filsafat
Wedanta maupun filsafat Sangkya tidak dibenarkan oleh Islam.
Menurut Islam
alam semesta ini termasuk juga roh manusia adalah makhluk Tuhan yang ada
permulaannya dan penghabisannya, dapat rusak dan binasa, dan hanya Allah
sajalah yang bersifat qidam dan baqa. Firman Allah dalam surat
Ar-Rahman: 26,27: “Tiap-tiap yang di atas bumi ini akan rusak dan binasa,
dan hanya Tuhanlah yang kekal selama-lamanya. Tuhan Yang Maha Besar dan Maha
Mulia”.[14]
4.
Hukum Karma
Biasa juga
disebut dengan the law of cause and effect, atau hukum sebab akibat.
Agama Hindu
mengejarkan bahwa tiap-tiap amal perbuatan manusia itu ada pahala/siksanya.
Islam mengajarkan, bahwa amal perbuatan manusia akan diberi ganjaran atau
balasan baik dan buruk dari Tuhan.
Tetapi menurut
agama Hindu manusia tidak mungkin menerima pahala atau siksa yang tidak
terbatas, karena ada hukum karm itu. Sedangkan menurut Islam hukum pembalasan
itu terletak di tangan Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang sepenuhnya.
Artinya Tuhan berkuasa memberi pahala yang tidak terbatas atas amal baik
manusia yang terbatas itu, dan lagi Tuhan itu Maha Pengampun, dapat mengampuni
dosa dan mengurangi siksa dan amal yang jahat.
Kebahagiaan atau
penderitaan hidup di dunia menurut Islam bukanlah hasil dari perbuatan manusia
pada hidup yang lain, karena hasil dari perbuatan manusia itu akan diterimanya
baru nanti di akhirat dengan sepenuh-penuhnya dan dengan wujug yang
senyata-nyatanya, sebagaimana tersebut dalam Al-Qur’an surat Al-zalzalah: 7-8
yang artinya:
“barang siapa
yang berbuat kebaikan walaupun sekecil biji dzarah akaln dilihatnya dan barang
siapa berbuatan kejahatan walaupun sekecil biji dzarahpun akan dilihatnya
juga”.
Menurut Islam
setiap orang bertanggung jawab atas perbuatannya masing-masing. Firman Allah
dalam surat An-Najm: 39-41 yang artinya: “Dan tidak adalah bagi manusia itu
kecuali usahanya sendiri, dan hasil usahanya itu bakal dilihatnya”.[15]
5.
Penjelmaan Jiwa
Tentang hal ini
ajaran agama Islam sangat berbeda dengan ajaran agama Hindu. Kelahiran kembali
sebagai samsara seperti yang diajarkan oleh hukum karma itu tidak dibenarkan
oleh Islam. Jika seseorang telah meninggal menurut Islam rohnya masuk ke alam
barzah, bukan menjelma lagi ke dala jasad atau makhluk lain. Di alam barzah roh
manusia akan mendapat badan yang sesuai dengan alamnya, untuk kemudian tiba
saatnya manusia memasuki alam akhirat yang kekal abadi. Disitu manusia akan
mendapat badan yang sesuai dengan alam akhirat pula.
Allah berfirman
dalam Al-Qur’an surat Al-mukminun : 99-100 yang artinya: “sehingga apabila
mau mendatangi salah seorang dari mereka, ia berkata: Oh Tuhan kembalikanlah
aku (ke dunia), agar aku dapat berbuat baik (di dunia), jangan sesungguhnya
perkataan itu hanya sekedar dapat diucapkan. Dihadapan mereka ada barzah,
dinding yang membatasi hari mereka dibangkitkan”.
6.
Kasta
Dalam hal ini
terdapat perbedaan yang besar sekali antara agama Hindu dengan agama Islam.
Hubungan manusia dengan sesamanya serta tinggi rendahnya derajat manusia di
sisi Tuhan menurut Islam itu seluruhnya merupakan satu lingkungan persaudaraan
yang mempunyai hak dan kewajiban yang sama. Perbedaan keturunan, jenis, warna
kulit, pangkat, bahasa dan sebagainya bukanlah ukuran yang menyebabkan seseorang
lebih mulia dari orang lain. Yang menjadikan seseorang mulia di sisi Allah SWT
adalah ketaqwaan dan baktinya kepada Allah SWT.
Mengenai
kedudukan seseorang bagi Allah, disebutkan dalam Al-Qur’an yang artinya: “Sesungguhnya
yang semulia-mulia kamu disisi Allah itu ialah orang yang paling taqwa
kepda-Nya”. Nabi Muhammad SAW bersabda: “tak adalah kelebihan bagi
bangsa Arab atas bangsa ajam (lain arab) kecuali dengan taqwa”.[16]
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
1.
Agama Hindu Dimulai
dari zaman perkembangan kebudayaan-kebudayaan besar di Mesopotamia dan Mesir.
Karena rupanya antara tahun 3000 dan 2000 sebelum masehi di lembah sungai
Sibdhu (Indus) sudah ada bangsa Sumeria di daerah sungai Eufrat dan Tigris,
maka terdapat peradaban yang sama di sepanjang pantai dari laut tengah sampai
ke teluk Benggala. Rentangan daerah antara tempat-tempat di sepanjang pantai
dari laut tengah sampai ke teluk benggala terdapat peradaban yang sama, yang
sedikit demi sedikit meningkat kepada perkembangan yang tinggi.
2.
Agama Hindu masuk ke
Indonesia diperkirakan pada awal Tarikh Masehi, dibawa oleh para Musafir dari
India antara lain: Maha Resi Agastya yang di Jawa terkenal dengan sebutan
Batara Guru atau Dwipayana dan juga para Musafir dari Tiongkok yakni Musafir
Budha Pahyien. Kedua tokoh besar ini mengadakan perjalanan keliling Nusantara
menyebarkan Dharma.
3.
Agama Hindu pada intinya tidak
mempercayai adanya Tuhan dalam arti kata yang sebenarnya, seperti dalam
pengertian kita umat Islam. Unsur-unsur kepercayaan kekuatan gaib, tidak tegas
malah menurut filsafat wedanta, semua benda ini hanyalah khayal belaka, pada
hakekatnya semua itu Tuhan. Dan agama hindu mempercayai wujud tuhan yaitu
brahmana, wisynu dan syiwa.
4.
Kitab-kitab Suci
Agama Hindu ada 4 yaitu weda, brahmana, upanishad
dan pancasradha
5.
Madzhab/Sekte-sekte
Agama Hindu terbagi menjadi tiga yaitu golongan
Sekte Waisnawa, sekte Siwa, dan sekte Brahma.
6.
Doktrin-doktrin yang
dikembangkan agama hindu dengan Kelima
keyakinan yaitu Widhi Tattwa,
Atma Tattwa,
Karmaphala Tattwa, Punarbhava Tattwa
dan Moksa Tattwa.
7.
Ritual Keagamaan dalam agama Hindu Ada dua
macam ritual hindu yang lazim dikalangan orang hindu masa kini,yaitu yang
disebut sebagai ritual keagamaan Vedis
dan agamis.
8.
Upacara keagamaan agama
hindu yang ada di Indonesia yaitu upacara nyepi, ogoh-ogoh dan ngaben.
9.
Tempat-tempat suci
agama Hindu adalah Mandir atau Mandira Alayam atau Kovil, Devasthana atau Gudi,
Gudi , Devalayam atau Kovela, Puja pandal, Kshetram atau Ambalam dan Pura atau
Candi.
10. Kasta-kasta
dalam Agama Hindu adalah Brahmana, Ksatrya, Waisya, dan Sudra.
11. Pengajaran
agama Hindu diantaranya adalah lembu, tempat-tempat suci, kesucian sungai
gangga, pembekaran mayat, surga dan neraka, qurban dan sajian.
12. Bandingan
agama Hindu dengan Islam sangat berbeda dapat dilihat Tuhan Yang Maha Esa,
kitab suci, roh manusia, hukum karma, penjelmaan jiwa, dan kasta.
[1] Mujahid Abdul Manaf, Sejarah
Agama-agama. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada 1996 hal 7-8
[2] Binroh Hinbud
Disbintalad. http://www.babadbali.com/canangsari/pa-sejarah-perkembangan.htm. 2010
[3] Moh. Rifai, Perbandingan
Agama-agama. Semarang : Wicaksono 1984 hal 84-86
[6] Mujahid Abdul Manaf, Sejarah
Agama-agama. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada 1996 hal 9-19
[7] Ihsan hafiyudin, http://asal-usul-motivasi-blogspot.com/2011/02/asal-usul-agama-hindu.html. diakses pada 06 Oktober
2011 pada jam 15:53 wib
[8] http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=agama_hindu&action=edit§ion:1 diakses pada 06 Oktober
2011 pada jam 15:47 Wib
[9] Mariasusai Dhavamony, Fenomenologi
Agama, Yogyakarta : Kanisius, 1995. Ha 171-172
[10] Prastiano, http://prastiano.student.umm.ac.id/2010/07/14/macam-macam-upacara-keagamaanya/, diakses pada tangal 06
Oktober 2011 pada jam 16:24 wib
[11] Anonim, http://creatifcommons.org/licenses/by-sa/3.0/ diakses pada 06 Oktober
2011 pada jam 16:29 wib
[12] Moh. Rifai, Perbandingan
Agama-agama. Semarang : Wicaksono 1984 hal 79-80
[13] Moh. Rifai, Perbandingan
Agama-agama. Semarang : Wicaksono 1984 hal 86-88
[14] Moh. Rifai, Perbandingan
Agama. Semarang : Wicaksana 1984 hal 88-89
[15] Ibid, hal 90
[16] Op cit, hal 90-91
salam hormat,
BalasHapuskarya ilmiah ini tentunya dibuat oleh non hindu, jadi isinya tidak sesuai dengan Hindu maupun ajaran-ajarannya, jadi kalau saudara mau membuat karya ilmiah tentang Hindu seyogianya carilah referensi buku-buku tentang hindu yang di tulis oleh orang Hindu agar pengetahuan saudara tentang hindu menjadi benar, apalagi karya ilmiah ini saudara muat di media Internet, buatlah karya yang baik dan valid sehingga ilmu yang saudara dapat bermanfaat bagi seluruh umat manusia. salam sukses