BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk sosial,
oleh karena itu kita tidak akan bisa hidup sendiri tanpa bantuan orang lain.
Sebagai makhluk sosial maka sudah pastinya kita akan hidup bermasyarakat dengan
orang lain dengan peraturan dan tatanan yang berlaku dilingkungan tersebut.
Ada sejumlah kekuatan yang
mendorong terjadinya perkembangan sosial budaya masyarakat Indonesia. Secara
kategorial ada 2 kekuatan yang memicu perubahan sosial, Petama, adalah
kekuatan dari dalam masyarakat sendiri (internal factor), seperti pergantian
generasi dan berbagai penemuan dan rekayasa setempat. Kedua, adalah
kekuatan dari luar masyarakat (external factor), seperti pengaruh kontak-kontak
antar budaya (culture contact) secara langsung maupun persebaran (unsur)
kebudayaan serta perubahan lingkungan hidup yang pada gilirannya dapat memicu
perkembangan sosial dan kebudayaan masyarakat yang harus menata kembali
kehidupan mereka .
Ilmu pengetahuan muncul sebagai
akibat daripada aktivitas untuk pemenuhan kebutuhan hidup manusia, baik
kebutuhan jasmani maupun kebutuhan rohani. Perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi tidak lepas dari para ilmuwan terdahulu yang merubah pengetahuan
menjadi inovasi teknologi dan pemikiran yang sangat berguna bagi kehidupan
manusia. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak dapat dipisahkan dari
lembaga pendidikan tinggi. Dimana pada abad-20 peran ilmu pengetahuan dan
teknologi sangat berarti bagi lembaga pendidikan tinggi. Sehingga pada abad-20
mampu mendorong perkembangan yang lebih cepat dalam bidang industri, informasi,
komunikasi, transportasi dan pertanian.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana pertumbuhan dan perkembangan sosial
masyarakat?
2.
Bagaimana percepatan dan pertumbuhan iptek?
C.
Tujuan
1.
Mengetahui pertumbuhan dan perkembangan
masyarakat.
2.
Mengetahui percepatan dan pertumbuhan iptek.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pertumbuahan dan Perkembangan Sosial Masyarakat
1.
Pengertian Masyarakat
Menurut Hasan Sadily memberi
pengertian bahwa masyarakat ialah “Kesatuan yang selalu berubah, yang hidup
karena proses masyarakat yang menyebabkan terjadi proses perubahan itu”.[1]
Sedangkan menurut Plato masyarakat
ialah “merupakan refleksi dari manusia perorangan”. Suatu masyarakat akan
mengalami keguncangan sebagaimana halnya manusia perorangan yang terganggu
keseimbangan jiwanya yang terdiri dari tiga unsur yaitu nafsu, semangat dan
intelegensia.[2]
Dalam konsep an-Nas bahwa
masyarakat adalah makhluk sosial. Manusia tidak dapat hidup sendiri dengan
mengabaikan keterlibatannya dengan kepentingan pergaulan antara sesamanya dalam
kehidupan bermasyarakat. Dalam hubungan manusia dengan masyarakat terjadi
interaksi aktif. Manusia dapat mengintervensi dengan masyarakat lingkungannya
dan sebaliknya masyarakat pun dapat memberi pada manusia sebagai warganya. Oleh
karena itu, dalam pandangan Islam, masyarakat memiliki karakteristik tertentu.
Prinsip-prinsip
ini harus dijadikan dasar pertimbangan dalam penyusunan sistem pendidikan
Islam. Masyarakat merupakan lapangan pergaulan antara sesama manusia. pada
kenyataannya masyarakat juga dinilai ikut memberi pengaruh terhadap berbagai
aspek kehidupan dan perilaku manusia yang menjadi anggota masyarakat tersebut.
Atas dasar pertimbangan ini, maka pemikiran tentang masyarakat mengacu pada
penilaian bahwa:
a)
Masyarakat merupakan kumpulan individu yang
terikat oleh kesatuan dari berbagai aspek seperti latar belakang budaya, agama,
tradisi kawasan lingkungan dan lain-lain.
b)
Masyarakat terbentuk dalam keragaman adalah
sebagai ketentuan dari Allah, agar dalam kehidupan terjadi dinamika kehidupan
sosial, dalam interaksi antar sesama manusia yang menjadi warganya.
c)
Setiap masyarakat memiliki identitas sendiri
yang secara prinsip berbeda satu sama lain.
d)
Masyarakat merupakan lingkungan yang dapat
memberi pengaruh pada pengembangan potensi individu.[3]
Dari beberapa penjelasan yang telah
dijelaskan di atas, dapatlah diberi kesimpulan bahwa pengertian masyarakat yang
penulis maksudkan ialah sekelompok manusia yang terdiri di dalamnya ada
keluarga, masyarakat dan adat kebiasaan yang terikat dalam satu kesatuan aturan
tertentu.
2.
Pola Hidup Masyarakat
Dalam sub bab ini yang penulis
maksudkan ialah pola hidup yang dilakukan berupa kebiasaan untuk mencari nafkah
dalam memenuhi kebutuhan hidup keluarganya dalam kehidupan sehari-hari, seperti
pertanian, perkebunan perdagangan dan lain-lain semacamnya, serta akibatnya
bagi kelanjutan pendidikan anak-anak mereka.
Dapat kita pula ketahui bahwa
mayoritas penduduk masyarakat di suatu
desa diduduki oleh kaum petani yang merupakan pencaharian utama mereka dalam
memenuhi kebutuhan sehari-hari serta sebagian untuk kepentingan sosial. Lainnya,
perlu juga di ketahui pula bahwa biasanya dalam suatu desa pola hidup mereka selain dari petani tambak,
petani sayur mayur, perkebunan dan sebagian sebagai seorang nelayan, pedagang,
tukang kayu, tukang batu, buruh tani, dan pegawai.
Dalam suatu desa dimana terlihat
pada masyarakat masih banyak membedakan
nilai-nilai budaya antara orang kaya dengan orang miskin, antara masyarakat
yang masih keturunan raja dengan masyarakat biasa. Perbedaan ini masih
terdapatnya sistem perburuan bagi masyarakat jelata, misalnya bagi seorang kaya
(mampu) masih banyak yang mempunyai buruh tani untuk mengerjakan sawah atau
ladangnya, kemudian setelah berhasil di beri upah sebagai imbalan yang belum
memadai jerih payah seorang petani dan lain-lain.
Dari uraian di atas, dapat
dikategorikan bahwa yang terbanyak adalah masyarakat petani, hal ini merupakan
standar, bahwa pola hidup di dalam masyarakat dalam mencari nafkah
beranekaragam, untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Di samping itu
sebagian pula masyarakat masih membedakan nilai-nilai budaya diantara orang
kaya dan orang miskin antara masyarakat keturunan raja dengan masyarakat biasa.
3. Bentuk Pola Hidup Masyarakat
Pola hidup masyarakat tidak hanya menyangkut
lapangan pekerjaan pendidikan dan kehidupan keluarga belaka, tetapi jauh dari
itu meliputi keorganisasian masyarakat sosial, upacara dan adat istiadat yang
berlaku serta kehidupan keragamaan, namun dalam suatu masyarakat atau desa
terdapat beberapa pola hidup, tapi dalam pembahasan ini penulis hanya mengambil
salah satu diantaranya adalah masalah sosial.
1. Proses Terjadinya Sosial
Para sosiolog memandang betapa
pentingnya pengetahuan tentang proses sosial, mengingat bahwa pengetahuan
perihal struktur masyarakat saja belum cukup untuk memperoleh gambaran yang
nyata mengenai kehidupan bersama manusia. pengetahuan proses sosial
memungkinkan seseorang untuk memperoleh
pengertian mengenai segi yang dinamis dari masyarakat atau gerak masyarakat.
Pada pembahasan mengenai proses
sosial mencakup ruang lingkup yang luas
merupakan serangkaian studi sosiologi, yakni interaksi sosial, stratifikasi
juga dapat dinamakan proses sosial, oleh karena itu interaksi sosial, merupakan
syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial.[4]
2. Klasifikasi Masalah Sosial
Masalah sosial timbul dari
kekurangan-kekurangan dalam diri manusia atau kelompok sosial yang bersumber
pada faktor-faktor ekonomi, biologis, biopsikologi, dan kebudayaan. Setiap
masyarakat mempunyai norma yang bersangkut paut dengan kesejahteraan kebendaan,
kesehatan fisik, kesehatan mental, serta menyesuaikan diri individu atau
kelompok sosial. Penyimpangan-penyimpangan terhadap norma-norma tersebut
merupakan gejala abnormal yang merupakan masalah sosial. sosial, dan
sebagainya. bentuk umum proses sosial
adalah interaksi sosial yang Sesuai dengan sumber-sumbernya tersebut, maka
masalah sosial dapat diklasifikasikan dalam empat kategori seperti di atas.
problem-problem yang berasal dari faktor ekonomis antara lain kemiskinan,
pengangguran dan sebagainya, penyakit, misalnya bersumber faktor biologis.[5]
3. Perhatian Masyarakat dalam Sosial
Suatu kajian yang merupakan masalah
sosial belum tentu mendapat perhatian yang sepenuhnya dari masyarakat.
Sebaliknya, suatu kejadian yang mendapat sorotan masyarakat, yang belum tentu
merupakan masalah sosial. Angka tinggi pelanggaran lalu lintas, mungkin tidak
terlalu diperhatikan masyarakat. Akan tetapi, suatu kecelakaan kereta api yang
meminta korban banyak lebih mendapat sorotan masyarakat.
Suatu problem
yang merupakan manifestasi social problem adalah kepincangan-kepincangan yang
menuntut keyakinan masyarakat dapat diperbaiki dibatasi atau bahkan
dihilangkan.[6]
Dari uraian di
atas bahwa bentuk pola hidup masyarakat yang penulis maksudkan dalam penelitian
ini ialah mencakup tingkah laku dan hasil tingkah laku manusia, maka di sini
akan dibatasi dengan menitikberatkan pada aspek-aspek kebudayaan yang
menyangkut bidang-bidang tertentu seperti keagamaan, adat istiadat bagi masyarakat.
Pada umumnya
pola hidup masyarakat Sulawesi Selatan yang didiami oleh tiga suku, yakni
Bugis, Toraja dan Makassar, ketiganya ini mempunyai ciri-ciri persamaan dalam
struktur sosial, namun dalam sistem sosial dan sistem budaya mereka menampakkan perbedaan, bahkan
perbedaan prinsipil disebabkan karena
perbedaan sejarah perkembangan lingkungan hidup dan perbedaan geografis.
Adanya perbedaan tersebut merupakan hikmah dan kekayaan budaya bangsa yang
mengundang kita untuk belajar dan mendalami, dan kriteria-kriteria kehidupan yang mereka miliki.
Sebagaimana pola hidup masyarakat pada umumnya tentang
masalah adat istiadat, kebudayaan ataupun upacara-upacara ritualnya adalah
sama. misalnya upacara perkawinan yang
ditandai dengan sajian seorang laki-laki yang harus dapat memenuhi permintaan
seorang isteri dan perkawinan tersebut harus sepadan dengan golongan yakni
antara orang yang masih keturunan dengan orang yang masih keturunan pula,
antara orang yang rendah dengan orang yang rendah atau masyarakat awam dengan
masyarakat awam. Segala sesuatu yang mencakup kebutuhan seorang isteri harus
terpenuhi sebelum upacara perkawinan dilaksanakan pada waktu yang telah
ditentukan oleh kedua belah pihak.
Contoh lain
dari adat mereka, misalnya adat kematian yang masih mempunyai perbedaan di
antara masyarakat biasa dengan masyarakat yang keturunan raja atau sederajat.
Pada upacara pemakaman misalnya bagi masyarakat biasa atau non keturunan raja
maka upacara pemakamannya dapat dilaksanakan dengan sangat sederhana. Sedang,
sebaliknya bagi masyarakat yang keturunan raja maka upacara pemakamannya dapat
dilaksanakan dengan meriah.
Dari uraian yang telah dikemukakan
di atas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa bentuk pola masyarakat pada
umumnya yang ada di Indonesia khususnya Sulawesi Selatan mempunyai berbagai
adat istiadat yang merupakan makna kebudayaan bagi bangsa Indonesia, seperti
adat perkawinan, kematian, upacara-upacara ritual, yang mempunyai perbedaan
bagi bangsa dan suku-suku lainnya. Namun bentuk pola hidup masyarakat dalam
kehidupan bermasyarakat, berkelompok, namun tidaklah mempengaruhi secara
menyeluruh bagi kehidupan generasi yang ingin maju dan berkembang dalam
pendidikan.
B.
Percepatan dan Perkembangan Iptek
1.
Perkembangan Ilmu Pengetahuan
Ilmu
pengetahuan muncul sebagai akibat daripada aktivitas untuk pemenuhan kebutuhan
hidup manusia, baik kebutuhan jasmani maupun kebutuhan rohani. Perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi tidak lepas dari para ilmuwan terdahulu yang
merubah pengetahuan menjadi inovasi teknologi dan pemikiran yang sangat berguna
bagi kehidupan manusia.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi tidak dapat dipisahkan dari lembaga pendidikan tinggi. Dimana pada
abad-20 peran ilmu pengetahuan dan teknologi sangat berarti bagi lembaga
pendidikan tinggi. Sehingga pada abad-20 mampu mendorong perkembangan yang
lebih cepat dalam bidang industri, informasi, komunikasi, transportasi dan
pertanian.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi di Indonesia tertinggal jauh dibandingkan dengan negara-negara Eropa
dan Amerika Serikat, dan bahkan juga di negara-negara Asia misalnya Jepang dan
China. Hal ini disebabkan karena:
a)
Masih terbatasnya jumlah orang Indonesia yang
mendapatkan pendidikan barat terutama pendidikan tinggi
b)
Kurangnya keinginan dari pemerintah maupun
perusahaan swasta yang ada di Indonesia untuk dapat melakukan alih teknologi
c)
Tidak adanya inovasi teknologi yang berarti di
dalam masyarakat Indonesia itu sendiri
Ilmu pengetahuan dan teknologi di
Indonesia mulai berkembang dimana ditandai dengan adanya perguruan tinggi dan
pusat-pusat penelitian seperti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan
juga telah membentuk Badan Pengkajiaan dan Penerapan Teknologi (BPPT). Dengan
semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia, maka
penyebaran informasi dan juga komunikasi di Indonesia pun sudah mulai
berkembang.
Informasi sangat diperlukan
masyarakat Indonesia. Masyarakat Indonesia berhak atas informasi yang benar
untuk mengatur kehidupannya dengan tepat dan membina dirinya. Manusia yang
tidak memiliki pengetahuan tentang fakta dan tidak sempat memahami pandangan
yang berbeda-beda, tidak dapat mengadakan pilihan secara tanggung jawab.
Penyampaian suatu informasi di
Indonesia disebarkan melalui media massa seperti surat kabar, majalah, radio,
televisi dan internet. Teknologi informasi selain membawa dampak yang sangat
menguntungkan bagi manusia, teknologi informasi dapat juga menyebabkan
terjadinya polusi atau pengotoran informasi.
Selain daripada berkembangnya
teknologi informasi di Indonesia teknologi komunikasi pun sudah mengalami
perubahan yang sangat cepat. Dimana pertama sekali perkembangan komunikasi di
Indonesia ditandai dengan sambungan telepon lokal, dan kemudian berkembang
menjadi sambungan jarak jauh dan juga membangun sistem komunikasi yang mampu
menghubungkan dan menyebarkan informasi keseluruh wilayah Indonesia dan seluruh
dunia secara efektif dan efisien.
Pada masa sekarang ini proses
komunikasi di Indonesia sudah mengalami perubahan yang sangat cepat, sebagai
akibat perubahan teknologi komunikasi. Proses komunikasi yang terpenting
adalah:
a)
Pengumpulan informasi/pengalaman
b)
Penyimpanan informasi
c)
Memproses informasi
d)
Pemilihan/pengeluaran informasi
e)
Menstransmisi/menyebarluaskan informasi
f)
Umpan balik atau balikan informasi
Pada saat ini hampir 90 % di semua
wilayah Indonesia telah ada televisi dan telepon serta jumlah pemilik telepon
setiap tahunnya terus bertambah. Dengan adanya kemudahan untuk memperoleh
informasi dan komunikasi tentu akan meningkatkan tingkat pengetahuan dan
ketrampilan bangsa Indonesia itu sendiri. Oleh karena itu sangat diperlukan
peranan pemerintah untuk dapat terus mendorong kemajuaan komunikasi di
Indonesia.
Ilmu pengetahuan dan teknologi
semakin maju dan mengalami perkembangan. Berkaitan dengan dunia pendidikan
perkembangan pengetahuan dan teknologi terus berlangsung. Dari kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi tersebut dipergunakan untuk kemajuan kehidupan
masyarakat.
Kaitan antara pendidikan (sekolah)
dengan masyarakat dapat dikaji berdasarkan pendapat-pendapat sebagai berikut:
Menurut
Popenoe dalam Ahmadi (2004:182) fungsi pendidikan untuk masyarakat adalah :
1) transmisi
kebudayaan masyarakat,
2) menolong
individu memilih dan melakukan peranan sosial,
3) menjamin
integrasi sosial,
4) sebagai
sumber inovasi sosial.
Sedangkan menurut Broom dan Selznick dalam
Ahmadi (2004:182) fungsi pendidikan adalah untuk :
a)
transmisi kebudayaan,
b)
integrasi sosial,
c)
inovasi,
d)
seleksi dan alokasi,
e)
mengembangkan kepribadian anak.
Dari kedua
pendapat ahli tersebut di atas ada unsur-unsur yang hampir sama, dan pendapat
dari Broom dan Selznick ada sedikit perbedaan karena menambah unsur yang kelima
yaitu mengembangkan kepribadian anak. Berkaitan dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi dalam bidang pendidikan, dari beberapa unsur yang
ada, memiliki kaitan erat yaitu menyangkut inovasi (pembaruan). Dengan adanya
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam pendidikan membawa pembaruan
dalam bidang kehidupan masyarakat.
Sebagai contoh
pengaruh yang positif, dengan ditemukannnya energi nuklir maka dapat dipakai
untuk pembangkit tenaga listrik. Walaupun ada pihak yang kontra yaitu adanya
dampak negatif misalnya pembuangan limbah nuklir, seandainya ada kecelakaan
pembangkit listrik seperti kasus Kernobil. Contoh yang lain dengan pengembangan
energi yang dapat diperbarukan seperti minyak jarak; pengembangan tenaga-tenaga
panas bumi, pemanfaatan sinar matahari. Hal tersebut dapat mengurangi ketergantungan
manusia terhadap minyak bumi yang saat ini cadangannya semakin berkurang.
Dari uraian
tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi dalam bidang pendidikan makadapat bermanfaat untuk
pembaruan kehidupan masyarakat. dapat bermanfaat untuk pembaruan kehidupan
masyarakat.
2. Aqidah
Islam Sebagai Dasar Iptek
Inilah peran pertama yang dimainkan
Islam dalam iptek, yaitu aqidah Islam harus dijadikan basis segala konsep dan
aplikasi iptek. Inilah paradigm Islam sebagaimana yang telah dibawa oleh
Rasulullah Saw. Paradigma Islam inilah yang seharusnya diadopsi oleh kaum
muslimin saat ini.
Bukan paradigma sekuler seperti
yang ada sekarang. Diakui atau tidak, kini umat Islam telah telah terjerumus
dalam sikap membebek dan mengekor Barat dalam segala-galanya; dalam pandangan
hidup, gaya hidup, termasuk dalam konsep ilmu pengetahuan. Bercokolnya
paradigma sekuler inilah yang bisa menjelaskan, mengapa di dalam sistem
pendidikan yang diikuti orang Islam, diajarkan sistem ekonomi kapitalis yang
pragmatis serta tidak kenal halal haram. Eksistensi paradigma sekuler itu
menjelaskan pula mengapa tetap diajarkan konsep pengetahuan yang bertentangan
dengan keyakinan dan keimanan muslim. Misalnya Teori Darwin yang dusta dan
sekaligus bertolak belakang dengan Aqidah Islam.
Kekeliruan paradigmatis ini harus
dikoreksi. Ini tentu perlu perubahan fundamental dan perombakan total. Dengan
cara mengganti paradigma sekuler yang ada saat ini, dengan paradigma Islam yang
memandang bahwa Aqidah Islam (bukan paham sekularisme) yang seharusnya
dijadikan basis bagi bangunan ilmu pengetahuan manusia.
Namun di sini perlu dipahami dengan
seksama, bahwa ketika Aqidah Islam dijadikan landasan iptek, bukan berarti
konsep-konsep iptek harus bersumber dari al-Qur`an dan al-Hadits, tapi
maksudnya adalah konsep iptek harus distandardisasi benar salahnya dengan tolok
ukur al-Qur`an dan al-Hadits dan tidak boleh bertentangan dengan keduanya
(Al-Baghdadi, 1996: 12).
Jika kita
menjadikan Aqidah Islam sebagai landasan iptek, bukan berarti bahwa ilmu
astronomi, geologi, agronomi, dan seterusnya, harus didasarkan pada ayat
tertentu, atau hadis tertentu. Kalau pun ada ayat atau hadis yang cocok dengan
fakta sains, itu adalah bukti keluasan ilmu Allah yang meliputi segala sesuatu
(lihat Qs. an-Nisaa` [4]:126 dan Qs. ath-Thalaq [65]: 12),bukan berarti konsep
iptek harus bersumber pada ayat atau hadis tertentu.
Jadi, yang dimaksud menjadikan Aqidah
Islam sebagai landasan iptek bukanlah bahwa konsep iptek wajib bersumber kepada
al-Qur`an dan al-Hadits, tapi yang dimaksud, bahwa iptek wajib berstandar pada
al-Qur`an dan al-Hadits. Ringkasnya, al-Qur`an dan al-Hadits adalah standar
(miqyas) iptek, dan bukannya sumber (mashdar) iptek. Artinya, apa pun konsep
iptek yang dikembangkan, harus sesuai dengan al-Qur`an dan al-Hadits, dan tidak
boleh bertentangan dengan al-Qur`an dan al-Hadits itu.
Jika suatu
konsep iptek bertentangan dengan al-Qur`an dan al-Hadits, maka konsep itu
berarti harus ditolak. Misalnya saja Teori Darwin yang menyatakan bahwa manusia
adalah hasil evolusi dari organisme sederhana yang selama jutaan tahun
berevolusi melalui seleksi alam menjadi organisme yang lebih kompleks hingga menjadi
manusia modern sekarang. Berarti, manusia sekarang bukan keturunan manusia pertama,
Nabi Adam AS, tapi hasil dari evolusi organisme sederhana. Ini bertentangan
dengan firman Allah SWT yang menegaskan, Adam AS adalah manusia pertama, dan
bahwa seluruh manusia sekarang adalah keturunan Adam AS itu, bukan keturunan
makhluk lainnya sebagaimana fantasi Teori Darwin (Zallum,2001). Firman Allah
SWT:
üÏ%©!$#
z`|¡ômr&
¨@ä.
>äóÓx«
¼çms)n=yz
(
r&yt/ur
t,ù=yz
Ç`»|¡SM}$#
`ÏB
&ûüÏÛ
ÇÐÈ
Artinya:
“(Dialah Tuhan) yang memulai
penciptaan manusia dari tanah, kemudian Dia menciptakan keturunannya dari sari
pati air yang hina (mani).” (QS. As-Sajdah: 7).
$pkr'¯»t
â¨$¨Z9$#
$¯RÎ)
/ä3»oYø)n=yz
`ÏiB
9x.s
4Ós\Ré&ur
öNä3»oYù=yèy_ur
$\/qãèä©
@ͬ!$t7s%ur
(#þqèùu$yètGÏ9
4
¨bÎ)
ö/ä3tBtò2r&
yYÏã
«!$#
öNä39s)ø?r&
4
¨bÎ)
©!$#
îLìÎ=tã
×Î7yz
ÇÊÌÈ
Artinya:“Hai manusia, sesungguhnya Kami
menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan
kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal.” (Qs.
al-Hujuraat: 13).[7]
Implikasi lain dari prinsip ini,
yaitu al-Qur`an dan al-Hadits hanyalah standar iptek, dan bukan sumber iptek,
adalah bahwa umat Islam boleh mengambi iptek dari sumber kaum non muslim (orang
kafir). Dulu Nabi Saw menerapkan penggalian parit di sekeliling Madinah,
padahal strategi militer itu berasal dari tradisi kaum Persia yang beragama
Majusi.
Dulu Nabi Saw juga pernah
memerintahkan dua sahabatnya memepelajari teknik persenjataan ke Yaman, padahal
di Yaman dulu penduduknya adalah Ahli Kitab (Kristen). Umar bin Khatab pernah
mengambil sistem administrasi dan pendataan Baitul Mal (Kas Negara), yang
berasal dari Romawi yang beragama Kristen. Jadi, selama tidak bertentangan
dengan aqidah dan syariah Islam, iptek dapat diadopsi dari kaum kafir.
3. Syariah Islam Standar Pemanfaatan Iptek
Peran Islam dalam perkembangan
iptek, adalah bahwa Syariah Islam harus dijadikan standar pemanfaatan iptek.
Ketentuan halal-haram (hukum-hukum syariah Islam) wajib dijadikan tolok ukur
dalam pemanfaatan iptek, bagaimana pun juga bentuknya. Iptek yang boleh
dimanfaatkan, adalah yang telah dihalalkan oleh syariah Islam.
Sedangkan
iptek yang tidak boleh dimanfaatkan, adalah yang telah diharamkan syariah
Islam. Keharusan tolok ukur syariah ini didasarkan pada banyak ayat dan juga
hadits yang mewajibkan umat Islam menyesuaikan perbuatannya (termasuk
menggunakan iptek) dengan ketentuan hukum Allah dan Rasul-Nya. Antara lain
firman Allah:
xsù
y7În/uur
w
cqãYÏB÷sã
4Ó®Lym
x8qßJÅj3ysã
$yJÏù
tyfx©
óOßgoY÷t/
§NèO
w
(#rßÅgs
þÎû
öNÎhÅ¡àÿRr&
%[`tym
$£JÏiB
|MøÒs%
(#qßJÏk=|¡çur
$VJÎ=ó¡n@
ÇÏÎÈ
Artinya:“Maka demi Tuhanmu,
mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu (Muhammad)
sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan…” (Qs. an-Nisaa`:
65).[8]
Kontras dengan ini, adalah apa yang
ada di Barat sekarang dan juga negeri-negeri muslim yang bertaqlid dan
mengikuti Barat secara membabi buta. Standar pemanfaatan iptek menurut mereka
adalah manfaat, apakah itu dinamakan pragmatisme ataupun utilitarianisme.
Selama sesuatu itu bermanfaat, yakni dapat memuaskan kebutuhan manusia, maka ia
dianggap benar dan absah untuk dilaksanakan. Meskipun itu diharamkan dalam
ajaran agama.
Keberadaan standar manfaat itulah
yang dapat menjelaskan, mengapa orang Barat mengaplikasikan iptek secara tidak
bermoral, tidak berperikemanusiaan, dan bertentangan dengan nilai agama.
Misalnya menggunakan bom atom untuk membunuh ratusan ribu manusia tak berdosa,
memanfaatkan bayi tabung tanpa melihat moralitas (misalnya meletakkan embrio
pada ibu pengganti), mengkloning manusia (berarti manusia bereproduksi secara
a-seksual, bukan seksual), mengekploitasi alam secara serakah walaupun
menimbulkan pencemaran yang berbahaya, dan seterusnya.
Karena itu, sudah saatnya standar
manfaat yang salah itu dikoreksi dan diganti dengan standar yang benar. Yaitu
standar yang bersumber dari pemilik segala ilmu yang ilmu-Nya meliputi segala
sesuatu, yang amat mengetahui mana yang secara hakiki bermanfaat bagi manusia,
dan mana yang secara hakiki berbahaya bagi manusia. Standar itu adalah segala
perintah dan laranganAllah SWT yang bentuknya secara praktis dan konkret adalah
syariah Islam.
4. Beberapa Contoh Masailul Fiqhiyah yang
Berhubungan Dengan Iptek
a.
Hukum Syar’i
Tentang Operasi Ganti Kelamin (Transeksual)
1)
Hukum operasi
kelamin
Pertama:
Masalah seseorang yang lahir dalam kondisi normal dan sempurna organ kelaminnya
yaitu penis (zakar) bagi laki-laki dan vagina (farj) bagi perempuan yang
dilengkapi dengan rahim dan ovarium tidak dibolehkan dan diharamkan oleh
syariat Islam untuk melakukan operasi kelamin. Adapun hujjah yang digunakan
oleh para ulama dalam masalah ini adalah sebagai berikut:
a)
Firman Allah
Subhana Wa Ta’ala dalam surat Al-Hujurât: 13 yang menurut kitab Tafsir
Ath-Thabari mengajarkan prinsip equality (keadilan) bagi segenap manusia di
hadapan Allah dan hukum yang masing-masing telah ditentukan jenis kelaminnya
dan ketentuan Allah ini tidak boleh diubah dan seseorang harus menjalani
hidupnya sesuai kodratnya.
b)
3.Hadits Nabi
n: “Allah mengutuk para tukang tato, yang meminta ditato, yang menghilangkan
alis mata, dan orang-orang yang memotong (pangur) giginya, yang semuanya itu
untuk kecantikan dengan mengubah ciptaan Allah.” (HR. Al-Bukhari).
c)
4.Hadits Nabi
n, “Allah mengutuk laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai
laki-laki.” (HR. Ahmad).
Oleh
karena itu kasus ini sebenarnya berakar dari kondisi kesehatan mental yang
penanganannya bukan dengan mengubah ciptaan Allah, melainkan melalui pendekatan
spiritual dan kejiwaan (spiritual and psychological therapy).
Kedua: Operasi kelamin yang bersifat perbaikan (tashhih) atau
penyempurnaan (takmil) dan bukan penggantian jenis kelamin, menurut para ulama
diperbolehkan secara hukum syar’i. Jika kelamin seseorang tidak memiliki lubang
yang berfungsi untuk mengeluarkan air seni dan mani baik penis maupun vagina,
maka operasi untuk memperbaiki atau menyempurnakannya dibolehkan bahkan
dianjurkan sehingga menjadi kelamin yang normal karena kelainan seperti ini
merupakan suatu penyakit (aib) yang harus diobati.
Guna
menghindari hal ini, operasi perbaikan atau penyempurnaan kelamin boleh
dilakukan berdasarkan prinsip “Mashalih Mursalah”, karena kaidah fiqih
menyatakan “Adh-Dhararu Yuzal” (Bahaya harus dihilangkan) yang menurut Imam
Asy-Syathibi menghindari dan menghilangkan bahaya termasuk suatu kemaslahatan
yang dianjurkan syariat Islam.
Ketiga: Operasi pembuangan salah satu dari kelamin ganda, yang dilakukan
terhadap orang yang sejak lahir memiliki dua organ/jenis kelamin (penis dan
vagina). Menurut Dr. Wahbah Az-Zuhaili dalam kitabnya Al-Fiqh Al-Islami wa
Adillatuhu bahwa jika selama ini penentuan hukum waris bagi orang yang
berkelamin ganda (khuntsa) didasarkan atas indikasi atau kecenderungan sifat
dan tingkah lakunya, maka setelah perbaikan kelamin menjadi pria atau wanita,
hak waris dan status hukumnya menjadi lebih tegas. Dan menurutnya perbaikan dan
penyempurnaan alat kelamin bagi khuntsa musykil (pemilik kelamin ganda yang
sulit diidentifikasi) sangat dianjurkan demi kejelasan status hukumnya.
2) Beberapa Fatwa Ulama Tentang
Transeksual
a)
Adapun operasi
kelamin maka hukumnya haram secara syar’i apabila hanya disandarkan pada
keinginan pribadi tanpa adanya suatu cacat pada sisi jasmani atau alat
kelaminnya yang membolehkan dilakukannya operasi tersebut. Dan operasi kelamin
yang telah banyak dilakukan dan tidak mengandung unsur cacat secara medis,
tetapi hanya dimaksudkan untuk mempercantik diri dengan menampakkan suatu
bentuk tertentu dari kecantikannya, ataupun mengubah bentuk yang telah
ditetapkan oleh Allah atasnya maka hal ini tidak ada keraguan lagi tentang
keharamannya. Karena di dalamnya ada bentuk perusakan hukum syar’i dan unsur
penipuan serta membahayakan. (Dr. Yasir Shalih M. Jamal, Kepala fakultas
kedokteran bidang operasi anak RS. Universitas Al-Malik ‘Abdul ‘Aziz).
b)
Dibolehkannya
operasi perbaikan atau penyempurnaan kelamin, sesuai dengan keadaan anatomi
bagian dalam kelamin orang yang mempunyai kelainan kelamin atau kelamin ganda,
juga merupakan keputusan Nahdhatul Ulama PW Jawa Timur pada seminar “Tinjauan
Syariat Islam tentang Operasi Ganti Kelamin” pada tanggal 26-28 Desember 1989
di Pondok Pesantren Nurul Jadid, Probolinggo, Jawa Timur.
Sehingga
jelaslah, jika operasi kelamin dilakukan hanya karena kurang ‘sreg’ dengan
kepribadiannya, padahal Allah Subhana Wa Ta’ala telah mengaruniakannya kelamin
yang jelas, maka perbuatan ini diharamkan secara syar’i, dan hendaknya
pelakunya bertobat kepada Allah. wallâhu a’lâmu bish shawâb.
2. Transfusi Darah
Masalah
transfusi darah yaitu memindahkan darah dari seseorang kepada orang lain untuk
menyelamatkan jiwanya. Islam tidak melarang seorang muslim atau muslimah
menyumbangkan darahnya untuk tujuan kemanusiaan, bukan komersialisasi, baik
darahnya disumbangkan secara langsung kepada orang yang memerlukannya, misalnya
untuk anggota keluarga sendiri, maupun diserahkan pada palang merah atau bank
darah untuk disimpan sewaktu-waktu untuk menolong orang yang memerlukan.
Penerima
sumbangan darah tidak disyariatkan harus sama dengan donornya mengenai
agama/kepercayaan, suku bangsa, dsb. Karena menyumbangkan darah dengan ikhlas
adalah termasuk amal kemanusiaan yang sangat dihargai dan dianjurkan (mandub)
oleh Islam, sebab dapat menyelamatkan jiwa manusia, sesuai dengan firman Allah:
“dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah
ia memelihara kehidupan manusia semuanya.” (QS. Al-Maidah:32).
Jadi
boleh saja mentransfusikan darah seorang muslim untuk orang non muslim dan
sebaliknya, demi menolong dan saling menghargai harkat sesama umat manusia.
Sebab Allah sebagai Khalik alam semesta termasuk manusia berkenan memuliakan
manusia, sebagaimana firman-Nya: “dan sesungguhnya Kami memuliakan anak cucu
Adam (manusia).” (QS. Al-Isra:70). Maka sudah seharusnya manusia bisa saling
menolong dan menghormati sesamanya.
Adapun
dalil syar’i yang menjadi dasar untuk membolehkan transfusi darah tanpa
mengenal batas agama dan sebagainya, berdasarkan kaidah hukum fiqih Islam yang
berbunyi: “Al-Ashlu Fil Asyya’ al-Ibahah Hatta Yadullad Dalil ‘Ala Tahrimihi”
(bahwasanya pada prinsipnya segala sesuatu itu boleh hukumnya, kecuali ada
dalil yang mengharamkannya). Padahal tidak ada satu ayat dan hadits pun yang
secara eksplisit atau dengan nash yang sahih, melarang transfusi darah, maka
berarti transfusi darah diperbolehkan, bahkan donor darah itu ibadah, jika
dilakukan dengan niat mencari keridhaan Allah dengan jalan menolong jiwa sesama
manusia.
BAB III
PENUTUP
1.
Pengertian masyarakat ialah sekelompok manusia
yang terdiri di dalamnya ada keluarga, masyarakat dan adat kebiasaan yang
terikat dalam satu kesatuan aturan tertentu.
2.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
dalam bidang pendidikan makadapat bermanfaat untuk pembaruan kehidupan
masyarakat. dapat bermanfaat untuk pembaruan kehidupan masyarakat.
3.
Peran Islam dalam perkembangan iptek, adalah
bahwa Syariah Islam harus dijadikan standar pemanfaatan iptek. Ketentuan
halal-haram (hukum-hukum syariah Islam) wajib dijadikan tolak ukur dalam
pemanfaatan iptek, bagaimana pun juga bentuknya. Iptek yang boleh dimanfaatkan,
adalah yang telah dihalalkan oleh syariah Islam.
[1] Hassan Sadily, Sosiologi untuk
Masyarakat Indonesia (Cet. I; Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1993), h. 50
[2] Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu
Pengantar (Cet. 33; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), h. 29.
[3] H.
Jalaluddin, Teologi Pendidikan (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), h.
86-87.
[4] Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu
Pengantar (Cet. 35; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), h. 59-61.
[5] ]Ibid., h. 360-361.
[6] Ibid., h. 364-365.
[7] Depag RI, Al-Quran Tajwid dan terjemah,
Depok: Cahaya Quran, hal:517
[8]
Depag RI, Al-Quran Tajwid dan terjemah,
Depok: Cahaya Quran, hal:88
Tidak ada komentar:
Posting Komentar